"Kamu itu gadis yang pertama kali aku kirimi surat cinta. Sebelumnya aku belum pernah kirim surat." Â Kataku. Triyoga Indrawati hanya tersenyum.Â
"Kamu tahu, aku bikin surat itu beberapa kali gagal dan kertasnya aku robek berkeping-keping. Akhirnya surat yang kamu terima itu adalah hasil usahaku yang ke-17 kali. Saking susahnya bikin surat cinta." Lanjutku. Triyoga memandangku dengan senyum di bibirnya.Â
"Jangan lupa, kamu juga adalah gadis yang pertama kali menolak surat cintaku." Kataku kali ini sambil tertawa diiringi tawa renyah Triyoga.Â
Baca juga: Cerpen: Selembar Masa Lalu
Ini adalah kisah ketika aku menghadiri acara reuni SMP Tahun 2016. Ada kisah yang menjadi pelajaran berharga bagi diriku.Â
Ruangan di tempat kediaman Yanti pada Minggu siang yang cerah itu seakan penuh dengan rasa gembira, tawa ria dari para tamu yang hadir dalam acara reuni SMP.Â
Memang tidak banyak yang hadir dalam acara itu. Undangannya juga diseleksi sangat terbatas hanya bagi sahabat-sahabat Yanti yang kebetulan akrab pada saat SMP dulu.Â
Saat reuni itu usia kami sudah 60 tahun, usia pada saat mana sudah memasuki masa lanjut usia. Enam dasa warsa menempuh kehidupan bukan waktu yang singkat. Â
Aku kembali bertemu Triyoga saat itu. Tidak banyak yang berubah dalam dirinya hanya perawakannya saat itu terlalu kurus. Waktu gadis dulu, dia seorang yang bertubuh segar dan padat.Â
Termasuk potongan rambutnya yang pendek dengan wajahnya yang masih cantik seperti dulu. Aku seakan tidak percaya Triyoga sudah berusia kepala enam saat aku menjumpainya saat itu.Â