Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pertemuan Kedua

12 November 2020   15:03 Diperbarui: 15 November 2020   16:23 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto by Pixabay

Sejak perkenalan pertama di Perpustakaan itu, aku sudah hampir sebulan ini tidak bertemu dengan Mikayla Angela. 

BACA JUGA : Kisah Cinta Jomlo Pesantren 

Mungkin karena kesibukanku menyelesaikan tugas akhir dan perkuliahan yang membuat kesibukanku menyita waktu untuk fokus.

Bahkan dengan Arga dan Fadli, kedua sahabatku ini juga sudah jarang bertemu karena kesibukan masing-masing.

Aku berfikir, mungkin ada baiknya juga aku tidak lagi bertemu dengan Mikayla Angela. Rasa kecewa ketika aku melihat foto Mikayla ada di Ponsel Arga yang bisa dipesan dengan tariff tertentu.

Tetapi apakah benar Kayla adalah "ayam kampus" yang saat ini kembali ramai dibicarakan lagi di Kampus ini. Aku tidak boleh menuduh sembarangan tanpa ada bukti yang valid.

Namun ada rasa galau yang sangat mengganggu rasa takut kandasnya harapan selama ini kepada gadis itu. Sungguh aku belum pernah merasakan hal seperti ini.

Akhir pekan aku pulang ke Pesantren. Selain untuk menenangkan hati yang sedang risau juga sudah hampir dua bulan aku tidak menengok Ibu dan Bapak.

Setiap pulang ke Pesantren, aku biasanya kembali segar dalam pikiran ibarat battery yang baru saja diisi ulang. Seperti pagi itu aku sangat asyik menikmati udara segar di sekitar hijaunya pesawahan sekitar Pesantren.

Sawah yang terhampar luas ini adalah lahan pendapatan bagi Pesantren. Hasil panen dari sawah ini dijual ke Pasar Induk berupa beras yang sudah dikemas. Atau juga disalurkan ke mini market sekitarnya.

Berjalan di pematang sawah dalam udara segar pagi hari, rasanya hati ini begitu tenang. Sejauh mata memandang hanya ada dedaunan hijau pohon perdu dan pesawahan terhampar seluas dan selapang dadaku.

Inilah yang aku dapatkan ketika aku pulang ke Pesantren Darul Madinah. Tentu saja ada hal utama yaitu segala nasihat penuh hikmah dari KH Ahsan Ghufron. Beliau selain Bapakku, juga pemilik dan pendiri Pesantren.

Hanya satu yang bikin aku "bete" setiap pulang ke Pesantren yaitu pertanyaan Ibu. "Hen, kapan kamu kenalkan calon istrimu?" Sama seperti yang kualami ketika pulang kali ini.

Mendapat pertanyaan Ibu, aku biasanya hanya tersenyum sambil menjawab pendek. "Sabar Bu, nanti juga kuperkenalkan."

Sebenarnya bicara calon teman hidup aku kembali teringat kepada Mikayla Angela. Jika teringat dia, maka rasa risau itu kembali datang. Aku masih terus mencoba untuk melupakannya.

Senin pagi ini, ada kegiatan akademik mata kuliah Keterampilan Praktik Klinik Tahap III. Biasanya jadwal berlangsung hingga siang. Tetapi pagi itu aku tidak sempat melakukan sarapan pagi di Kantin. Terpaksa aku harus menahan lapar walaupun tadi masih sempat makan sepotong roti.

Siangnya aku langsung menuju Kantin Kampus karena terdorong rasa lapar perut yang keroncongan. Suasana Kantin begitu ramai oleh mereka yang makan siang. Mahasiswa dan dosen berbaur menikmati hidangan mereka. Kantin Kampus ini sangat representative untuk kebutuhan mahasiswa dan para dosen di Kampus ini.

Hanya dalam sekejap, hidangan makan siangku habis. Terbayar sudah rasa lapar yang menyiksa.

"Hai Mas Hen!" Seseorang menyapaku. Di depanku berdiri seorang gadis tinggi semampai dengan hiasan senyum di bibirnya. Mikayla Angela.

"Hai Kayla!" Aku masih gugup menatap gadis itu.

"Boleh aku duduk menemani Mas?" Aku mengangguk sambil menarik kursi lalu menyilakan Kayla.

"Saya pesankan makan ya." Aku menawarkan makan siang.

"Tidak usah Mas. Terimakasih. Saya sudah makan tadi." Ujar Kayla sambil tersenyum ramah.

"Bagaimana skripsimu?" Tanyaku.

Tempo hari ketika bertemu di Perpustakaan Pusat, Kayla penah bercerita sedang mencari literature untuk melengkapi skripsinya.

"Masih belum kembali draftnya dari Pembiming. Mas Hen kapan wisuda? Bidang spesialisasi apa yang diambil?" Kayla balik bertanya.

"Spesialisai penyakit dalam. Maunya wisuda secepatnya."

"Iya cepat wisuda, kasihan calonnya sudah menunggu," kata Kayla mulai memancing. Gadis ini sangat terbuka, bukan gadis pemalu. Tapi bagus juga sih. Kalau aku ketemu gadis pemalu jadinya gimana, aku sendiri orangnya pemalu.

"Wah calon siapa?"

"Calon istri dong," suara Kayla semakin merajuk. Apalagi disertai senyum agak nakal. Ini yang membuat aku semakin gugup.

Aku baru teringat jam satu siang ini ada kegiatan di Rumah Sakit bersama dokter Hambali.

Maka aku dengan terburu-buru berpamitan kepada Mikayla. Gadis ini masih sempat memberikanku alamat kost nya dan mengharapkanku datang sewaktu-waktu.

Sungguh aku tidak menyangka semakin aku berusaha untuk melupakannya tapi ternyata gadis itu selalu hadir dan hadir di hati ini. Sebenarnya aku tidak percaya andai saja benar aku jatuh cinta kepada Mikayla Angela.

Lebih tidak percaya lagi, jika benar Kayla jatuh cinta padaku. Absurd. Gadis "modern" kekinian seperti Mikayla mau menerima cinta seorang tradisonal sepertiku.  

Pertemuan kedua yang membawa kejutan. Apakah ada pertemuan ketiga, ke empat dan seterusnya? Aku tidak terlalu berharap banyak selama aku belum mendapatkan kepastian siapa sebenarnya Mikayla Angela.

@hensa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun