"Iya!" Jawab Reza sambil tangannya memegang tanganku dengan gemetar.Â
Kami menghampiri Malayeka sambil meresapi setiap ayat-ayat Quran yang dibacakannya. Reza memegang tanganku semakin gemetar dengan keringat dingin.Â
Selesai mengaji aku memberi salam kepada Malayeka. Dia membalas salamku, menatapku dengan tatapan teduh dan damai dan senyum ramah menghiasi bibirnya.Â
Kemudian Malayeka menatap Reza yang semakin gemetar ketakutan. Keringat dingin bercucuran di wajahnya yang semakin pucat. Aku melihat Malayeka tersenyum kepada Reza tapi sahabatku ini tambah ketakutan. Reza akhirnya pingsan menahan rasa takut yang sangat hebat.Â
Malayeka sebelum menghilang, dia berpamitan padaku dengan mengucapkan salam dan senyum ramah.Â
Hingga saat ini aku masih belum mengerti mengapa Reza pingsan saat bertemu Malayeka. Mungkin benar apa yang dikatakan Ustad Hakim. Tetapi aku tidak pernah membenarkannya.
Esoknya, di Gerbang Pesantren itu Kakek sudah menungguku untuk menyambut kebebasanku. Aku menghampiri Kakek dan memeluknya. Pelukan kemerdekaan dan kemenangan menundukkan diri sendiri.Â
Teriring salam untuk Reza dan Malayeka @hensaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H