Aku melihat wajah yang teduh dan lembut itu kelihatan lelah didera duka. Listya, andaikan aku bisa membuat wajah itu kembali ceria dan bahagia. Andaikan.Â
Sabtu ini aku menghabiskan waktuku di Laboratorium. Penelitianku tentang tanaman obat masih belum selesai. Sudah kukerjakan beberapa tahap penelitian dan sekarang adalah masuk ke tahap identifikasi senyawa gugus fungsional kimianya.Â
Dalam penelitian ini aku melibatkan beberapa mahasiswa tingkat skripsi untuk mengerjakan beberapa bagian dari penelitian ini. Data hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk bahan skripsi mereka tentu saja dengan seizinku sebagai Pembimbing mereka.
Dulu waktu Listya menyusun skripsinya juga menggunakan sebagian dari data penelitianku. Dosen yang bergelar Profesor sepertiku memang dituntut aktif melakukan penelitian-penelitian untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan yang lebih luas.
Rencananya hasil hasil penelitian ini mau disajikan dalam Seminar International tentang Tanaman Obat Tradisional di Denpasar bulan depan. International Conference Research On Traditional Complementary & Alternative Medicine In Health Care.
Dalam seminar seperti ini banyak dijumpai ide-ide brilian dari para ahli. Aku sendiri beberapa tahun terakhir ini sedang mendalami tentang obat obat tradisional yang tanaman obatnya melimpah ruah di jagad Nusantara ini.
Beberapa penemuanku mengenai tanaman obat sudah banyak di publikasikan di beberapa Jurnal Ilmiah baik Nasional maupun International.
Sudahlah. Sementara stop dulu pembicaraan tentang tanaman obat yang sudah banyak kutemukan. Hanya ada satu obat yang sampai sekarang belum bisa kutemukan yaitu obat rindu kepada teman hidup.
Ada dua wanita yang selalu aku rindukan setiap saat yaitu Daisy Listya dan Kinanti Puspitasari. Mereka sudah menjadi dilemma serius yang harus aku hadapi.
Suasana Ruang ICU sebuah Rumah Sakit di Malang itu sunyi senyap. Rizal Anugerah terbaring lemah tak berdaya. Â