Aku di ruang kerjaku masih termangu. Memegang ponsel sambil membaca berulang-ulang pesan melalui ponsel dari Kinanti tempo hari.
"Kadang aku merasakan cintamu seperti yang pernah kau katakan dulu padaku. Kadang pula aku ingin meraih cintamu itu namun aku menyadari aku tidak layak menerima cintamu karena ada cinta yang jauh lebih luhur untukmu yaitu cinta Daisy Listya"
Mungkin hanya kalimat-kalimat ini yang sekarang bisa menghiburku. Bagiku ini sangat berharga karena aku bisa merasakan ternyata Kinanti juga mencintaiku.
Hanya saja Kinanti merasa tidak layak cintanya harus disamakan dengan cinta Daisy Listya yang dianggapnya jauh lebih tulus dan lebih luhur daripada cintanya.
Namun apakah mungkin aku masih bisa meraih cinta Daisy Listya? Jelas tidak mungkin. Sebenarnya yang paling mungkin adalah aku bisa meraih cinta Kinanti Puspitasari.
Tapi kenapa Kinanti masih juga tidak mau membuka hatinya untukku? Terakhir aku ketahui bahwa Intan, putrinya lebih merestui diriku sebagai teman hidupnya namun kenapa Kinanti memilih Eko?
Dalam dua hari ini aku kembali berada di Bandung. Menjadi Pembicara dalam Seminar Farmasi Universitas Pajajaran di Jatinangor.
Aku teringat kalau Intan sekarang kuliah di Kampus ini. Mumpung aku masih ada di sini, maka kucoba menghubunginya melalui nomor selulernya.
"Hallo! Om Alan," suara seorang gadis menjawab panggilan ponselku.
"Intan bagaimana kabar?"
"Alhamdulillah baik Om. Bagaimana dengan Om Alan sendiri? Kok lama gak pernah telpon ke Bandung?" Mendengar ini aku hanya tertawa.