"Alan jangan berlebihan ah. Tapi Al, kamu juga tidak banyak berubah dari dulu tetap ganteng. Tentunya sekarang cintamu sudah kau berikan kepada seorang wanita saja. Dulu waktu SMA cewekmu banyak. Hanya aku yang tidak jadi korbanmu," kata Kinanti sambil tertawa.
"Kinan zaman SMA dulu hanya tinggal nostalgia jangan kuatir sekarang Alan sudah menjadi orang yang hanya punya satu wanita, tapi poligami kan dibolehkan oleh agama," kataku.Â
Kami kembali tertawa dan tidak memperpanjang pembicaraan apalagi beralih menjadi diskusi tentang poligami wah bisa berdebat dengan Kinanti satu hari sendiri.
"Al aku sekarang sudah punya anak satu, seorang gadis masih kelas 3 SMA tapi ayahnya sudah meninggal. Ngomong-ngomong kamu jadinya sama siapa? Arinta, Rina, Jesica, Eva, Dian, Linda, Ana...ha ha ha cewek-cewekmu masih ada dalam daftarku. Buntutmu sudah berapa? Dulu kamu pernah bilang mau bikin anak yang banyak," Suara Kinanti bercanda.
Aku hanya tertawa dan geleng-geleng kepala ketika Kinanti menyebut nama-nama gadis yang pernah menjadi pacarku. Masa-masa SMA yang penuh dengan keindahan.
Aku tadi terkejut ketika Kinanti mengatakan bahwa suaminya sudah meninggal.
"Oh Kinan, aku turut berduka cita ya. Kapan suamimu meninggal?" Tanyaku sangat hati-hati.
"Terima kasih Al. Suamiku meninggal 3 tahun yang lalu karena terkena kanker pencernaan. Mungkin itu yang terbaik untuknya, untukku dan anakku. Kami harus menerima dengan ikhlas keputusunNya. Oh ya kamu belum jawab pertanyaanku?" kata Kinanti membelokkan arah pembicaraan.
"Pertanyaan yang mana?" Tanyaku pura-pura lupa.
"Anakmu berapa?" tegas Kinanti sambil matanya memandangku tajam. Â
"Aku belum menikah!" Kataku mantap.