Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Dasar Wanita!

10 Juli 2020   17:08 Diperbarui: 10 Juli 2020   22:45 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gadis Idaman (Foto Unsplash.com/Sean Kong)

Memang sudah lama sekali. Empat puluh empat tahun yang lalu.  Kita ditakdirkan kembali bertemu. 

Memandang wajahmu tidak banyak yang berubah. Masih seperti gadis manis semampai berambut panjang. 

Kamu masih seperti dulu, sama seperti saat berusia 15 tahun waktu itu dan aku 16 tahun. 

Memandang wajahmu, aku jadi teringat surat cinta yang aku buat untukmu, surat cinta yang pertama kali aku buat dengan bersusah payah. 

Bermalam-malam merangkai kata dan kalimat agar indah dibaca. Berlembar-lembar kertas aku robek karena aku ragu dengan surat pertama yang aku buat ini. 

Pada pagi saat aku bertemu denganmu di depan kelas namun aku ragu memberikan surat ini.  

"Hai Hen!" Kamu menyapaku sambil tersenyum.  

"Hai Rika!" Kataku yang keluar dari bibirku  hanya itu. 

Dan surat itu masih belum aku berikan padamu. Maka ketika bel masuk berbunyi akhirnya kita menuju kelas masing-masing. Hilanglah sudah kesempatan baik itu. 

Aku kembali harus menunggu kapan surat itu harus kuberikan padamu. Akhirnya buku Sejarah yang telah menolongku mengantarkan surat itu kepadamu. 

Dua hari kemudian buku Sejarah itu kembali padaku terselip di dalamnya surat balasanmu. Berdegup jantungku ingin segera membuka balasan suratmu semoga cintaku mendapat sambutanmu. 

Itulah cerita empat puluh empat tahun yang lalu. Memang sudah lama sekali. Ternyata kini kita ditakdirkan kembali bertemu. Disini. Di hadapanku ada sosok gadis yang dulu aku kagumi. 

"Erika ingatkah dengan surat yang kuselipkan di buku Sejarah itu?" 

"Tentu ingat Hen. Aku tidak akan pernah lupa." 

"Kenapa begitu?" 

"Karena kau adalah lelaki yang pertama mengutarakan cinta dan juga lelaki yang pertama cintanya kutolak." Erika tersenyum manis

Aku tertawa, kamu tertawa dan kita tertawa. Menertawakan surat cinta dari bocah lelaki usia 16 tahun kepada gadis kecil 15 tahun. 

Memang sudah lama sekali. Empat puluh empat tahun yang lalu.  Kita sekarang bertemu di sini saat kita sudah renta. 

Rambut beruban namun masih mampu tersenyum, penuh dengan harapan bahagia.   

"Berapa cucumu Rika?"Tanyaku. 

"Kamu sendiri berapa?" Katamu balik bertanya. 

"Aku? Jangankan cucu, anakpun tak punya. Jangankan anak, istripun tak punya. Jangankan istri pacarpun tak punya." Jawabku tegas penuh percaya diri. 

"Hah, kamu belum menikah Hen?" Tanya kamu kaget. Aku hanya tersenyum kecut kena ledekanmu. 

Anehnya ternyata kamu sendiri juga malah senyum-senyum sambil memandangku. Ada yang aneh dengan dirimu.

"Rika kenapa senyum-senyum begitu?" 

"Enggak apa-apa. Aku hanya ingin meralat suratku 44 tahun yang lalu." 

"Maksudmu?" Tanyaku terheran-heran. 

"Iya meralat karena sebenarnya aku juga mencintaimu Hensa." Katamu sambil tersenyum menawan. 

"Apaaaaaaa?" Aku terbelalak sambil melongo.  

"Iya aku mencintaimu. Aku juga masih sendiri." Kata Erika memandangku dengan mata indahnya yang tajam. Aku masih merasakan kecantikan wajah Erika pada usia senjanya.  

Sungguh Erika aku hanya terpaku di hadapanmu dan kamu hanya tersenyum. Kurang ajar 44 tahun kamu meralat surat cinta yang aku kirim kepadamu.  

Dasar wanita. 

@hensa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun