Pemanfaatan bioetanol di beberapa negara sudah berjalan lama. Bioethanol digunakan sebagai campuran bahan bakar mesin bensin (BBM).Â
Beberapa Negara seperti: Brazil, Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa dan Australia, yang telah mencanangkan pemanfaatan etanol sebagai campuran bahan bakar minyak.
BACA JUGA : Â Sekilas tentang "Sweet Sugar" (3): Penanganan Limbah Kimia dari Laboratorium Lingkungan
Mereka sudah memanfaatkan lebih dari 60% dari kebutuhan total konsumsi etanol di dunia. Terutama Brazil merupakan negara yang sudah lama menggunakan bioetanol sebagai campuran BBM kendaraan.
Saat ini Indonesia dipandang sudah sangat perlu untuk memulai pemanfaatan bioetanol sebagai campuran bahan bakar minyaknya.Â
BACA JUGA : Sekilas tentang "Sweet Sugar" (5): Teknologi Kompos dari Limbah Padat Pabrik Gula
Apabila dalam perhitungan kasar sekitar 20% saja dari total kebutuhan BBM tersebut disubstitusi dengan bioetanol, maka terbuka peluang pasar bioetanol sebesar 6,68 milyar liter per tahun.Â
Jumlah tersebut sangat prospektif dalam diversifikasi tanaman tebu, sehingga terbuka peluang yang besar untuk pengembangan agro industri nasional dan peningkatan kesejahteraan petani tebu.Â
Walaupun saat ini masih dubutuhkan informasi yang dapat digunakan sebagai referensi untuk pengembangan pemanfaatan bioetanol sebagai campuran bahan bakar mesin bensin secara luas di Indonesia.
Negara yang sudah rutin menggunakan campuran bioetanol dalam BBM kendaraan adalan Brazil. Mungkin Indonesia bisa banyak mencari informasi dan kerja sama dengan Brazil sebagai mitra dalam mengembangan bioetanol.
Bioetanol dari Tetes Tebu
Tebu merupakan salah satu bahan baku potensial untuk bioetanol dibandingkan dengan jenis tanaman yang lain.Â
Kajian pustaka menyebutkan bahwa batang tebu mengandung air sebesar 73-76%, bahan padat total sebesar 24-27% padatan  terlarut sebesar 10-16% dan serat kering sebesar 11-16%.Â
Bahan padatan terlarut mengandung gula sebesar 75-92% yang merupakan gula yang mudah difermentasi (fermentable sugar) sehingga dalam proses pengolahan selanjutnya menjadi bioetanol tidak lagi memerlukan perlakuan pendahuluan.
Bioetanol adalah nama populer yang dikenal di masyarakat akhir akhir ini merupakan jenis alkohol atau etanol yang dihasilkan melalui proses fermentasi.Â
Bioetanol dihasilkan dari fermentasi gula monosakarida oleh khamir. Bahan baku untuk pembuatan bioetanol adalah bahan yang mengandung gula seperti nira tebu, molasses (tetes tebu), nira sorghum manis dan bahan berpati seperti jagung, gandum, biji sorgum, ubi kayu.
Proses fermentasi gula menjadi bioetanol biasanya menggunakan khamir (yeast) sebagai katalis biologis. Salah satu jenis khamir yang digunakan dalam fermentasi etanol adalah Saccharomyces cereviseae.
Fermentasi etanol dengan menggunakan khamir Saccharomyces cereviseae, kandungan awal gulanya dalam media fermentasi berkisar antara 14-16 persen dengan etanol yang dihasilkan berkisar antara 6,5 - 8%. Â
Di Indonesia pada umumnya memiliki kadar etanol dalam media hasil fermentasi berkisar antara 8 - 10% (v/v).Â
Memperhatikan komposisi tetes tebu, maka disamping mengandung gula sebagai sumber karbon juga mengandung beberapa mineral esensial bagi pertumbuhan mikroorganisme seperti Magnesium, fosfat, nitrogen, kalium dan sulfur.Â
Karbon diperlukan oleh khamir sebagai sumber enersi disamping beberapa senyawa organik lainnya seperti kalium akan mendorong konsumsi substrat lebih optimal sehingga kebutuhan enersi terpenuhi.Â
Berbeda dengan tanaman yang dapat mengambil enersi dari proses fotosintesis maka khamir memperoleh enersinya melalui oksidasi senyawa-senyawa kimia yang disebut Kemotrof.Â
Perbedaan jenis gula sukrosa, glukosa dan fruktosa sangat berpengaruh terhadap proses fermentasi.Â
Misalnya sukrosa tidak dapat langsung dapat dikonsumsi sebagai substrat oleh sel  sebelum terlebih dulu diinversi menjadi gula invert oleh enzim invertase yang dihasilkan secara eksternal oleh Saccharomyces sp.Â
Beberapa mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik dalam medium garam mineral sederhana.Â
Tetapi untuk khamir disamping garam mineral juga dibutuhkan senyawa-senyawa biokimia spesifik karena khamir tidak mampu mensintesa seluruh komponen biokimianya seperti vitamin dan asam amino.
Teknologi Fermentasi Bioetanol
Pabrik pabrik bioetanol di Indonesia sebagian besar masih mempergunakan teknologi proses yang konvensional.Â
Pada proses konvensional ini, fermentasi bioetanol dilakukan dalam sejumlah fermenter yang disusun secara batch.Â
Proses ini memerlukan lahan yang luas untuk menempatkan sejumlah fermenter tersebut. Dengan kebutuhan waktu yang diperlukan untuk proses fermentasi antara 30 -- 70 jam.Â
Selain itu teknologi lain yang juga dapat digunakan dalam fermentasi bioetanol adalah proses Usines de Melle yaitu suatu sistem fermentasi yang memiliki tahapan pemisahan mikroorganisme (khamir) sebelum menuju tahap lanjut proses destilasi.Â
Sel khamir yang dipisahkan tersebut dapat dipergunakan dalam proses fermentasi berikutnya sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi.Â
Proses Usine de Melle menggunakan dua buah fermenter secara batch dan sebuah tanki untuk bibit sehingga dapat menghemat investasi dan luas lahan.Â
Jumlah inokulum yang digunakan lebih besar dibandingkan dengan proses konvensional dengan pemakaian pendinginan yang baik dan sedikit aerasi pada tahap-tahap awal fermentasi.
Waktu yang diperlukan untuk proses fermentasi antara 8 - 9 jam dengan menghasilkan kadar etanol fermentasi sekitar 8% v/v. Â Â
Namun demikian, proses Usines de Melle memerlukan proses pendahuluan terhadap tetes sebagai bahan baku pada Molasses clarifier menggunakan asam sulfat dan pemanasan untuk proses penjernihan bahan.Â
Selain itu juga diperlukan tanki penimbun tetes jernih dan tanki pencuci khamir. Â Â
Teknologi fermentasi yang lain yaitu proses fermentasi yang dikenal dengan nama proses Arroyo dan Biostill.Â
Dalam proses Arroyo dilakukan dengan perlakuan terhadap adonan fermentasi melalui proses klarifikasi dan pasteurisasi.Â
Proses tersebut bertujuan untuk meningkatkan ratio gula terhadap abu sehingga semakin banyak jumlah gula yang dapat difermentasi dan meningkatkan kadar bioetanol pada akhir fermentasi.Â
Proses Biostill yang pertama kali dikembangkan oleh Alfa-Laval Swedia pada tahun 1981 adalah suatu proses yang merupakan kombinasi fermentasi dan pemisahan etanol secara kontinyu.Â
Pada proses ini dipergunakan tetes dengan kadar kepekatan antara 40 - 50 brix sehingga pada proses Biostill ini diperlukan khamir yang mampu bertahan pada lingkungan dengan tekanan osmosa yang tinggi.Â
Kadar bioetanol yang dihasilkan secara kontinyu dipertahankan pada kadar 5%. Keuntungan dari proses ini adalah fermentasi berlangsung dengan resiko yang lebih kecil terhadap adanya produk samping seperti gliserol karena terhambat oleh pembentukan bioetanol yang kontinyu dan konstan.Â
Selain itu, penggunaan substrat dengan kadar yang pekat bertujuan untuk membantu memecahkan masalah vinase sebagai limbah cair proses yang memiliki potensi pencemar.Â
Penggunaan substrat tetes dengan brix yang pekat dapat menghasilkan volume vinase berkisar antara 3 - 5 liter per liter bioetanol yang dihasilkan dan ini berarti dapat mereduksi sebesar 70% dari vinase yang dihasilkan oleh proses konvensional sekitar 10 - 15 liter per liter bioetanol yang dihasilkan.Â
Keuntungan lain dari proses Biostill adalah vinase yang dihasilkan memiliki kepekatan sekitar 55% (w/w) sehingga akan lebih mudah penanganan selanjutnya dibandingkan dengan vinase cair.
Peran Mikroorganisme.
Dalam fermentasi etanol, mikroorganisme yang sangat berperan pada umumnya adalah dari jenis khamir yaitu Saccharomyces sp.
Selain khamir juga jenis bakteri dapat digunakan sebagai inokulum untuk fermentasi etanol.Â
Jenis bakteri yang bisa digunakan untuk memproduksi bioetanol yaitu bakteri Zymomonas mobilis.Â
Menurut penelitian tersebut Zymomonas mobilis memiliki kecepatan pertumbuhan spesifik yang relatif tinggi dalam memproduksi bioetanol.Â
Bakteri ini dapat tumbuh dalam lingkungan anaerob sehingga tidak diperlukan oksigen untuk pertumbuhan populasinya.Â
Keberhasilan fermentasi dipengaruhi oleh jenis strain karena perilaku genetik berperan besar terhadap kemampuan suatu mikroba dalam pertumbuhannya dan melakukan sintesa suatu produk.Â
Selain itu, faktor lingkungan seperti temperatur, pH dan nutrisi juga berpengaruh terhadap pertumbuhan mikrobial.Â
Mikroba yang umum digunakan untuk produksi bioetanol secara komersil adalah dari jenis khamir Saccharomyces cerevisiae dan S.carlsbergensis.Â
Species-species tersebut menurut klarifikasinya termasuk ke dalam kelas Ascomycetes, ordo Endomycetes, famili Saccharomycetaceae dan genus Saccharomyces.Â
Produksi bioetanol sudah dilakukan oleh perusahaan perkebunan tebu dan swasta. Setidaknya ada dua pabrik bioetanol yang beroperasi di Jawa TimurÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H