Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Aksi Pembebasan Napi oleh Yasonna Laoly dan Solusi Wali Kota Solo

21 April 2020   06:50 Diperbarui: 21 April 2020   10:14 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menteri Yasonna Laoly membebaskan para napi namun beberapa diantara mereka kembali kambuh berbuat kriminal. Kemudian justru Wali Kota Solo ini yang memberikan solusi. Sebenarnya apa yang terjadi?

Di tengah darurat kesehatan Nasional karena pandemi virus corona, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumkam) telah membebaskan total sebanyak 38.822 narapidana melalui program asimilasi dan integrasi.

Jumlah tersebut dengan rincian napi yang bebas melalui program asimilasi sebanyak 35.738, sedangkan dari program binaan sebanyak 903 orang. Sementara itu, untuk program integrasi, napi yang dikeluarkan sebanyak 2.145 orang dan binaan sebanyak 36 orang.

Tidak satupun diantara mereka yang merupakan pelaku tindak pidana korupsi. Yasona Laoly mematuhi perintah Presiden Jokowi untuk tidak membebaskan para Koruptor tersebut. 

Sebelumnya ada wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sehingga para napi koruptor bisa dibebaskan. Namun reaksi masyarakat menolak hal tersebut.

Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerjasama Kemenkumham Bambang Wiyono memastikan bahwa wacana itu dihentikan karena Presiden dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan menyatakan tidak berencana merevisi PP tersebut (Kompas.com 6/4/20).

Kita harus bisa memaklumi kapasitas Lapas di Indonesia ini sangat terbatas. Tingginya tingkat hunian Lapas ini yang menyebabkan kondisi yang sangat rentan pada penyebaran virus corona, Vicod-19 yang mematikan. 

Membebaskan mereka dengan persyaratan tertentu tentu saja adalah tindakan terpuji dari Pemerintah.

Kendati demikian hal itu ternyata belum cukup karena dari fakta di lapangan para napi tersebut beberapa diantaranya kembali berbuat tindak pidana. 

Beberapa kasus  yang terjadi seperti pencurian sepeda motor, pengedaran narkoba. Akibatnya dipastikan ada 12 napi yang dicabut hak asimilasinya karena kembali melakukan kejahatan.

Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri, Komisaris Jenderal Agus Andrianto menyatakan bahwa program asimilasi napi saat pandemi Corona bisa memicu masalah keamanan baru. Salah satunya, karena napi-napi itu akan kesulitan mencari pekerjaan.

Pernyataan Kepolisian itu adalah fakta yang terjadi. Bagaimanapu masyarakat kita memiliki kesan yang negative kepada para napi tersebut. 

Masyarakat kita belum bisa mau menerima sepenuhnya para napi ini di tengah-tengah mereka. Inilah kendala mereka untuk mendapatkan pekerjaan dalam menopang hidup mereka.

Tentang kejahatan yang dilakukan oleh para napi yang baru saja bebas adalah hal yang seharusnya bisa diperhitungkan oleh penentu kebijakan dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM. Mereka butuh makan dalam kesehariannya dan pekerjaan untuk menunjang hal tersebut.

Yasonna Laoly sebagai Menkumham tidak pernah memberikan jalan keluar sebagai solusi untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi bagi napi yang dilepas. 

Bagi sebagian besar napi tersebut pasti merasakan lebih baik hidup di penjara karena mereka sudah mendapat jaminan makan setiap harinya ketimbang bebas namun tidak ada kepastian hidup.

Hingga kini Menteri Yasona tidak memberikan pernyataan apapun terhadap beberapa insiden para napi yang kembali kambuh melakukan tindakan kriminal. Justru solusi itu datang dari Wali Kota Solo.

FX Hadi Rudyatmo meminta data para narapidana yang dilepas terkait program asimilasi akibat pandemi Virus Corona dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). 

Data itu akan dipakai sebagai basis dalam pemberian bantuan sosial agar napi sehingga bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka dan tisak mengulangi perbuatan kriminal.

"Kalau kita dapat datanya kan enak. Warga saya yang dipulangkan dari lembaga pemasyarakatan itu siapa saja, toh? Saya kan bisa beri bantuan dari dana tanggap darurat. Syukur-syukur bisa memberi pekerjaan atau bantuan modal," kata Rudy, seperti dilansir CNNIndonesia.com (20/4/20).

Seharusnya dari awal Kemenhumkan sudah memprediksi akibat dari pelepasan para napi tersebut ke tengah-tengah masyarakat. Sebenarnya kembali pada persoalan komunikasi dan kordinasi antara Pusat dan Daerah.

Program pembebasan ribuan napi tersebut harus disertai kerja sama dengan daerah asal napi yang dibebaskan dengan memberikan data mereka. Seperti yang akan dilakukan Pemerintah Kota Solo sebagai contoh bagi daerah lainnya. 

Jika hal ini direncanakan dengan baik dan terukur, maka tidak akan terjadi para napi yang kambuh lagi melakukan tindak pidana kriminal.

Kembali menjadi catatan bahwa para pejabat kita ini memiliki komunikasi dan kordinasi yang sangat memprihatinkan satu sama lain. Jangankan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di dalam jajaran Pemerintah saja kadang kala terjadi komunikasi yang tidak terjalin dengan baik.

Semoga pandemic Covid-19 ini cepat berlalu. Tetap tinggal di rumah dan tetap sehat selalu.

Salam hangat @hensa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun