Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perlukah KRL Dihentikan? Ini Bukti Pentingnya Komunikasi

20 April 2020   07:56 Diperbarui: 20 April 2020   08:06 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penumpang KRL (Foto ANTARA/Fakhri Hermansyah)

Luhut Binsar Panjaitan (LBP) sebagai Menteri Perhubungan ad interim menggantikan sementara Budi Karya Sumadi yang terjangkit paparan Vicod-19, sosok satu ini semakin menjadi pembicaraan banyak orang karena kebijakannya yang sering kali dianggap  "menghebohkan".

Sebagian orang menganggap heboh dengan kebijakannya tidak mengizinkan Kereta Rel Listrik (KRL) tidak beroperasi. Gubernur Jabar dan jajaran pemda Bogor, Depok dan Bekasi mengusulkan kepada Kemenhub agar operasional KRL dihentikan selama daerah mereka menjalankan program PSBB. Hal tersebut dilakukan untuk memutus paparan virus corona yang mungkin terjadi di antara penmpang KRL.

Memang wajar dan masuk akal jika ada kekhawatiran terjadi penularan jika KRL tetap beroperasi selama PSBB. Fakta di lapangan menunjukkan jumlah penumpang tak berkurang signifikan selama masa PSBB tersebut.

Beberapa waktu lalu Luhut pernah mengatakan bahwa PSBB itu bukan lock down yang tidak akan diberlakukan di Indonesia. PSBB itu diartikan sebagai pembatasan bukan penghentian total. Terkait dengan kebijakan transportasi juga demikian yaitu pembatasan dan bukan penghentian moda transportasi.

Saya yakin para Kepala Daerah sudah mengetahui tentang hal ini jadi sudah seharusnya mereka tidak perlu berpolemik di media. Medai sendiri termasuk media televisi yang sering menyiarkan live tentang polemik kepala daerah dengan LBP akan semakin gencar sekedar mengejar rating.

Pernah ada Live dari sebuah televisi swasta mewawancara Bupati Bogor yang membahas tentang penolakan LBP tersebut. Namun bagusnya LBP tanpa banyak bicara di media tentang keputusannya KRL tetap beroperasi.

Padahal apa yang dilakukan LBP itu merupakan perwujudan dari PSBB itu sendiri yaitu pembatasan operasional KRL bukan penghentian total.  Pada Pasal 59 ayat (3) disebutkan bahwa PSBB paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Sekali lagi itu adalah pembatasan.

Tidak bisa dibayangkan gejolak yang terjadi jika KRL operasionalnya dihentikan tiba-tiba. Para kepala daerah itu pasti tahu risiko yang harus dihadapi jika hal itu terjadi. 

Maka sebaiknya mereka duduk bersama membicarakan strategi cerdas dengan Kementrian terkait untuk melakukan program pembatasan transportasi ini.

Penghentian KRL akan membuat banyak orang tidak bisa bekerja. Mereka adalah para pekerja di sektor usaha yang masih diizinkan beroperasi selama PSBB yang tersebar di daerah penyangga ibu kota seperti Depok, Bekasi, hingga Bogor dan Tangerang.

Pada prakteknya di lapangan, pembatasan tersebut sering terjadi pelanggaran karena memang tidak mudah diterapkan. Misalnya tidak efektinya pembatasan jumlah penumpang angkutan umum yang telah diterapkan sebelumnya. Karena tetap saja masih banyak warga yang melanggar. Namun demikian masih bisa dilakukan solusi  tanpa harus menghentikan total operasional KRL.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun