"Aku hanya melakukannya di Jogging track halaman depan. Tidak menuju ke perbukitan terlalu capek." Kata Aina sambil tersenyum manis namun dibalik senyum itu ada terselip kelelahan batin yang luar biasa.
Aina Alma sudah 3 bulan lebih dulu menjalani rehabilitasi daripada programku. Gadis ini nampak rapuh dan itu terbukti pada saat pertemuan pagi berikutnya Aini mencurahkan isi hatinya sambil menangis.
"Hen sungguh aku merasa iri denganmu. Hampir setiap dua pekan selalu dijenguk orang tuamu. Orang tuaku hanya sekali itu saat mengantar pertama kali ke tempat ini. Setelah itu aku dibuang begitu saja," suara Aina Alma terdengar sendu disela-sela isaknya. Â
Aina bahkan jujur mengatakan bahwa dirinya sangat beruntung bisa bertemu dengaku. Karena dia merasakan bahwa aku adalah tempat yang baik untuk mencurahkan isi hatinya.
"Hen. Maafkan aku sudah membuatmu repot untuk mendengar seluruh keluhku." Kata Aina Alma suatu pagi di Bukit Utara itu. Aku hanya tersenyum sambil menenangkan dirinya agar selalu tabah menghadapi setiap cobaan ini.
Aku kadang merasa aneh sendiri. Sama-sama sebagai peserta rehabilitasi namun bedanya kedua orang tuaku selalu memberikan support dan semangat untuk terus berjuang keluar dari dunia jahanam ini. Berbeda dengan Aina Alma, orang tuanya tidak pernah mempedulikannya. Bahkan Aina merasa dirinya dibuang di tempat ini.
Aku merasakan Aina mengalami depresi sangat berat. Dalam kondisi seperti itu kasih sayang orang tua sangat dibutuhkan. Bersyukurlah aku masih memiliki Ayah Ibu yang penuh perhatian. Tidak pernah menyalahkan segala kesalahan besarku mengenal narkotika terkutuk itu. Sehingga saat aku terjerumus, Ayah Ibu lah yang kembali mengangkat kehormatanku.Â
Pernah suatu pagi aku dikejutkan berita ada seorang peserta rehabilitasi yang melakukan percobaan bunuh diri. Langsung aku teringat kepada Aina Alma. Namun ternyata aku lega pagi itu aku masih bertemu Aina di Bukit Utara itu.
"Iya benar Hen. Untungnya petugas berhasil memergokinya. Katanya dia adalah seorang selebriti." Kata Aina menjelaskan. Aku hanya tertegun lalu aku mengemukakan perasaan khawatirku kepada Aina. Gadis itu hanya tertawa kecil. Belum pernah aku melihat dia tertawa seceria itu.
"Hen terima kasih atas rasa khawatirmu. Aku merasa lebih baik sejak berkenalan denganmu." Penjelasan jujurnya ini membuat diriku merasa tersanjung. Padahal aku juga masih butuh dukungan dari orang lain.
"Aina jangan berlebihan. Aku hanya sekedar mendengarkan segala keluhanmu dan berbagi perasaan denganmu. Aku juga masih butuh dukungan untuk menjadi lebih baik." Kataku mencoba bijak menanggapi kata-kata Aina.