Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Tangga Perpustakaan Kampusku

25 Juli 2019   14:04 Diperbarui: 18 Desember 2023   15:09 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Asyik amat kau ?" kataku menyapa. Alan sedang membaca buku Food Chemistry nya Meyer. Rupanya dia mau ujian ulang karena mata kuliah ini nilainya masih belum lulus.

"Duduk sini Hensa !" katanya sambil menutup Meyernya.

"Bagaimana kabarmu sobat?. Kau tahu, ketika kudengar Erika bertunangan dengan dokter itu, seakan akan dunia ini sudah kiamat, " katanya lagi. Aku tertawa sumbang sementara Aini disebelahku hanya tersenyum.

"Tidak perlu kiamat jika hanya ditinggal seorang gadis. Iya kan Hensa?" komentar Aini terhadap perkataan Alan. Aku mengangguk sambil tertawa namun tawaku terasa getir.

"Itu hanya sebuah kisah Al. Mungkin kini sudah saatnya berakhir ," kataku perlahan seolah jiwaku merasa kuat tapi sebenarnya sangat rapuh.

"Ya benar kita harus berani menghadapi kenyataan. Erika kemarin mencurahkan semua isi hatinya padaku. Aku tak dapat berkata apa-apa kecuali seperti yang aku katakan padamu Hensa!" kembali suara Aini penuh dengan petuah positif.

Aku senang bersahabat dengan Aini. Kata-katanya selalu mengandung hikmah. Layaklah Aini mengenakan jilbab dan busana muslimah yang sopan. Namun demikian penampilan Aini menurutku cukup modis tidak ketinggalan zaman bahkan aku melihat gadis ini memiliki kecantikan yang khas dengan jilbab dan busana muslimahnya. 

Kecantikan Aini penuh dengan aura keindahan, keramahan, kedamaian dan kesejukkan. Kecantikan yang alami. Lihat senyumnya. Rasanya aku belum pernah melihat senyum semanis dan sesejuk itu. Seakan-akan senyum itu ada dimana-mana membawa keramahan hatinya.

"Kalian saling mencintai bukan ?" tanya Alan kepadaku.

"Tentu saja Al," kata Aini yang malah menjawab pertanyaan itu sambil menoleh kepadaku.

"Seperti yang kalian lihat," kataku perlahan. Lalu aku mengajak pembicaraan segera saja diganti dengan topik yang lain karena semakin lama pembicaraan itu semakin membuat hati ini tersayat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun