Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyambut Ramadan yang Berbeda

5 Mei 2019   09:02 Diperbarui: 5 Mei 2019   09:05 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul tulisan tersebut adalah gambaran yang membuat suasana Ramadhan dalam 4 tahun terakhir ini sangat berbeda. Terutama suasana dalam lingkungan keluarga. Perbedaan itu adalah sudah 4 kali Ramadhan dan Lebaran tidak lagi bersama Ibunda tercinta. Beliau meninggalkan kami semua sejak 4 tahun yang lalu dengan segala kenangan yang sangat indah.

Bagi saya, Ibu adalah segalanya. Waktu kecil dulu, pada bulan Ramadhan ini kami diajarkan bagaimana membaca Al-Quran. Membaca Kitab Suci Allah pada Bulan Ramadhan memiliki nilai ibadah sangat tinggi. 

Teringat pula saat itu ketika kami menjalankan ibadah puasa sebagai pembelajaran yang sangat berarti. Ibu mengajari ibadah puasa berawal dari melakukan Puasa Bedug yaitu berpuasa namun boleh berbuka pada waktu Dhuhur.

Sebagai seorang anak berusia  7 tahun yang masih duduk di kelas satu Sekolah Dasar, pembelajaran puasa melalui puasa bedug adalah pembelajaran bertahap cara berpuasa. 

Saat itu pada awalnya betapa beratnya menahan agar tidak makan dan minum di siang hari walaupun hanya sampai waktu Dhuhur. Namun seiring waktu berjalan, semua kegiatan puasa bedug itu berjalan dengan baik.

Bahkan diakhir hari-hari bulan Ramadhan, puasa bedug tersebut dilanjutkan dengan puasa hingga Maghrib. Seusai buka puasa pada saat Dhuhur tersebut dilanjutkan berpuasa lagi hingga bedug Maghrib.

Malam harinya Ibu selalu mengajak kami untuk sholat Tarawih di Masjid terdekat. Melakukan ibadah sholat Tarawih dengan khusyu adalah kegiatan yang tidak mudah. Sebagai anak yang masih labil, kadang kala rakaat sholat Tarawih tersebut ada yang tidak ditunaikan dengan lengkap.

Saat Ibu mengetahui bahwa sholat Tarawih kami tidak lengkap maka Ibu senantiasa memberikan nasihat yang sejuk agar menjalankan shola dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan.

Kini Ibu telah tiada meninggalkan kami sejak 4 tahun yang lalu. Namun semua ajaran, nasihat dan petuahnya selalu mejadi kenangan yang sangat indah. Puasa bedug. Belajar membaca Al Quran. Sholat Tarawih. 

Semua itu adalah ajaran Ibu yang selalu menjadi kenangan yang tidak akan lekang oleh zaman. Ramadhan sudah ada di depan mata. Tidak terasa, rasanya seperti kemarin ini Ibu masih berada di tengah-tengah kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun