Minggu pagi denyut nadi Kota Bandung masih terasa menggigil kedinginan namun aku sudah berada di depan Gereja Katedral di jalan Merdeka yang dibangun tahun 1895 itu.Â
Erika selalu mengikuti Misa setiap Minggu pagi yang berakhir sekitar pukul 8.00 WIB. Aku seperti biasa menunggunya di seberang jalan Merdeka dekat Taman Balai Kota.Â
Pagi itu Erika berlari kecil menghampiriku dan duduk disampingku.
"Sudah selesai misa pagi ini Rika?" sapaku.Â
Erika hanya mengangguk sambil tersenyum. Pertemuan dengan Erika hanya bisa dilakukan di sini di Taman seberang Gereja Katedral.Â
Sejak hubunganku tidak direstui keluarga Erika, sangat jarang aku bisa bertemu dan melepaskan rindu seperti pada setiap Minggu pagi ini.
Di Sekolah, kami memang sekelas tetapi tidak begitu leluasa mengobrol sebebas saat di Minggu pagi ini.Â
Erika selalu diantar dan dijemput sopir pribadi  keluarganya. Saat jam istirahatpun sangat minim waktu untuk mengobrol.
"Hen kita mau menjalani hubungan seperti ini sampai kapan?" Â Kata Erika.Â
Mata indahnya tajam memandangku seolah memberi arti sangat dalam tentang cintanya. Jujur aku benar-benar tidak bisa menjawab pertanyaannya.
"Rika, sebenarnya aku lebih menyukai kalau kita harus berani menghadapi kenyataan. Kamu tidak boleh menolak apa yang sudah dipilih Ayah dan Ibumu."