Ada pemain yang mungkin bisa dijadikan pembelajaran bagi Egy Maulana Vikri untuk berkarir di negara sepakbola Eropa. Ia adalah Martunis, anak muda asal Aceh yang pernah mengikuti aktivitas sepakbola di klub Portugal. Saat ini Egy sudah menandatangani kontrak 3 tahun dengan klub Polandia, Lechia Gdanks (Goal.com 14/3/16). Simak pembelajaran apa yang dapat diambil dari pemain tersebut untuk karir Egy di Eropa. Â
Martunis adalah anak angkat Cristiano Ronaldo yang diundang ke Portugal untuk berkarier di Sporting Lisbon sebagai apresiasi Ronaldo kepada anak asuhnya yang selamat dari bencana tsunami Aceh tahun 2004. Martunis dibawa ke negara Semenanjung Iberia itu pada akhir Juni 2015 untuk belajar sepakbola di akademi Sporting Lisbon U-19.
CNNIndonesia.com (26/12/17) mewartakan bahwa perjalanan karier Martunis di Sporting Lisbon mandek karena pemain ini kesulitan beradaptasi di Portugal. Kendala utama Martunis adalah masalah bahasa, makanan, cuaca, dan postur. Munawardi, Sang Managerpun mengatakan bahwa sifat pemalu yang dimiliki Martunis telah membuat kariernya tidak berkembang. Walaupun Munawardi sudah memperingatkan hal tersebut kepada Martunis namun tetap saja tidak bisa mengubah kendala tersebut.
"Sebenarnya sejak ada di Portugal saya sudah sering peringatkan Martunis. Mungkin karena sifat pemalu, Martunis tidak cakap berkomunikasi. Jadi untuk urusan internal di mess dengan lapangan latihan saja, terkadang dia harus kontak saya dulu untuk melapor ke pengelola akademi," ujar Munawardi kepada CNNIndonesia.com (26/12/17).
Sebelum berangkat ke Portugal, Martunis sempat mendapat pembekalan kursus bahasa Portugis selama empat bulan, dan satu bulan kursus bahasa Inggris. Namun hal tersebut tidak banyak membantunya untuk beradaptasi dengan iklim sepakbola Eropa. Sebenarnya di Sporting juga banyak pemain yang berasal dari Afrika atau Brasil. Namun, tidak banyak yang bisa berbahasa Inggris. Tapi mereka tetap mampu menyesuaikan diri dengan cepat.
Bagi pemain yang berasal dari Brazil perkara bahasa bukan masalah karena mereka masih bisa menggunakan bahasa Portugis yang merupakan bahasa di Portugal. Untuk pemain-pemain Afrika yang rata-rata negaranya bekas jajahan Perancis lebih banyak menggunakan bahasa Perancis namun bukan kendala serius bagi mereka untuk beradaptasi karena Portugal negara yang berbatasan langsung dengan benua Afrika di Selatan.
Kendala bahasa bagi Martunis sepintas mungkin bisa dimaklumi namun bukan alasan yang serius sehingga menjadi penyebab kegagalan karirnya di Eropa. Selain faktor bahasa, kendala terbesarnya dalam menyesuaikan diri di Lisbon adalah materi latihan. Bagi Martunis yang pernah mengikuti seleksi Timnas Indonesia U-17 dan U-19, Sporting Lisbon selalu memulai latihan di pusat kebugaran selama 10-15 menit. Berbeda dengan kebanyakan klub di Indonesia yang mengisinya dengan pemanasan.
Hal inipun sebenarnya merupakan tantangan yang harus dihadapi Martunis jika dirinya ingin berhasil dan sukses sebagai pemain sepakbola. Namun jika hal tersebut merupakan kendala maka kegagalan berkarir di Eropa merupakan hasil yang harus diterimanya dengan pantas.
Egy memiliki situasi dan kondisi yang mirip dengan Martunis. Dibutuhkan kerja keras dan kesungguhan dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan sepakbola atau non sepakbola. Eropa bukan Indonesia memang itu sudah jelas maka kendala yang dihadapi Egy hampir sama dengan yang dialami Martunis.
Ada satu hal lagi yang mungkin harus diperhatikan yaitu nama Messi yang selalu dilekatkan dalam diri Egy sebaiknya dilepaskan saja. Egy adalah Egy bukan Messi apalagi mungkin saat ini Egy masih bukan siapa-siapa di Polandia ini kecuali nanti dirinya sudah mampu membawa klub Lechia Gdanks menjuarai Liga Polandia. Nomor punggung 10 di klub Polandia ini juga harus dijadikan motivasi lebih baginya.
Selamat berjuang Anak Muda. Bravo Indonesia.