Sejenak mengenang kebelakang menjelang laga semi final Piala Presiden tahun 2018 antara PSMS Medan versus Persija Jakarta. Sudah lama sekali mereka tidak pernah bertemu dalam laga resmi di ajang nasional sejak PSMS Medan prestasinya melorot ke divisi Liga 2. Padahal sepakbola nasional di dekade 1970-an, seolah hanya milik dua tim adidaya Persija Jakarta dan PSMS Medan. Hanya Persebaya Surabaya yang mampu bersaing sebagai juara perserikatan yaitu tahun 1978. Pada kompetisi antara tahun 1971-1979, juaranya selalu bergantian antara Persija dan PSMS (Historia.id, 23/10/17).
Masih ingat peristiwa penting pada final kompetisi Perserikatan pada pada 8 November 1975 antara Persija Jakarta melawan PSMS Medan di Stadion Senayan (Gelora Bung Karno) telah menjadi catatan rekor jumlah penonton mencapai 125 ribu orang. Rekor ini baru terpecahkan tahun 1985 dalam laga final PSMS melawan Persib dengan 150 ribu penonton yang belum terpecahkan hingga sekarang (Bola.kompas.com, 25/3/17).
PSMS harus berbagi gelar bersama Persija Jakarta. Pertandingan final tersebut harus dihentikan karena kericuhan antar pemain saat laga baru memasuki menit 40. Saat itu situasi sudah tidak kondusif untuk melanjutkan pertandingan. Akhirnya wasit asal Malang, Mahdi Talib memutuskan untuk menghentikan pertandingan saat kedudukan 1-1. PSSI juga segera memutuskan Persija dan PSMS ditetapkan sebagai juara bersama di kompetisi musim tersebut melalui Surat Keputusan Ketua Umum PSSI Bardosono No. 95 tahun 1975.
Persija saat itu memiliki skuat dengan diperkuat barisan pemain nasional seperti Iswadi Idris, Andi Lala, Junaidi Abdillah, Sutan Harhara, Wahyu Hidayat, Sofyan Hadi sampai Ronny Paslah dan Sudarno. Sedangkan PSMS Medan diperkuat oleh legenda mereka yang juga pemain nasional sat itu seperti Nobon, Parlin Siagian, Oyong Liza, Yuswardi, Sarman Panggabean.
Pertandingan final Perserikatan pada 23 Februari 1985 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) telah mencatatkan rekor dunia dengan 150 ribu penonton. Dalam catatan AFC disebutkan bahwa jumlah penonton di laga tersebut merupakan yang terbanyak di dunia dalam pertandingan sepakbola untuk level amatir (Bola.com, 25/3/17 dan Fourfourtwo.com, 29/9/16) .
Kompetisi legendaris perserikatan ini harus berakhir pada tahun 1994 setelah terjadi penggabungan dengan Galatama dan membentuk Liga Indonesia, yang kemudian menjadi wajah baru bagi dunia sepak bola Indonesia. Hingar bingar era perserikatan zaman old tersebut seharusnya membawa spirit yang positif untuk persembahan sepakbola saat ini.
Tentang juara bersama yang pernah mereka alami dulu, mungkin tidak akan terjadi lagi pada masa kini. Pada ajang Piala Presiden 2018 ini saja mereka harus saling mengalahkan untuk berebut menuju babak final meraih trofi juara. Laga inipun sudah pasti bukan pertemuan mereka yang terkahir karena Liga 1 2018 sudah menunggu kembali kedua tim ini bersaing berebut tahta tertinggi.
Laga semi final leg pertama Piala Presiden 2018 di Stadion Manahan Solo pada 10 Februari 2018 pk. 19.30 menjadi tolok ukur kualitas sportivitas kedua klub dan kualitas performa tim bagi sumbangsih mereka untuk Timnas Garuda.
Bravo Macan Kemayoran. Bravo Ayam Kinantan.