Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Fiksi Kuliner] Kolak Pisang Ibu

9 Juni 2016   15:32 Diperbarui: 9 Juni 2016   20:33 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Fiksiana Community

Peserta Nomor 22. Hendro Santoso 

Bulan Ramadhan telah tiba. Nuansa yang paling aku rindukan adalah saat berbuka puasa dengan makanan pembuka menu kolak yang lezat. Biasanya Ibu selalu membuat kolak pisang untuk makanan takjil buka puasa. 

Secangkir kopi dan semangkuk kolak pisang sudah siap santap dihidangkan di atas meja. Waktu Maghrib masih 15 menit lagi sementara acara Televisi sore itu sedang menayangkan Kultum atau Kuliah Tujuh Menit yaitu ceramah agama yang durasinya cukup 7 menit. Biasanya hanya membahas satu topik sebuah hadis atau ayat Al-Quran. 

Terdengar suara Ibuku memanggil agar aku tidak lupa mengambil air wudhu agar selesai buka puasa dengan takjil kolak pisangnya bisa langsung sholat Maghrib berjamaah.

"Iya Bu sudah mengambil air wudhu"kataku.

"Kolak ini memakai gula merah dan santan kelapa jauh lebih enak dan gurih" kata Ibu.

"Iya Bu memang sudah kelihatan rasanya pasti lezat" kataku sambil memegang mangkuk berisi kolak itu.

"Huss jangan di sentuh dulu bedug Maghrib belum berbunyi!" kata Ibuku mengingatkan. Aku hanya tertawa sambil kembali meletakkan mangkuk berisi kolak itu. 

"Sabda Nabi kalau kita mau berbuka puasa mulailah dengan makanan yang mengandung rasa manis!" kembali suara Ibuku. 

"Iya Bu. Zaman Nabi dulu memakan buah kurma untuk buka puasanya karena waktu itu tidak ada kolak pisang ya" kataku bercanda.

"Bukan begitu. Buah kurma juga mengandung gula yang dapat mengembalikan tenaga kita setelah berpuasa seharian. Begitu pula kolak pisang banyak mengandung gula sama seperti buah kurma"kata Ibu menjelaskan dengan serius. 

Aku sebenarnya sudah mengerti namun memang sengaja untuk menggoda Ibu saja. Bawaanku memang suka menggoda Ibu. Beliau sudah berusia 80 tahun namun masih juga turun ke dapur sendiri untuk memasak. Saat bulan Puasa juga membuat kolak pisang kesukaan anak-anak dan cucu-cucunya. Kolaknya berisi pisang dan ubi jalar dengan kolang-koling yang diiris kecil-kecil dan kuah kombinasi santan gula merah. 

Dulu waktu aku masih kecil saat duduk di kelas satu Sekolah Dasar, pertama kali diajari Ibu untuk berpuasa. Menu buka puasanya juga dengan kolak pisang ini. Bahkan saat kecil itu aku selalu menunggui Ibu di dapur saat beliau memasak dan membuat kolak pisang. Banyak sekali kenangan masa kecilku saat bulan puasa bersama Ibu. Saat itu memang puasaku belum bisa genap sebulan penuh. Namun suasana puasa saat buka puasa dengan kolak pisang, selalu saja menjadi kenangan yang luar biasa.

Banyak kolak pisang dijual di depot makanan. Sore hari menjelang Maghrib banyak sudah orang-orang mengantri membeli kolak pisang untuk menu saat buka puasa. Tapi bagiku kolak pisang buatan Ibu tiada saingannya. Rasanya beda dengan kolak-kolak pisang yang ada. Ini fakta berbicara ketika ada teman kuliahku saat itu pernah berbuka puasa di rumah. Kolak pisang Ibu enak sekali, begitu kata temanku. Begitu pula dengan anak-anak ibu yang berjumlah 7 orang sangat menyukai kolak pisang bikinan Ibu. 

"Aki sudah maghrib kok kolaknya tidak dimakan!" terdengar suara cucuku mengingatkanku kalau bedug Maghrib sudah berbunyi dan Adzan sudah berkumandang dari Masjid. Aku terkejut dan tersadar dari lamunan tentang kolak pisang bikinan Ibu. 

"Oh iya Kinanti. Aki lupa untung saja di ingatkan!" kataku kepada Kinanti, cucu pertamaku yang masih berusia lima tahun. 

"Kalau sudah Adzan Maghrib segera berbuka Aki" kata Kinanti lagi.

"Iya cucuku sayang!" kataku sambil mengelus rambutnya yang terurai panjang. 

"Tadi Aki melamun ya"

"Ah enggak juga Kinan. Lagi nunggu Adzan Magrib. Ayo kita makan kolak pisangnya. Punya Kinanti mana kolaknya? Sana minta sama Eyangti" kataku. Kinanti berlari ke dapur lalu kembali lagi sambil membawa mangkok kecil berisi kolak pisang. 

Kami menikmati kolak pisang itu. Aku lihat Kinanti dengan nikmatnya menghabiskan kolak itu sedangkan aku masih tertegun mengenang Ibuku Almarhum. Kolak pisang ini mengingatkanku kepada Beliau. Tidak terasa 5 tahun sudah Ibu meninggalkan kami. Saat buka puasa ini hanya rindu kepada Ibu yang kurasakan dan hanya doa aku panjatkan kepada Allah untuk Ibu di Alam sana. 

Aku rindu kepadamu Ibu.

Bandung 9 Juni 2016 

Foto : Fiksiana Community
Foto : Fiksiana Community
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun