Sumber Foto : Kompas.com/Ary Wibowo
Duel penting Timnas U-23 melawan Korea Selatan memang sudah berakhir. Apresiasi kepada skuad Garuda Muda patut diberikan atas perjuangan mereka dalam pertandingan tersebut. Mereka sudah bertanding dengan gagah berani membela setiap jengkal daerah pertahanan agar tidak kebobolan. Lupakan kekalahan itu dan harus segera move on tataplah ke depan. Tugas baru sudah menanti. Sekarang yang tersisa adalah renungan sepakbola Indonesia yang masih saja jalan di tempat. Â Menikmati 4 gol Korea Selatan layaknya seperti minum pil yang pahit namun mudah-mudahan bisa menyembuhkan penyakit yang diderita sepakbola kita. Empat gol tersebut sudah jelas menggambarkan standar sepakbola Korsel memiliki level di atas kita. Ball position mereka begitu rapi. Passing yang akurat dan bertenaga. Organisasi pemain dengan pergerakan yang teratur. Bola crossing dan umpan-umpan yang akurat. Para pemain Korsel dengan kemampuan skill individu berkelas. Bagaimana mereka mampu melindungi bola yang dikuasainya dengan baik sehingga sulit direbut oleh pemain Indonesia. Apalagi didukung oleh postur tubuh dengan stamina yang prima. Lihatlah bagaimana mereka mencetak gol-gol mereka dengan skenario yang tertata dengan baik. Gol yang terjadi dari cut back dan tendangan satu sentuhan. Ada juga gol dengan tendangan bola melengkung hasil wall pass yang cantik. Mungkin hanya satu gol karena kesalahan antisipasi penjaga gawang Indonesia. Gol-gol mereka memang pantas terjadi dan Kosel layak menang atas Indonesia. Ada satu hal yang patut dikagumi dari para pemain Korsel yaitu mereka tetap bermain dengan intensitas tinggi. Padahal bermain draw saja sudah cukup meloloskan mereka menuju putaran final di Qatar. Lebih kagum lagi adalah kehormatan bangsa sangat diutamakan oleh para pemain Korsel terbukti walau menang 1-0 sebenarnya sudah cukup namun mereka kalau bisa terus mencetak gol ke gawang Indonesia sebanyak mungkin hingga menggagalkan Indonesia menuju putaran final. Fighting spirit yang luar biasa. Menikmati 4 gol Korea Selatan telah membuka mata kita untuk mengakui bahwa sepakbola Indonesia ternyata masih jalan di tempat. Masih terlalu banyak yang harus dibenahi. Para pemain Timnas U-23 sampai dengan babak pertama masih menunjukkan performa yang baik dan mampu menahan gempuran Korea Selatan. Pola bermain yang dilakukan Aji Santoso memang cukup riskan karena membutuhkan stamina yang luar biasa. Namun juga Aji Santoso seperti makan buah simalakama karena harus menerapkan strategi seperti itu. Bermain terbuka dengan Korsel malah jauh lebih riskan kebobolan lebih banyak. Aji Santoso berdalih pada babak kedua para pemain sudah tidak disiplin lagi menerapkan pola bermain yang dia intruksikan. Sebenarnya yang terjadi adalah stamina pemain kita semakin menurun di atas menit 60 setelah kebobolan 2 gol tersebut. Dengan stamina yang kedodoran jelas sudah tidak mendukung lagi menjalankan pola bermain seperti yang diharapkan Aji Santoso. Menurunkan Evan Dimas sebenarnya cukup membuat serangan Indonesia menjadi membaik. Satu umpan terobosan Evan Dimas hampir saja membuahkan gol sayangnya striker kita kalah duel dengan center backnya Korsel. Namun disisi lain menurunkan Evan Dimas mengandung risiko cederanya bisa lebih fatal. Ini terlihat Evan Dimas tidak maksimal bermain karena takut cederanya kambuh lagi sehingga Evan Dimas selalu menghindari benturan dengan pemain Korsel. Sebenarnya setiap kekalahan yang diterima Timnas, kita selalu bercermin menggunakan cermin yang sama namun setiap kita bercermin herannya kok kita tidak pernah menemukan wajah kita yang jelek ya. Sebaiknya pertanyaan ini kita tujukan kepada PSSI. Salam Bahagia. Bandung 1 April 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H