Watu ondo, demikian masyarakat setempat menyebutnya, yang artinya adalah batu tangga.
Seperti namanya, Watu Ondo adalah tangga yang menempel di batu, atau lebih tepatnya disandarkan di tebing. Tangga ini berfungsi untuk memudahkan orang memanjat tebing. Kalau saat ini banyak anak muda yang melakukan aktifitas panjat tebing tujuannya hanya sebagai hobby  atau olahraga, Watu Ondo ini dipergunakan warga sebagai sarana akses antar dusun.
Dusun Bogor dan Dusun Medokan, dua dusun yang bersebelahan namun terpisahkan oleh tebing terjal setinggi antara 10 hingga 20 meter. Dua dusun ini berada di wilayah selatan Desa Bektiharjo Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban. Meski berjarak kurang lebih hanya sekitar 10 km ke arah selatan dari kota kabupaten, namun kondisi geografis yang ekstrim menjadikan akses antar dusun ini tidak semudah akses di wilayah lain.
Terdapat  4 tangga yang tersebar di sepanjang tebing yang bisa dimanfaatkan warga. Terbuat mulai dari bambu hingga kayu jati tua dengan ketinggian antara 10 hingga 20 meter. Disandarkan ke tebing dengan kemiringan sekitar 70 derajat, dengan penuh bebatuan cadas dibawahnya. Iya, hanya disandarkan begitu saja, tanpa ditancapkan secara permanen di batu tebing. Terbayang betapa kengeriannya.
Sebenarnya ada sebuah jalan beraspal selebar 2,5 meter yang juga sudah diperbaiki kualitasnya oleh Pemkab, namun karena jaraknya terlalu jauh dan harus memutar maka warga masih lebih memilih melalui Watu Ondo untuk menuju kampung yang berada di atas tebing atau sebaliknya.
Tak hanya sekedar dilewati orang saja, karena merupakan akses penghubung antar kampung tercepat dan paling efektif, tak jarang warga menaik-turuni tangga sambil memikul barang mulai dari barang belanjaan atau barang dagangan, sepeda ontel, kayu bakar, rumput untuk ternak, bahkan tak jarang sambil memikul ternak.
Tak disangka, di Dusun Medokan di bawah tebing yang cukup terpencil itu terdapat 78 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) peserta Program Keluarga Harapan (PKH), sebuah program unggulan dari Kementerian Sosial Republik Indonesia.
PKH merupakan program pengentasan kemiskinan yang sudah digulirkan sejak tahun 2007, dan hingga kini masih dipertahankan bahkan semakin dikembangkan.
Meskipun akses antar dusun itu sangat sulit, hal itu tidak menyurutkan semangat Pendamping Sosial PKH untuk rajin mengunjungi KPM.
Untuk bertemu dengan KPM yang seringkali tidak berada di rumah karena sedang meladang atau mencari rumput, tak jarang Titiek Herawaty sebagai pendamping harus melewati Watu Ondo mencari KPM. Menanggalkan higheels kesayangannya diganti sepatu kets. Menitipkan motor di rumah warga, lalu menuju tepian tebing. Menuruni tangga terjal Watu Ondo, lalu berjalan kaki menyusuri jalan setapak hingga sekitar 1 km agar dapat bersilaturahmi dengan KPM.