Mohon tunggu...
henri yokom
henri yokom Mohon Tunggu... Konsultan -

Kelahiran Semarang , menyelesaikan masa pendidikan hingga SMA di Jakarta Utara. Lalu melanjutkan jenjang pendidikan di D3 Teknik Sipil Universitas Semarang Tahun 1996-1999. Di Tahun 2007-2009 baru melanjutkan di S1 teknik Sipil Mercubuana Jakarta . Dan menempuh jalur keahlian sebagai QS di School off Quantity Survey jakarta (SQS) bekerja sama dengan Universitas MARA Malaysia. sekarang menempuh progam Magister Hukum di Universitas Jayabaya Jakarta Pengalaman bekerja pernah di berbagai macam perusahaan di konsultan , kontraktor lokal , kontraktor internasional, Developer , perhotelan dan Building Managemet Pengalaman di bidang kontrak Kontruksi, Hukum Kontruksi , Manajemen Kontruksi dan Quantity Surveyor. dan sekarang merambah di dalam pengelolaan juga yaitu Building Management. Bergabung dengan teman-teman advocate jakarta untuk memberikan bantuan hukum bagi konsumen dan kontraktor mengenai hukum-hukum kontruksi di indonesia dan claim kontruksi. sekarang menulis di web www.henriyokom.com www.galerimaria.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Pembangunan Perumahan Merusak Lingkungan

4 Januari 2016   09:42 Diperbarui: 5 Januari 2016   08:39 3329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="sumber : http://br-online.co/pemerintah-siap-pangkas-izin-pembangunan-perumahan/"][caption caption="sumber : http://br-online.co/pemerintah-siap-pangkas-izin-pembangunan-perumahan/"][/caption][/caption]

 

Pada Tahun 1970 an yang merupakan awal permasalahan lingkungan secara mendunia dengan dimulainya konfrensi stockholm di tahun 1972 yang saat itu secara terbuka memcarakan masalah lingkungan (United Nation Confrence of Human Enviroment, UNCHE).Konfrensi tersebut diselengarakan oleh PBB pada tanggal 5-12 juni 1972 yang menetapkan pada tangga 5 Juli sebagai hari lingkungan hidup sedunia. Tidak lama berselang pada tahun 1987 terbentuklah suatu komisi dunia tentang lingkungan Hidup dan Pembangunan (World Commision on Enviroment and Development) saehingga lahirlah sebuah konsep suistainable, kemudian majelis umum PPB memutuskan untuk menyelenggarakan konferensi di Rio de Janeiro, Brasil 1992.

           Kesadaran bangsa di Asia tenggara untuk melaksanakan perlindungan dan pelestarian terhadap lingkunagan hidup di mulai dengan adanya beberapa kerjasama di antara para bangsa di Asia Tenggara. Kerjasama tersebut bisa dilihat melalui “Tripartite Agreement” dan Deklarasi Manila. Setelah Deklarasi Manila, negara-negara ASEAN di tahun 1976 menyusun ASEAN Contingency plan.Nergara Asean juga menyusun Action Plan yaitu dengan sasaran utama dari Action plan ini adalah perkembangan dan perlindungan lingkungan laut dan kawasan pesisir bagi kemajuan , dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang. Sejak tahun 1980 berkembang tuntutan yang lebih besar agar kebijakan-kebijakan yang diciptakan oleh negara yang lebih pro lingkungan yang dapat tercermin di dalam pembentukan perundang-undangan yang harus ditaati oleh semua pemangku kepentingan (stakeholder). Tidak terkecuali di indonesia juga mengalami tuntutan yang sama, yaitu perlu disusun suatu kebijakan yang dapat dipaksakan berlakunya dalam bentuk undang-undang sendiri mengenai lingkungan hidup.

           Oleh sebab itu maka indonesia akhirnya menetapkan Undang Undang No 4 tahun 1982 tentang ketentuan –ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH 1982) sebagai produk hukum pertama yang dibuat di indonesia. Di tahun 1981 dibentuklah satu kantor kementrian tersendiri di dalam susunan anggota kabinet pembangunan III (1978-1983). Menteri Negara Urusan Lingkungan Hidup yang pertama adalah Prof. Dr. Emil Salim yang berhasil meletakkan dasar-dasar kebijakan mengenai lingkungan hidup dan akhirnya dituangkan dalam bentuk undang-undang pada tahun 1982.

           Lahirnya UULH 1982 tanggal 11 Maret 1982 dipandang sebagai pangkal tolak atau awal dari lahir dan pertumbuhan hukum lingkungan nasional. Sebelum lahirnya UULH 1982 sesungguhnya telah berlaku berbagai bentuk peraturan perundang-undangan tentang atau yang berhubungan dengan lingkungan hidup atau sumber daya alam dan sumber daya buatan, yang dipandang sebagai rezim hukum nasional klasik. Rezim hukum lingkungan klasik berisikan ketentuan-ketentuan yang melindungi kepentingan sektoral, sementara masalah-masalah lingkungan yang timbul semakin kompleks sehingga peraturan perundang-undangan klasik tidak mampu mengantisipasi dan menyelesaikan masalah-masalah lingkungan secara efektif, sedangkan rezim hukum lingkungan modern yang dimulai lahirnya UULH 1982 berdasarkan pendekatan lintas sektoral atau komprehensif integral.

           UULH 1982 merupakan sumber hukum formal tingkat undang-undang yang pertama dalam konteks hukum lingkungan modern di Indonesia. UULH 1982 memuat ketentuan-ketentuan hukum yang menandai lahirnya suatu bidang hukum baru, yakni hukum lingkungan karena ketentuan-ketentuan itu mengandung konsep-konsep yang sebelumnya tidak dikenal dalam bidang hukum. Di samping itu, ketentuan-ketentuan UULH 1982 memberikan landasan bagi kebijakan pengelolaan lingkungan hidup.

           Akan tetapi, setelah UULH 1982 berlaku selama sebelas tahun ternyata oleh para pemerhati lingkungan hidup dan juga pengambil kebijakan lingkungan hidup dipandang sebagai instrumen kebijakan pengelolaan lingkungan hidup yang tidak efektif. Sejak pengundangan UULH 1982 kualitas lingkungan hidup di Indonesia ternyata tidak semakin baik dan banyak kasus hukum lingkungan tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh sebab itu, perlu dilakukan perubahan terhadap UULH 1982, setelah selama dua tahun dipersiapkan, yaitu dari sejak naskah akademis hingga RUU, maka pada tanggal 19 September 1997 pemerintah mengundangkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH 1997).

           Selanjutnya, pada tanggal 3 Oktober 2009, pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), didalam kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Disebabkan juga pemanasan global yang semakin meningkat dan mengakibatkan perubahan iklim, sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup.

           Setidaknya ada empat alasan mengapa UULH 1997 perlu untuk digantikan oleh undang – undang yang baru. Pertama, UUD 1945 setelah perubahan secara tegas menyatakan bahwa pembangunan ekonomi nasional diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Kedua, kebijakan otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan dan kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah termasuk di bidang perlingkungan lingkungan hidup. Ketiga, pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga semakin memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup. Ketiga alasan ini ditampung dalam UULH 1997. Keempat, UULH 1997 sebagaimana UULH 1982 memiliki celah – celah kelemahan normatif, terutama kelemahan kewenangan penegakan hukum administratif yang dimiliki kementrian Lingkungan Hidup dan kewenangan penyidikan penyidik pejabat pegawai negeri sipil sehingga perlu penguatan dengan mengundangkan sebuah undang – undang baru guna peningkatan penegakan hukum. Berdasarkan hal ini menunjukan, bahwa UUPPLH memberikan warna yang baru dan berbeda dari undang-undangan sebelumnya

Ahli Fungsi Lahan

Dengan dibukanya perumahan rakyat oleh presiden Republik Indonesia ke 7 Yaitu Joko Widodo menjanjikan 1 juta unit Rumah murah untuk Masyarakat berpenghasilan Rendah[1] (MBR) yaitu sebanyak 331.693 unit rumah di sebanyak 16 propinsi. Anggap saja di pulau jawa yang berpenduduk 136.6 juta jiwa dari total jumlah penduduk indonesia sensus tahun 2010 sebesar 250 juta jiwa.artinya hampir 50 % jumlah penduduk di indonesia terkosentrasi di pulau jawa[2]. Sementara luas pulau jawa 126.700 km2 artinya di dalam 1 km2 pulau jawa dihuni oleh 1078 jiwa. Artinya begitu padatnya penduduk di pulau jawa sehingga pengendalian lingkungan untuk pengelolaan lingkungan hidup sangat sulit dilakukan. Artinya Jokowi harus membangun sebesar 1.990.158 unit rumah untuk memenuhi kebutuhan rumah tinggal di 6 provinsi di pulau jawa. Sementara luas hutan di pulau jawa hanya berkisar 4% dari keseluruhan lahan terbuka hijau di jawa. Sementara untuk membangun Rumah Sederhana 1.990.158 unit rumah jika diasumsikan 1 unit Rumah sangat sederhana type 21/60 artinya 1 unit rumah membutuhkan lahan bersih sebesar 60 m2 sedangkan lahan kotor ( termasuk jalan akses dan saluran kota) membutuhkan sebesar 100 m2/unit. Maka untuk membangun 1.990.158 unit rumah di butuhkan lahan sebesar 200 km2.

            Maka jika luas hutan di pulau jawa yang 4% nya yaitu sebesar 5068 km2 maka akibat perluasan perumahan luas hutan akan semakin berkurang 200 km2/tahun.  Artinya progam kerja jokowi untuk membuat rumah murah dimungkinkan akan menambah kerusakan lingkungan khususnya di pulau jawa. Itu baru di lihat sisi kerusakan lahan akibat hilangnya fungsi ruang terbuka hijau menjadi perumahan. Dengan hilangnya lahan terbuka hijau mengakibatkan hilangnya lahan resapan air hujan yang menyebabnya berubahnya aliran bawah tanah menjadi Aliran  permukaan. Hilangnya area resapan air hujan mengakibatkan berkurangnya berkurangnya air tanah dan meningkatkan kondisi air permukaan. Jika berkurangnya air tanah dan berkurangnya daerah resapan air hujan sehingga akan semakin berkurangnya tanaman-tanaman tinggi yang akan menjaga stabilitas lingkungan. Sehingga akan terciptanya lahan kosong tanpa tanaman yang memiliki tingkat evaporasi yang tinggi. Jika tingkat evaporasi tinggi maka kondisi kelembaban di udara akan naik maka curah hujan akan semakin meningkat debit curahannya. Sementara tanah tidak bisa menyerap sebaik dahulu lagi akibat berkurangnya lahan resapan. Maka debit air yang tinggi akan menjadi aliran permukaan yang mengalir ke saluran kota dan bermuara ke daerah aliran sungai (DAS). Berkurangnya daerah resapan yang menjadi aliran permukaan di sungai mengakibatkan debit sungai meningkat khususnya di daerah hilir sehingga hulu akan kekurangan daya tampung yang mengakibatkan luapan air hujan akan berubah menjadi banjir di daerah-daerah dataran rendah. Dari sisi kurangnya daerah resapan air hujan sudah menimbulkan dampak lingkungan yang besar yaitu meningkatnya debit banjir di daerah dataran rendah yang biasanya menjadi daerah perkotaan.

           Hasil pencitraan satelit landsat tahun 2005 hutan alam di pulah jawa hanya tingga 400.000 hektar saja sedangkan penutupan lahan akibat vegetasi (hutan, perkebunan dan lain lain) hanya mencapai 18% sehingga lebih rendah daripada yang disyaratkan oleh undang-undang No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Di dalam undang tersesebut telah syaratkan tentang 30% lahan perhutanan/vegetasi/daerah aliran sungai , 30% lahan terbuka hijau dan sisanya baru bisa di gunakan untuk lokasi pemukiman maupun lokasi usaha.  Jika 30% untuk lahan perhutanan/vegetasi/daerah aliran sungai (DAS) artinya pemerintah harus membebaskan lahan pinggir kali sebagai daerah resapan untuk menerapkan Undang-undang no 26 tahun 2007 sebagai suatu keharusan di dalam penataan perkotaan. Tetapi kenyataannya area pinggir sungai menjadi lahan pemukiman yang tidak terkontrol dan memgubah fungsi sungai menjadi tempat sampah berjalan.

  • Penurunan muka air tanah akibat pemukiman.

 Seharusnya pemerintah mencermati tingkat pencemaran lingkungan akibat pemukiman- pemukiman baru. Dengan dibukanya pemukiman perumahan baru maka setiap unit rumah akan membutuhkan debit air yang sangat besar. Jika kita perhitungan untuk 1.990.158 unit rumah, jika 1 unit rumah diasumsikan untuk di huni 4 anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan 2 orang anak maka untuk lahan 200 km 2 tersebut akan dihuni oleh 7.960.632 jiwa.  Maka jika 1 oranng membutuhkan air bersih untuk minum, memasak, mandi, dan mencuci sebesar 20 liter  perhari maka diperkiraan untuk wilayah perumahan dengan penduduk sebesar 7.960.632 jiwa membutuh air bersih sebesar 159.212.643 liter/hari atau 159.212 m3/hari atau 4.776.363 m3/bulan atau 57 juta meter kubik pertahun. Bisa kita bayangkan jika pemerintah tidak menyiapkan lebih dahulu untuk kebutuhan air bersih bagi para penghuni rumah subsidi tersebut. Maka mereka akan membuat sumur-sumur bor yang menyerap air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih mereka. Tidak heran terjadi intrusi air laut akibat pengambilan air tanah secara besar-besaran [3]. Intrusi air laut itu terjadi akibat perbedaan tekanan karena berkurangnya air tanah di daratan, sehingga kekosongan ruang di daratan terisi oleh air laut yang sedikit demi sedikit merembes kedaratan. Kekosongan air tanah di daratan akibat kurangnya area resapan air hujan dikarenakan daerah resapan telah menjadi daerah yang tertutup beton sehingga air hujan lebih banyak menjadi aliran permukaan daripada menjadi aliran bawah tanah. Tanpa adanya pasokandari resapan air hujan dan sementara penyedotan air tanah untuk kebutuhan rumah tangga terus berlangsung sehingga terjadinya kekosongan ruang-ruang di dalam tanah yang mengakibatkan masuknya air laut (intrusi) kedalam tanah.

Maka jika pemerintah tidak lebih dahulu menyiapkan penyediaan air bersih lebih dahulu di dalam hunian perumahan artinya pemerintah pun mengambil bagian didalam perusakan lingkungan akibat dibukanya lahan perumahan murah.

  • Pengrusakan lingkungan akibat limbah cair rumah tangga.

Jika di dalam satu area pemukiman penduduk yang memiliki jumlah penduduk sebesar 7.960.632 jiwa maka jika 1 orang menghasilkan air kotor sebesar 80% dari air bersih yang dipakainya limbah air kotor yang di buang ke saluran kota sebesar 45.6 meter kubik pertahun yang akan menjadi air kotor yang dibuang kesaluran kota dan berakhir di daerah aliran sungai. Tanpa adanya pengelolaan daerah aliran sungai yang menjadi harusnya area tersebut menjadi  daerah daya dukung pengelolan limbah secara alamiah, tetapi kenyataannya di pinggir sungai menjadi pemukiman penduduk sehingga sungai tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

Apalagi sekarang daerah sungai menjadi tempat sampah berjalan sehingga supaya tidak terjadi pengendapan maka pemda memperkuat bibir sungai dengan bangunan beton. Sesungguhnya bangunan beton hanya bermanfaat supaya daerah aliran sungai tidak menjadi pemukiman penduduk, tetapi secara fungsional bangunan beton tersebut merusak fungsi sungai sebagai pengelola limbah cair secara alamiah. Maka limbah tersebut secara langsung mengalir kelaut tanpa adanya pengolahan limbah yang dilakukan oleh tanaman maupun pohon pohon di sekitar bibir sungai yang hilang akibat bangunan beton sungai.

Funsi sungai sekarang lebih mengarah kepada aliran atas untuk mengalirkan curah hujan berlebih dan limbah rumah tangga langsung menuju laut tanpa adanya pengolahan terpadu secara alamiah.

Seharusnya 45.6 meter kubik limbah rumah tangga dapat meyerap dan mengalami proses penjernihan dibawah tanah sehingga air limbah tersebut dapat berubah menjadi air tanah yang bisa dimanfaatkan kembali oleh masyarakat. Tetapi pembuatan bibir sungai mengurangi daya sungai untuk melakukan penyerapan air limbah untuk di proses di dalam tanah sebagai cadangan air tanah di kemudian hari.

Pengerusakan lingkungan akibat limbah padat rumah tangga.

Limbah padat rumah tangga berupa sampah, plastik dan barang barang rumah tangga juga harus di perhitungan. Satu unit rumah tinggal rata rata membuang sampah rumah tangga sebesar 0.3 kubik perhari atau 108 kubik pertahun. Artinya dengan penambahan jumlah rumah tinggal sebanyak 1.990.158 unit  akan menghasilkan limbah padat rumah tangga sebesar 214.937.064 meter kubik setahun. Jika 1 unit dump  truk itu sekitar 20 kubik maka limbah rumah tangga maka di butuhkan 10.746.853 unit dump truk untuk menyingkirkan sampah tersebut. Apakah TPS ( tempat penampungan Sampah) daerah sanggup untuk mengelola sampah tersebut, hasilnya akan terjadi pembiaran terhadap sampah tersebut. Tanpa adanya pengelolaan sampah secara terpadu akhirnya sampeh tersebut akan dibuang ke lahan-lahan terbuka yang menjadi tempat penampungan sampah sementara, kedaerah aliran sungai atau ke saluran saluran kota. Jadi tidak semudah itu pemerintah mencanangkan akan dibangun fasilitas rumah murah bagi masayarakat berpenghasilan rendah tanpa di dukung oleh pengolahan sampah secara terpadu di daerah-daerah yang menjadi tempat pengembangan. Tanpa adanya campur tangan pemerintah daerah di dalam pengelolaan sampah maka area perumahan baru cenderung akan kembali menjadi pemukiman kumuh dan kurang sejahtera.

Hasilnya progam pemerintah tidak akan mencapai sasaran hanya memindahkan lingkungan kumuh lama ke tempat lingkungan kumuh baru dimana lokasi tersebut hanya menjadi beban bagi pemerintah daerah di dalam pengelolaan sampahnya. Jika di perhatikan tempat pembuangan sampah hanya menjadi tempat pengerusakan lingkungan yang paling besar dimana limbah tersebut akan menyerap ke tanah dan mencemari air tanah yang nantinya pun akan di pompa dan di gunakan oleh penduduk kembali sebagai air bersih.

  Pemanfaatan lahan yang lebih efektif dengan Pembangunan Rumah Susun

Menurut penulis pemerintah harus lebih jeli untuk meneliti kajian-kajian kerusakan lingkungan akibat pembukaan lahan/pengalihan fungsi lahan. Sebagai bahan pertimbangan menurut badan statistik nasional (2004) sebanyak 18.000 ha lahan pertanian menjadi perumahan[4]. Oleh sebab itu pengurangan lahan pertanian akibat dari perubahan fungsi lahan menjadi perumahan akan berdampak panjang yang mengakibatkan berkurangnya hasil beras. Dampak panjang tersebut membuat indonesia yang tadinya adalah negara peng-export beras berubah menjadi negara pengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri.

Mungkin cara yang terbaik bagi pemerintah adalah untuk memenuhi kebutuhan rumah masyarakatnya sesuai dengan kebijakan pemerintah bukan dengan menciptakan landed hause ( Rumah tapak/perumahan) melainkan dengan membuat rumah susun hak milik (rusunami). Pemanfaatan lahan di dalam rusunami lebih sedikit dibandingkan pemanfaatan lahan untuk rumah tinggal. Di dalam membangun 1.990.158 unit rumah tinggal kalau dalam bentuk landed hause membutuhkan pembukaan lahan sebesar 200 km2 . Tetapi jika dibuat dalam bentuk Rumah Susun Hak milik (Rusunami) hanya membutuhkan 1/10 dari lahan yang di gunakan untuk landed house yaitu sebesar 20 km2 saja. Artinya sekitar 180 km2   lahan penyerapan air hujan dapat diselamatkan dan di gunakan untuk penghijauan.

Menyimak bahwa perjanjian uang karbon ( carbon trade) bahwa di dalam setiap ton karbon di hargai 4 USD [5] maka 1 ha bisa menghasilkan sekitar 750 USD[6].

 

            Maka nilai carbon trade di pulau jawa sekitar USD 2.28 Milyar  atau sekitar 31 Trilyun Rupiah. Nilai yang cukup besar jika di gunakan untuk  pengembalian fungsi lahan perumahan menjadi lahan resapan air hujan. Untuk membangun sekitar 20 km hunian Rumah susun sederhana di perlukan biaya sebesar 300 milyar saja jika diamsumsikan biaya pembangunan pe meter persegi sebesar 15 juta rupiah. Artinya masih banyak dana carbon trade yang tersisa bisa di gunakan untuk membeli 180 km lahan yang tadinya disiapkan untuk landed house menjadi hutan tanaman produksi atau kembalikan fungsinya menjadi lahan pertanian.

            Penulis mencoba membayangkan andaikata di setiap perkotaan yang padat penduduknya dimana harga tanah sebesar 1 juta permeter persegi dengan uang senilai 31 trilyun rupiah pemerintah bisa membeli 3100 ha  lahan di perkotaan untuk dijadikan ruang terbuka hijau setiap tahunnya. Sementara pemilik lahan sebelumnya/ penghuni landed house bisa di pindahkan  ke rusun yang dikelola oleh pemerintah. Hingga akhirnya dalam jangka waktu tertentu perkampungan perkampungan kumuh yang padat hunian bisa menjadi hunian rumah susun yang tertata rapi dan asri . Dengan hilangnya daerah perkampungan kumuh yang padat menjadi daerah terbuka hijau memberikan banyak keuntungan secara ekologis dan finansial bagi masyarakat di daerah tersebut. Beberapa keuntungan tersebut akan penulis jabarkan secara detail diantaranya adalah:

  1. Kembalinya daerah resapan air hujan yang lebih luas sehingga debit air tanah akan kembali normal. Jika kondisi air tanah kembali normal maka banjir dan kekeringan akan terhindar, pemerintah tidak perlu membuat situ (penampungan air hujan ) untuk cadangan air di musim kemarau. Karena lahan pertanian dan perkebunan akan tumbuh subur dengan sendirinya, dimana seperti kata lagu di era 70 an dimana tongkat kayu bisa menjadi tanaman.
  2. Dengan bertambahnya daerah resapan air hujan artinya itrusi air laut akan berkurang dan mengembalikan fungsi daerah aliran sungai (DAS) sebagaimana mestinya. Lahan menjadi lebih subur karena air laut tidak membunuh cacing yang berada di tanah akibat itrusi air laut tersebut.
  3. Lingkungan menjadi lebih asri dan subur karena akan banyak tanaman dan pepohonan yang memberikan udara segar khususnya Oksigen (O2) yang bisa mengembuat wajah kota menjadi teduh dan indah.
  4. Bertambahnya nilai carbon trade karena bertambahnya lahan hutan hijau sebesar 180 ha menambah nilai pemasukan negara manjadi USD 135.000 atau 1.8 milyar
  5. Akan banyak dibangunnya taman kota yang menjadi tempat rekreasi warga kota tersebut dengan adanya pembebasan lahan perumahan dan di pindahkan ke rumah susun. Tanah yang terbeli bisa dimanfaatkan ebagai taman kota. Sehingga wajah kota menjadi lebih tertata indah dan rapi.

 

  • Pemanfaatan air bersih lebih efisien

Dengan adanya hunian berupa rumah susun pemanfaatan air bersih menjadi lebih efisen karena untuk pengambilan air bersih warga tidak secara sporadis membuat sumur bor langsung mengambil air tanah. Yang membuat persediaan air tanah semakin hari semakin berkurang. Supaya warga tidak melakukan penghisapan air tanah, pemda harus lebih dahulu menyiapkan jalur distribusi air bersih dari rumah-ke rumah yang memakan banyak biaya dan waktu untuk pemasangannya.  Tetapi jika di rumah susun Pemda hanya menyiapkan satu jalur distribusi air ke rumah susun tersebut, sementara distribusi ke masing-masing unit di siapkan oleh pengelola rumah susun.

Di dalam pengambilan air bersih pengola rumah susun bisa mendapatkan air bersih dari 2 sumber yaitu dari PDAM yang di kelola oleh pemda, dan dari tangkapan air hujan yang memang disiapkan saat pembangunan rumah susun tersebut. Sehingga pada musim penghujan area rumah susun tersebut bisa meminimalisir aliran atas dengan menampung air hujan tersebut di Ground Water Tank (GWT), sebagai cadangan di musim kemarau.

Di dalam GWT air yang ditampung di campur dengan air PDAM dan selanjutnya bisa di oleh menjadi air layak minum dengan beberapa sistem penyaringan yang di sediakan oleh pengelola di dalam GWT. Dengan sistem swakelola yang di miliki oleh rumah susun maka Sumber Daya Air (SDA) dapat terjaga kelestariannya khususnya untuk air tanah dan air sungai.

  • Pengelolaan limbah cair rumah tangga

Limbah cair rumah tangga di dalam hunian landed house biasanya terbagi menjadi 2 jenis limbah yaitu,  Black water  (air dari kakus) dan grey water (air bekas cucian) . untuk limbah dari kakus landed house biasanya menyiapkan yang disebut dengan septink tank, atau tangki penampungan. Dimana limbah kakus tersebut sedikit demi sedikit meresap ke dalam tanah dan tercampur kedalam air tanah. Sedangkan air cucian atau greywater langsung mengalir melalui saluran kota menuju sungai terdekat. Kedua limbah tersebut sangat berbahaya bagi lingkungan jikalau kadarnya melebihi kemampuan lingkungan untuk mengolahnya. Tetapi di dalam hunian dalam bentuk rumah susun air limbah rumah tangga akan ditampung di dalam sewage treatment plan (STP) dimana di dalam STP sudah di pisahkan antara greywater dan blackwater. Untuk greywater akan di oleh lkembali di dalam STP dan di gunakan fungsinya sebagai air flusing ke dalam toilet maupun urinoir dan sisanya di gunakan sebagai penyiraman tanaman. Sedangkan untuk blackwater akan di olah di dalam STP supaya kandungan BOD (Biochemical Oxygan Demand), dan COD (Chemical Oxygen Demand) tidak terlalu tinggi. BOD dan COD menjadi acuan atas nilai tingkat pencemaran di dalam air, semakin tinggi kandungan BOD dan COD di dalam air limbah, semakin tinggi pula tingkat pencemarannya. Di dalam STP kandungan BOD dan COD air limbah di proses supaya mengalami penurunan sehingga air tersebut menjadi air layak buang kesaluran kota[8].

Air layak buang tersebut yang sudah di oleh di dalam STP akan meringankan beban sungai sebagai filterisasi terakhir di dalam mengubah air limbah menjadi air tanah. Sehingga kerja sungai tidak terlalu berat di dalam melaksanakan tugasnya. Hunian terpadu Rumah susun lebih efisien di dalam pengendalian limbah rumah tangga di bandingkan hunian landed House karena limbah yang keluar dari lokasi hunian ke saluran kota terukur dengan pasti dan terkontrol.

Du dalam hunian terpadu rumah susun pun untuk jenis limbah buangan dan kadar limbah buangan sudah bisa di kontrol sejak dari unit tinggal. Di mana di dakam saluran pembuangan wastafel bisa dipasang greese trap (penjebak lemak) sehingga minyak yang merusak tidalk langsung masuk kedalam STP tetapi sudah tertahan di dalam greese trap itu sendiri. Tinggal di dalam waktu tertentu minyak tersebut dapat di ambil dan di buang sebagai limbah padat bukan limbah cair. Mengapa minyak harus di pisahkan karena minyak dapat membunuh bakteri aerob di dalam proses pengolahan limbah. Sehingga limbah tersebut memiliki tingkat pencemaran yang tinggi karena tidak bisa di oleh oleh bakteri pengolah. Minyak tersebut akan menghambat oksigen masuk kedalam limbah yang menyebabkan bakteri aerob mati.

Proses pengolahan limbah terpadu inilah yang akan menjaga kualitas lingkungan menjadi lebih baik.  Greywater yang di gunakan sebagai penyiraman tanaman pun banyak mengandung unsur hara yang sesungguhnya di butuhkan tanaman maka tanaman akan menjadi lebih rindang dan subur. Maka pemanfaatan air menjadi lebih efektif di dalam pengolahan limbah terpadu tersebut.

  • pengelolaan limbah padat rumah tangga

di dalam hunian landed house sampah padat rumah tangga biasanya akan di kolektif oleh dinas kebersihan pemda dan diangkut di tempat pembuangan sampah sementara dan tempat pembuangan sampah akhir. Tetapi sampah padat tidak dipisahkan atara limbah organik dan limbah non organik ( plastik, botol dan kaca). Semua sampah di tampung di tempat pembuangan sampah (TPS) tetapi hal ini banyak memiliki kerugian yaitu pencamaran air tanah terjadi di TPS dikarenakan sampah hanya di tumpuk begitu saja tanpa tindakan pengelolaan lebih lanjut. Apalagi tingkat hunian yang padat mengakibatkan volume sampah juga akan besar pula. Oleh sebab itu butuh perhatian khusus didalam pengelolaan limbah padat tersebut. Walaupun sudah di pisahkan di dalam pengumpulan sampah organik dan non organik, tetapi di dalam pengangkutannya akan di campur kembali menjadi satu karena kurangnya armada pengangkutan sampah, dan di buang di tempat pembuangan sampah yang sama.

Untuk hunian rumah susun pengelolaan sampah bisa diatur untuk dipisahkan antara sampa organik dan sampah non organik oleh pihak pengelola. Sampah non organik akan di buang ke tempat pembuangan akhir dengan bekerjasama dengan pemda terutama dinas kebersihan. Untuk di angkut menuju tempat daur ulang limbah milik pemda. Hai ini mempermudah pemda karena sampah non organik tingga di pilah pilah antara sampah plastik, sampah kaleng maupun smpah botol untuk di olah di tempat daur ulang yang berbeda.

Sedangkan sampah organik akan dikelola oleh pengelola rumah susun di buatkan bak penampungan sampah organik sehingga bisa dijadikan kompos untuk area pupuk di area taman sekitar hunian rumah susun, sedangkan gas pembusukan bisa dimanfaatkan sebagai bio gas untuk bahan bakar pengganti LPG. Pengelola rumah susun akan menyiapkan sistem terpadu sehingga bio gas tersebut kemungkinan bisa langsung dimanfaatkan ke penghuni rumah susun dengan biaya yang jauh lebih murah di bandingkan menggunakan LPG. Ada asas manfaat yang bisa dikelola oleh para penghuni rumah susun menjadi nilai plus di dalam pengolalan lingkungan.

 

[1] http://economy.okezone.com/read/2015/04/09/470/1131692/mau-beli-rumah-bersubsidi-dari-program-jokowi-ini-syaratnya

[2] http://nasional.news.viva.co.id/news/read/183708-inilah-rincian-penduduk-ri-per-provinsi

[3] http://georie.blogspot.com/2011/05/intrusi-air-laut.html

[4] http://sultanamin.blogspot.com/p/blog-page.html

[5] http://aceh.tribunnews.com/2015/01/30/aceh-mimpi-uang-karbon

[6] http://jawarakampung.blogspot.com/2011/01/carbon-trading-atau-mau-jadi-penghasil.html

[7] http://alamendah.org/2011/01/05/luas-hutan-indonesia-di-tiap-provinsi/

[8] https://watsanindo.wordpress.com/2008/09/10/od-bod-cod-apaan-tuh/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun