Mencintai merupakan fitrah yang diturunkan Tuhan pada setiap hati manusia. Dengan mencintai, manusia akan membangun rasa nyaman untuk menjalin hubungan dengan manusia, tidak hanya orang lain, tetapi juga diri sendiri.
Dengan mencintai, manusia akan rela menghabiskan berbagai sumber daya (materi, waktu, dan tenaga) untuk digunakan bersama dengan manusia yang dicintai.
Jika kita mencintai kekasih, maka apapun yang dia minta, akan kita belikan. Kapanpun dia ingin bertemu, akan kita sempatkan. Bagaimanapun dia meminta pertolongan, akan kita bantu.
Sebaiknya, dalam menjalin hubungan dengan diri sendiri pun demikian. Namun pada kenyataannya, seringkali kita mendapati orang yang lebih perhatian kepada orang lain daripada kepada dirinya sendiri.
Ada dua alasan yang membuat kita lebih mudah mencintai orang lain daripada diri sendiri. Pertama, ketika mencintai orang lain, kita cenderung menerima dia apa adanya.Â
Seluruh kepribadiannya akan kita cintai dengan sepenuh hati. Apabila kita melihat satu-dua keburukan darinya, kita akan "menutup mata" sambil berkata "itulah wajarnya manusia. Mana ada manusia yang sempurna?".
Kita pun akan menanggap bahwa satu-dua keburukannya merupakan bagian dari kepribadiannya yang juga kita cintai. Kita akan merasa bahwa dia tidak akan lengkap tanpa keburukannya, karena itulah dia. Begitulah perasaan kita ketika mencintai orang lain.Â
Namun, kedua, ketika mencintai diri sendiri kita akan membandingkan diri-nyata (real-self) dengan diri-ideal (ideal-self) yang kita miliki. Real-self adalah bagaimana diri kita melihat diri sendiri saat ini, sedangkan ideal-self adalah sosok ideal yang ingin kita capai.
Ketika melihat orang lain, kita cenderung melihat real-self-nya saja, lalu langsung menerima real-self-nya secara apa adanya sebagai bentuk cinta.
Tentu, kita tidak bisa melihat ideal-self orang lain. Kalaupun kita menanyakan ideal-self orang yang kita cintai kepada yang bersangkutan, maka yang dia beritahukan ialah bagian dari ideal-self-nya, bukan ideal-self-nya itu sendiri.
Semakin jauh perbandingan antara real-self dengan ideal-self maka kita akan semakin membenci diri sendiri. Sebaliknya, semakin dekat perbandingan antara real-self dengan ideal-self, maka kita akan semakin mencintai diri sendiri. Ilustrasi sederhananya sesuai pada gambar di bawah.
Pada dasarnya, real-self dan ideal-self merupakan variabel dinamis yang berubah sepanjang waktu. Jika kita sudah mencapai ideal-self yang kita inginkan, maka ketidaksadaranmu akan memproduksi ideal-self yang baru, itulah cara manusia selalu berkembang, itulah normalnya manusia.
Jika tidak punya keinginan berkembang, maka orang itu sedang dalam "masalah". Ilustrasi dari orang sombong ada pada gambar di bawah.
Di sisi lain, berusahalah untuk mencapai cita-citamu. Tingkatkan dan dekatkan real-self-mu dengan ideal-self-mu, jangan hanya menyalahkan cita-citamu saja. Intinya terletak pada keseimbangan antara real-self  dengan ideal-self.
Keseimbangan yang dimaksud bersifat relatif dan abstrak. Kamu lebih memahami keseimbangan antara real-self dan ideal-self-mu daripada siapapun. Orang lain hanya bisa membantumu untuk menyeimbangkannya dari luar dirimu.
Pemahaman konsep hubungan real-self dengan ideal-self sangatlah penting untuk meningkatkan daya tahan diri. Jadi, kalau terjadi "sesuatu" kepadamu, maka setidaknya kamu bisa melakukan pertolongan psikologis pertama kepada dirimu sendiri, sebelum akhirnya mungkin perlu untuk pergi ke psikolog/psikiater, bahkan mungkin juga bisa tidak perlu sama sekali.
Ilmu tentang mencintai diri sendiri sangatlah bermanfaat untuk menghadapi alur kehidupan yang kadang penuh dengan kejutan dan cobaan dari Yang Maha Kuasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H