Mohon tunggu...
Henri Satria Anugrah
Henri Satria Anugrah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Konten Pengembangan Diri

Membacakan hasil tulisan di channel Youtube bernama Argentum (https://www.youtube.com/c/Argentum-ID/)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Untuk Mahasiswa, Gunakanlah Ilmumu untuk Mengkritik Pemerintah, Bukan Sekadar Dialektika Baik-Jahat

5 Oktober 2019   10:55 Diperbarui: 5 Oktober 2019   11:39 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pixabay.com

Kita semua tahu bahwa beberapa hari terakhir, jalanan Indonesia sedang digoncangkan oleh suara mahasiswa. Demo dilakukan oleh mahasiswa dengan mengatasnamakan rakyat karena tidak puas dengan revisi dari beberapa undang-undang, dua di antaranya ialah RUU KPK dan RKUHP. 

Dua undang-undang ini paling viral dan dikritik habis oleh mahasiswa. Mereka merasa, Indonesia berada dalam bahaya apabila mereka tidak melakukan aksi. Kenyataannya, benarkah demikian?

RUU KPK sudah disahkan pada 17 September lalu, meskipun sampai saat ini masih menjadi kontroversi dan sedang digugat oleh beberapa advokat dan mahasiswa. Sedangkan RUU KUHP pengesahanannya sudah ditunda dan pembahasannya akan dilanjutkan oleh DPR periode selanjutnya.

UU KPK (yang baru) memang didapati beberapa kekeliruan. Salah satunya ialah mengenai dibentuknya Dewan Pengawas KPK. Menurut Prof. Edward Omar Sharif Hiariej, pembentukkan Dewan Pengawas KPK tidaklah diperlukan. 

Penyidik cukup melakukan izin kepada pimpinan KPK apabila ingin melakukan penyadapan, bukan kepada Dewan Pengawas (silakan tonton di: Ujian Reformasi: Beranikah Presiden Keluarkan Perppu untuk Selamatkan KPK? (Part 4) | Mata Najwa). Mungkin masih ada kekeliruan lain yang tidak layak dibahas oleh penulis karena tidak berkapasitas untuk itu.

Sedangkan untuk RUU KUHP, telah dibahas oleh Kompasianer lain, Ryo Kusumo, dalam artikelnya yang berjudul Wahai Adik Demonstran, Sudah Pada Baca Belum Sih Isi RUU KUHP? Selain itu, ahli-ahli lain seperti Prof. Harkristuti Harkrisnowo dan Prof. Yasonna Laoly juga sudah membahas ini. Intinya "hanya" terdapat miskomunikasi antara pemerintah dengan rakyat, sehingga rakyat menafsirkan RUU KUHP secara keliru. 

Tentu, rakyat tidak bisa disalahkan atas hal ini karena memang tidak semua orang berkompetensi untuk menafsirkan RUU KUHP. Selain itu, tebalnya buku RUU KUHP juga menjadi alasan lain yang menghambat rakyat untuk memahami RUU KUHP (masa iya semua orang harus disuruh membaca buku ribuan halaman kata per kata?). 

Menurut penulis, idealnya, pemerintah menyediakan "pesan simpel" yang bisa dibaca secara luas tanpa menimbulkan miskonsepsi dalam pikiran masyarakat.

Demo telah berlalu. Berbagai kerusakan telah terjadi. Bukan cuma kerusakan benda/materi, kerusakan mental berupa kebencian masyarakat kepada pemerintah juga terjadi. Mengapa hal itu disebut kerusakan mental? Memang apa dampaknya bagi Indonesia?

Untuk pembaca, harap tenang terlebih dahulu. Mungkin beberapa pembaca ada yang mulai berprasangka bahwa penulis adalah buzzer-nya pemerintah atau apapun itu. Sama sekali tidak! Penulis juga bukan bermaksud untuk membela dan membenarkan pemerintah secara mutlak. Korupsi dan suap merupakan rahasia umum tentang kejahatan pemerintah yang sudah terekam dalam sejarah. 

Tentu, rakyat mana yang tidak membenci kejahatan seperti itu? Yang pasti, siapapun pemerintahnya tidak akan 100% buruk dan tidak juga 100% baik karena mereka hanyalah manusia biasa. Namun saat ini, bukan itu yang ingin penulis bahas. Jadi, mohon baca sampai selesai dan jauhkan prasangka yang demikian terlebih dahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun