Jurnalisme robot? Pernahkah Anda mendengar istilah tersebut? Mungkin ada beberapa yang sudah mendengar, tetapi banyak juga yang belum familiar.Â
Disebut sebagai jurnalisme robot karena robot lah yang menulis berita berdasarkan algoritma yang sudah diprogram oleh jurnalis. Kim (dalam Amran dan Irwansyah, 2018, h.170), menyebutkan bahwa cara kerja jurnalis robot adalah dengan mengidentifikasi trend atau pola tertentu dan mempublikasikan artikel dalam format tertentu juga. Dengan begitu, konteks robot disini bukanlah secara fisik yang dapat terlihat, tetapi sebuah sistem yang sudah terprogram pada software redaksi dan siap dijalankan.Â
Semua artikel bisa diciptakan melalui jurnalisme robot?Â
Tentu tidak. Sebab, penyusunan artikel oleh jurnalis melibatkan aspek yang kompleks. Robot mungkin bisa membuat berita berdasarkan data yang ada, tetapi hanya manusia sajalah yang bisa membuat sebuah informasi dengan mempertimbangkan perasaan atau emosi dan etika.Â
Sejauh ini, jurnalisme robot memang baru dilakukan kebanyakan di desk olahraga. Mengapa? Karena data statistik dalam setiap pertandingan olahraga itu banyak dan biasanya berupa pengulangan. Pertandingan sepakbola dinilai memiliki pola seperti siapa yang mencetak gol? Di menit berapa? Siapa yang mendapat kartu kuning? Siapa yang lebih dulu unggul? Dan sebagainya. Pola inilah yang digunakan oleh jurnalisme robot. Selain itu, desk olahraga ini juga dipilih karena banyaknya artikel yang dikeluarkan karena kualitas teks yang diproduksi robot ini mahal dan membutuhkan waktu.Â
Menurut Latar (dalam Amran & Irwansyah, 2018, h.171), terdapat dua pilar dalam jurnalisme robot. Pertama, software komputer yang otomatis mengesktrak pengetahuan baru dari big data. Kedua, automasi algoritma yang mengubah pengetahuan menjadi cerita tanpa keterlibatan manusia.  Â
Media di Indonesia yang Pernah Menggunakan Jurnalisme Robot
Beritagar.id, bisa dikatakan media pertama di Indonesia yang menggunakan AI jenis ini dalam proses kerja jurnalistik pada laman webnya tanpa bantuan manusia (Amran & Irwansyah, 2018, h.175). Sejak akhir tahun 2017 hingga akhir tahun 2019, salah satu produk robotrial yang menulis berita adalah hasil pertandingan sepak bola. Di dalamnya, Beritagar.id menggunakan teknologi berbasis Machine Learning (ML) untuk mengenali pola dan pembelajaran oleh AI. Kemudian ada teknologi Natural Language Processing (NLP) berkaitan kecerdasan buatan dan bahasa komputer (Beritagar.id, dalam Amran & Irwansyah, 2018, h.175).Â
Namun pada awal Desember 2019, media digital ini berubah nama menjadi Lokadata.id (Widodo, 2020, h.38). Mengapa? Herman Kwok, CEO PT Lintas Cipta Media atau Beritagar.id (dalam Wahyudi, 2019) mengungkapkan bahwa ada perubahan konten, konsep penyajian, dan strategi pemberitaan yakni menjadi jurnalisme data. Dengan begitu, memang secara tidak langsung praktik jurnalisme robot ini sudah tidak ada, tetapi sempat mewarnai dinamika jurnalisme di Indonesia.Â
Dua Sisi Perkembangan AI Pada Jurnalis
Kovach dan Rosenstiel (dalam Amran & Irwansyah, 2018, h.175) menyatakan bahwa robotorial yang merupakan produk AI belum sepenuhnya melakukan praktik jurnalisme. Sebab, sampai perkembangannya saat ini belum memiliki kesadaran etika layaknya jurnalis.Â
Selain itu, kecanggihan AI juga bisa melahirkan masalah etika. Mengapa? Karena algoritma AI cenderung mengutamakan berita yang viral atau kontroversial sehingga lebih banyak menghasilkan klik dari netizen. Jika tidak hati-hati, maka objektivitas khususnya hal-hal yang berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik menjadi bias.Â
Kepekaan pada isu sosial, budaya lokal, dan perasaan juga tidak bisa dipahami oleh AI. Hal-hal ini hanya dimiliki manusia karena bersangkutan dengan pengetahuan yang sifatnya tidak bisa diprogramkan karena terlalu banyak dan disesuaikan dengan konteks masing-masing tempat.Â
Akan tetapi, bukan berarti AI sepenuhnya tidak berguna dalam proses jurnalisme era kini. AI bisa saja membantu jurnalis dalam mengidentifikasi tren, pola, dan sumber potensial. Selain itu, AI juga  bisa untuk mentranskrip data hasil wawancara dengan narasumber. Dengan begitu, AI diarahkan untuk meningkatkan efisiensi kerja jurnalis dan bukan malah menggantikan daya kritis dan analisis dari jurnalis.
Biaya Mahal dan Kesiapan SDM di Indonesia
Walaupun dengan keberadaannya yang mampu membuat efisien kerja jurnalis, AI ini memiliki kendala di biayanya yang mahal sehingga tidak semua media maupun jurnalis di Indonesia mampu mengaplikasikannya. Dengan begitu, hanya media-media besar saja yang punya modal untuk menggunakan pendekatan AI ini. Sementara untuk media kecil yang masih terkedala dalam finansial akan menjadi sulit rasanya.
Kemudian, kesiapan SDM atau para pelaku yang mengoperasikan AI ini. Nezar Patria, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (dalam Kominfo, 2023) menyebutkan bahwa saat ini penggunaan AI dalam kegiatan jurnalisme masih berupa pencarian rekomendasi dan belum menjadi bagian besar dalam pengambilan keputusan. Artinya, SDM di Indonesia sendiri pun masih belum siap untuk menghadapi ini.Â
AI dan jurnalisme, hal yang sungguh menarik untuk terus dipantau kelanjutannya di era masa depan.Â
Sumber:
Amran, S.O., & Irwansyah. Jurnalisme robot dalam media daring beritagar.id. Jurnal IPTEK-KOM20(02), 169-182.Â
Kominfo. Â (2023, Agustus 22). Tingkatkan nilai jurnalisme dan media, wamenkominfo dorong adopsi ai. Siaran Pers. Diakses dari https://www.kominfo.go.id/content/detail/50956/siaran-pers-no-219hmkominfo082023-tentang-tingkatkan-nilai-jurnalisme-dan-media-wamenkominfo-dorong-adopsi-ai/0/siaran_persÂ
Wahyudi, E. (2019, Oktober 21). Bantah beritagar tutup, pemred: 17 karyawan di redaksi dirumahkan. Diakses dari https://bisnis.tempo.co/read/1262529/bantah-beritagar-tutup-pemred-17-karyawan-di-redaksi-dirumahkanÂ
Widodo, Y. (2020). Jurnalisme Multimedia. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H