Mohon tunggu...
Henrikus Harkrismoyo Vianney
Henrikus Harkrismoyo Vianney Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa S1

Saya adalah seorang mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Hobinya mendengarkan lagu, menulis, dan menjadi pembawa acara.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Podcast Jurnalistik: Bukan Sekadar Nyaman Didengar, tetapi Harus Taat Aturan

22 Oktober 2023   09:59 Diperbarui: 22 Oktober 2023   10:08 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 2. Podcast. Sumber: riverside.fm

Hadirnya new media berbasis internet membuat banyak media pers nasional ternama berlomba-lomba untuk membuat inovasi konten atau produk jurnalistik yang up to date. Salah satunya podcast atau yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan siniar. Istilah podcast sendiri pertama kali dikemukakan oleh seorang jurnalis bernama Ben Hammersley tahun 2004 yang menyebut kata podcast sebagai singkatan dari play on demand and broadcast (Muslimah, 2022, h.19). 

Gambar 1. Ben Hammersley. Sumber: aurumbureau.com
Gambar 1. Ben Hammersley. Sumber: aurumbureau.com

Podcast memiliki beberapa keunggulan. Pertama, sifatnya yang fleksibel untuk didengarkan. Dengan kata lain, audiens aktif dan bebas untuk menentukan waktu dan lokasi mendengar podcast tersebut. Kedua, biayanya yang relatif murah. Dalam hal ini, bahkan pendengar bisa mendengarkannya secara cuma-cuma alias gratis di beberapa platform ternama seperti yang sudah familiar yakni Spotify, Apple Podcast, Google Podcast, Soundcloud, NOICE, dan masih banyak lagi. 

Eksistensi podcast di Indonesia pun tidak bisa dipandang sebelah mata. Menurut Pahlevi (2022), pada kuartal III tahun 2021, pendengar podcast di Indonesia mencapai 35,6% dari total pengguna internet dengan rentang usia antara 16-64 tahun. Artinya, pendengarnya ini adalah generasi millenial (1981-1986) dan Gen Z (1997-2012). Hal ini tentu mengejutkan karena ternyata bangsa kita hanya kalah dari Brazil yang menduduki posisi pertama dengan hasil persentase sebesar 37%. 

Bukan tanpa alasan media pers nasional merambah masuk ke dunia podcast ini. Menurut Hasya (2023), sebesar 31% gen Z di Indonesia suka mendengarkan podcast tentang topik berita dan politik. Persentase ini menduduki peringkat kedua pasca komedi (64%) tentang kategori topik podcast yang paling disukai di Indonesia. 

Pada posisi ketiga, terdapat topik tentang sosial budaya yakni sebesar 30%. Hal ini menunjukkan bahwa ada peluang ekonomi yang sangat besar jika kita kaitkan dengan konteks jurnalisme masa depan di Indonesia. Pasalnya, mayoritas pendengar itu menyukai podcast bergenre berita dan politik serta sosial budaya sesuai hasil riset di atas. 

Potret Podcast Berbasis Pendekatan Jurnalistik di Indonesia

Gambar 2. Podcast. Sumber: riverside.fm
Gambar 2. Podcast. Sumber: riverside.fm

Berbicara tentang jurnalisme masa depan di Indonesia, podcast dinilai bisa menjadi warna baru dalam variasi konten produksi jurnalistik. Tidak hanya tersaji dalam bentuk tulisan, kini produk jurnalistik pun mulai bergeser menjadi audio visual dengan durasi yang relatif singkat. Salah satu bentuknya ialah podcast. Sebab, tidak bisa dipungkiri bahwa mayoritas dari publik sekarang lebih menyukai konten hard maupun soft news dalam bentuk audio visual tersebut. 

Beberapa media di Indonesia yang memiliki podcast diantaranya adalah BBC Indonesia, CNN Indonesia, Kompas, Detik.com, dan TEMPO (Muslimah, 2022, h.20). Masing-masing media ini memiliki jenis topik podcastnya masing-masing. 

Hal yang membedakan podcast ala jurnalistik dengan podcast mainstream lainnya adalah kepatuhan mereka pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang telah ditetapkan oleh Dewan Pers. Dengan kata lain, media-media besar di atas mesti taat pada aturan tersebut. Misalnya, isi kontennya harus cover both sides atau berimbang, sumbernya jelas, tidak mencampurkan antara fakta dan opini, tidak menghakimi, dan seterusnya sesuai regulasi yang berlaku. 

Namun sayangnya, diberitakan bahwa pada bulan Juli lalu, ada salah satu konten podcast milik media ternama di Indonesia yang dinyatakan oleh Dewan Pers telah melanggar Kode Etik Jurnalistik pasal 1, 2, dan 3. Alhasil, ada beberapa proses yang mesti ditempuh oleh media tersebut dengan pihak yang merasa dirugikan. 

Menurut Susanto (2023, h.110), proses mediasi antara keduanya pun menyepakati beberapa hal yakni media tersebut harus melayani hak jawab secara proporsional dan meminta maaf kepada pihak yang dirugikan. 

Hak jawab tersebut harus dimuat di semua platform yang telah menayangkan konten podcast tersebut. Terakhir, menambahkan deskripsi bahwa podcast tersebut telah melanggar Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Pemberitaan Siber. Dari pemberitaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa podcast ala jurnalistik ini memang harus ketat baik dari proses pengumpulan data, pendistribusiannya kepada publik, hingga dikonsumsi publik. 

Akurasi dan Verifikasi adalah Harga Mati

sumber: kompasiana.com 
sumber: kompasiana.com 

Kendati sifat new media ini cepat, interaktif, aktual, fleksibel, dan borderless, tetapi etika dan prinsip-prinsip jurnalisme dalam setiap informasi yang diberikan oleh media pers kepada publik haruslah dipatuhi. Akurasi dan verifikasi adalah hal yang mutlak dilakukan oleh segenap tim redaksi. Sejalan dengan hal itu, Kovach dan Rosenstiel (dalam Susanto, 2023, h.7) juga mengatakan bahwa intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi. Sebab melalui hal-hal itulah, publik menjadi percaya kepada praktisi atau lembaga pers itu sendiri. 

Dengan demikian, penting bagi semua media pers untuk selalu memperhatikan kualitas informasi yang akan dipublikasikan kepada publik. Pastikan bahwa informasi itu valid dan bukan sekadar asumsi belaka dari ruang redaksi yang masih minim akurasi dan verifikasi. 

Tahun 2024 mendatang, kita akan menyongsong tahun politik di Indonesia. Intrik, isu, dan gelombang informasi tentang perpolitikan tentu akan mewarnai keseharian kita sebagai masyarakat Indonesia. Maka sudah selayaknya, kita semua berharap agar semua produk jurnalistik berbasis new media dapat terjamin mutu dan kualitasnya. Jangan sampai kejadian serupa seperti berita di atas terulang lagi.

REFERENSI 

Hasya, R. (2023, Februari 17). Fenomena podcast, dianggap konten segar dan mulai dinikmati gen z indonesia. Goodstats.id. Diakses dari https://goodstats.id/article/fenomena-podcast-dianggap-konten-segar-dan-mulai-dinikmati-gen-z-indonesia-jGcdr 

Muslimah, F. (2022). Podcast sebagai media alternatif praktik jurnalistik radio oleh tempo. Jurnal Studi Jurnalistik 4(01), 13-29. 

Pahlevi, R. (2022, Februari 8). Pendengar podcast indonesia terbesar ke-2 di dunia. Kata data.co.id. Diakses dari  https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/08/pendengar-podcast-indonesia-terbesar-ke-2-di-dunia 

Susanto, T. A. (2023). Podcast 'bocor alus politik tempo': podcast tempo versus erick thohir. Journal of Election and Leadership (JOELS)4(02), 110-119.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun