Sendok punya banyak teman. Salah satu temannya bernama Garpu. Dan Garpu sangat mengenal saya. Saya dipaksa memanggil Garpu karena saya ikut-ikutan saja. Begini, sebelum saya mengenal Sendok saya lebih dulu mengenal Garpu. Sendok dan Garpu berteman lama sejak zaman kuliah. Mereka sangat akrab. Saking akrabnya, teman-teman sejawatnya sudah tidak lagi memanggilnya Riyadi nama sebenarnya.
Warung masakan Padang punya andil besar dalam hal ini. Suatu kali Sendok dan teman-temannya baru saja selesai menikmati hidangan di warung Padang. Tidak disengaja, salah satu dari mereka menangkap ada yang tidak biasa. Dari sekian meja di warung Padang itu tidak didapati tisu dan tusuk gigi. Yang ada di meja hanya sendok dan garpu saja. Kemudian semua pandangan mendadak beralih pada sosok Sendok dan Riyadi. Nah! sejak saat itu nama Riyadi bertransformasi menjadi Garpu. Diilhami dari situ mengapa Riyadi dipanggil Garpu.
Kala itu nasib saya di Kota Malang tidak jelas, Garpu mengajak saya bertamu ke kos Sendok. Di sini awal saya mengenal Sendok. Garpu bilang, suatu hari saya bakal menemui nasib baik kalau saya berprilaku santun kepada Sendok.
Sedikit gambaran tentang Sendok saya peroleh dari Garpu. Sendok orangnya sangat baik, dermawan, kalau sudah berargumen sulit untuk dilawan. Memiliki wawasan yang luas, kutu buku, posturnya kurus, tingginya 170cm kurang sedikit. Dan indomie goreng campur telor ceplok adalah makanan kesukaannya. Kegiatan sehari-hari Sendok cuma menulis. Kalau sudah menulis bisa berlarut-larut. Tapi kalau sudah datang penyakit malasnya juga bisa berlarut-larut.
Sampai saya menulis tentang sosok Sendok di bagian ini, sebetulnya, saya malas sekali. Sendok bukan orang yang gampang dirayu untuk bercerita tentang siapa dirinya. Teman-temannya juga berkata demikian. Bagi Sendok, sajian indomie goreng campur telur ceplok jauh lebih bermakna daripada harus bercerita tentang dirinya.
Suatu kali saya mencoba peruntungan, mengulik cerita dari sosok Sendok. Saya siapkan perangkap. Siapa tahu kalau beruntung, saya bisa menulis sepenggal kisah tentang dirinya. Mula-mula saya siapkan indomie goreng dan telur ayam yang baru saya beli dari Indomaret. Sendok terlihat sangat sibuk di depan monitor. Jemarinya menari-nari di atas papan ketik. Kalau sudah seperti itu dia tidak bisa diganggu. Tapi jauh di lubuk hati paling dalam, saya optimis bisa. Bila gagal, tidak jadi masalah. Pepatah bilang, "Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda." Preeettt.
"Kamu masak indomie goreng berapa bungkus Hen?" tanya Sendok membuat saya langsung kaget seketika. Rupanya kuat juga aroma bumbu indomie ini. Tentu ini kesempatan yang baik buat saya menggiring Sendok masuk perangkap.
"Kenapa Dok? Kalo kamu mau tak buatin aku nggak keberatan kok."
"Pake telor ya Hen!" balasnya cepat.
"Okee. Siaaapp! Dok."
Kali ini pepatah itu salah. Mungkin yang benar seperti ini, "Kesuksesan adalah kegagalan yang tidak jadi." Saya bukan tipikal orang yang mudah menyerah. Bila sudah jadi tekad bulat, tentu saya kejar sampai dapat. Untuk sementara Sendok masuk perangkap. Sejak pagi bangun tidur Sendok belum makan sama sekali. Lalu tiba-tiba saat dia sedang mager karena harus kejar setor tulisan, sudah tentu perutnya pasti lapar. Dan ketika ada seseorang berkenan menyajikan untuk dirinya walaupun sekedar mie goreng campur telor ceplok, hatinya pasti luluh. Saya tahu betul karakter Sendok. Saya mencoba mulai masuk ke pertanyaaan yang sudah saya pikirkan ketika saya selesai belanja dari indomaret.