Tak lama, bayangan-bayangan itu semakin cepat berlalu, berganti bayangan berkabut hitam muncul. Menggambarkan kejadian raja ular kobra mencabik-cabik sepasang suami istri hingga tampak sangat jelas satu taring panjang raja kobra menusuk tepat pada jantung perempuan itu dan satu taring lagi menusuk pada lengan bayi dalam jarit bedung.
Dewandaru yang menyadari bayangan itu adalah gambaran ayah dan ibunya. Sesaat hatinya dipenuhi rasa amarah yang begitu hebat, air matanya mengalir, suara menggelegar lepas dari mulutnya mengalahkan suara gemuruh mantra aji saka. Hatinya penuh gejolak, panas, dendam, benci, berkecamuk jadi satu.
Ki Kastara yang tak kuat lagi menahan amarah Dewandaru, yang akan merusak pelindung selaput bening, memberikan peringatan pada Ki Kebomas. "Lakukan sesuatu!" Ujarnya merintih, Ki Kebomas bergegas mengeluarkan mantra raga sukma, menjelma menjadi bayangan cahaya putih, masuk ke alam pikiran Dewandaru. "Cucuku. Jangan kau biarkan rasa itu menyelimuti hatimu." Ujar Ki Kebomas dingin.
"AAAAAARGH!" teriaknya, tak menghiraukan suara datang itu. "Dewandaru." Sapa Ki Kebomas lagi dan hangat. "Adakah sedikit saja rasa sayangmu kepadaku di hatimu." Ujarnya lagi.
Kemudian, rasa amarah itu pelan-pelan meredup. Dan cahaya putih aji saka menyilaukan tiba-tiba masuk ke dalam tubuh Dewandaru. Cahaya itu meninggalkan rasa sakit menyesakkan dada, membuat Dewandaru teriak keras-keras, hingga keluar suara gemuruh yang begitu hebat. Menembus langit-langit pelindung selaput bening milik Ki Kastara hingga bocor. Dan membuat suara petir muncul di mana-mana.
***
Sesaat suasana menjadi tenang. Selaput pelindung berlahan hilang. Langit biru berawan, dan suasana menyiratkan. Sore akan segera datang. Dewandaru duduk terdiam seraya telapak tangan memegang dada, napasnya tersengal. Ki Kebomas dan Ki Kastara mendekat, menguatkannya. Wajah Dewandaru terus memandangi keduanya. Ia merasakan tetes-tetes air lembut jatuh di dada. Hatinya begitu sangat damai.
Cerpen Dewandaru
9. Dua Mantra Sakti
Kamis, 09 Juni 2022
Henri Koreyanto