"Jika benar dugaanku, seperti yang Ki Kastara rasakan. Ada baiknya aku segera berkemas." Sapanya sembari duduk di antara mereka. Mendengar itu Ki Kebomas semakin penasaran. Ia merasa, hanya dirinya yang tak tahu maksudnya.
"Panggil cucumu ke sini. Kau pasti segera memahaminya." Kata Ki Kastara. Sesaat, Ki Kebomas melambaikan tangan dan Dewandaru mengerti maksud kakeknya itu, lalu bergegas mendekat.
"Pergi sekarang saja dari tempatku." Gumam Ki Kastara kepada Empu Akatara lagi seperti mengusir. Sontak Ki Kebomas mengerutkan dahi, seraya memandang Empu Akatara yang beranjak dari tempat duduknya.
"Kau, Betul-betul pergi?!" tanya Ki Kebomas. "Untuk kebaikan Dewandaru, apapun kulakukan." Jawab Empu Akatara.
"Sudahlah! Nanti kau mengerti maksudku." Ujar Ki Kastara kepada Ki Kebomas.
Beberapa detik kemudian, Empu Akatara memotong langkah Dewandaru yang hampir saja mendekat. Seraya memegang pundaknya ia berpesan, "Kutunggu kehadiranmu di Karimunjawa. Bersungguh-sungguhlah Nak, kakekmu itu manusia luar biasa." Dewandaru menganggukan kepala. Belum sempat berucap kata, Empu Akatara bergegas pergi meninggalkannya.
Sesaat, Dewandaru sudah bersama Ki Kebomas dan Ki Kastara. "Lengan kananmu itu, coba kau tunjukan pada kakekmu?" Kata Ki Kastara disertai Ki Kebomas memandang lengan Dewandaru keheranan. "Bagaimana mungkin secepat ini Ki?" Tanyanya pucat, seraya menatap tanda biru memenuhi kulit Dewandaru.
"Itu sebab Empu Akatara bergegas pulang. Dia tahu betul Putera Nara melakukan banyak penumbangan pohon-pohon itu menggunakan tongkat kalimasada buatannya. Jika ini tak dihentikan, sekujur tubuh Dewandaru akan penuh dengan tompel biru." Ujar Ki Kastara.
"Dan tentu, akan sangat sulit mantra-mantra lain masuk ke dalam tubuh Dewandaru! Dengan begitu, Putera Nara tidak akan mengalami kesulitan lagi saat menaklukan pohon besar yang menjadi target utamanya?" Sahut Ki Kebomas memandang Ki Kastara.
"Benar sekali Ki. Tongkat kalimasada milik Putera Nara bukan untuk menaklukan pohon besar itu. Tapi hanya sebagai perantara saja. Jika pohon-pohon kecil di sekitar pohon besar itu musnah." Ujar Ki Kastara tersengal. "Dia tak lagi membutuhkan tongkat kalimasada. Kemudian, ia akan sangat mudah menumbangkan cukup dengan mantra uragapati."
"Dan Empu Akatara, mencoba berusaha keras melumpuhkan kesaktian tongkat kalimasada. Seraya memberikan ruang untuk kita memberi mantra-mantra sakti ke tubuh Dewandaru." Gumam Ki Kebomas memastikan sungguh-sungguh.
"Cerdas sahabatku yang satu ini. Kau betul-betul lulusan terbaik yang pernah dimiliki Padepokan Inggil Giri." Kata Ki Kastara memuji.