Dulu, Bahasa kerennya Divisi Basar (Gambar Dasar), tapi karena ini si Bos (kadiv) risih, kemudian nama divisi diubah menjadi Garda (gambar dasar).
Lumayan agak keren dikit lah "Garda". Jadi, ketika si Bos persentasi rapat dengan para Big Bos (manager & pemilik saham), enak ngomonginya. "Baik Pak, gambar dasar secepatnya kami realisasi, dan tim Divisi GARDA siap untuk surfei lapangan".
Si Big Bos pasti manggut-manggut, dengan kepercayaan dan keyakinan untuk goal project.
Coba kalau diubah, "Baik Pak, gambar dasar secepatnya kami realisasi, dan tim Divisi BASAR siap untuk surfei lapangan".
Kita jamin tuh Big Bos, bibirnya cungar-cungir dan mBatin, "Sejak kapan perusahaan kita beralih profesi jadi pasar berjangka". Aku berani bertaruh, not approved project.
Sudahlah lupakan saja. Toh itupun tetap salah. Setahuku yang betul "Bazar".
--000--
Ada yang tanya lagi...
Aduuh, sudah po'o rek.
"Kok dalam tanda kurung hurufnya kecil, itu bukan EYD yang benar".
Ah sudah lah, pertanyaanmu basi.Â
Sudah kesekian kalinya kita ganti nama, capek nulis. Paham!. Cakep. Dan lagi, kita sudah betul-betul jenuh desain papan nama itu. Hingga kita pakai bahan papan nama sekarang ini menggunakan "seng", itu pun dari bekas plat nomor motor Paijo yang sudah mati.
Nah, sekarang ini, pokok pembahasan bukan itu semua. Tapi, pada divisi garda yang kami tunggangi saat ini. Big Bos kasih info melalui WA si Bos. Kemudian forward ke group kami, bahwa Marjo dan Tarjo masuk dalam jajaran divisi baru. Jadi, divisi kami saat ini kurang tenaga.
Eits... Jangan pernah nulis di kolom koment ya, untuk pengajuan lamaran. Jawabanku "never try". Jangan pernah tanya tentang hal itu, Big Bos kami orang sadis. Terkadang Realis, tapi lain waktu Idealis. Hanya momentum yang menyelamatkan kalian.
"Tenang", kata si Bos. Kita punya pengganti yang tahan banting seperti Marjo dan Tarjo. Informasi dari Big Bos, saat sesi wawancara, hasil mereka memukau, tak seperti kalian dulu, "receh".
Tak lama kemudian, dua pemuda ini pun masuk ruang divisi kami. Memperkenalkan nama, Mas Tengku Tato dan Mas Karya Gosan. Kami pun sebaliknya memperkenalkan nama, Bery Paijo dan aku sendiri Samalang.
Awalnya mereka memanggil kami Pak, tapi dengan kerendahan hati. Kami mohon, mereka tak lagi memanggil Pak. Alasan utama, agar tak terlihat tua.
Mereka pun sama, dengan kerendahan hati, agar kami tak memanggil Mas. Alasan utamanya. Agar terjadi keakraban dan terjalin "solid team work".
Wueeeh, keren Jo. Seumur-umur kerja belum pernah kita pakai istilah "solid team work". Kita lebih populer dengan "Kerja sama tim". Sepertinya harus diubah. Ini dunia kerja Jo, bukan tim futsal.
Paijo pun manggut-manggut, sambil memegang dagu, "memang, ciri orang berbobot terlihat dari gaya bicara" ujar Paijo.Â
Aku pun memberanikan diri bertanya, bagaimana mereka berdua bisa lolos dari wawancara negosiasi gaji. Biasanya sesi ini paling kritikal. Di situ ada jebakan antara realis dan idealis. Big Bos itu orang-orangnya aneh, kita harus jeli.
Mereka Tato dan Gosan berpendapat, untuk hari ini bagaimana kita saling sharing. Oke, Paijo pun manggut-manggut. Memintaku terlebih dahulu karena senioritas.
Gini, aku ini hanya untung di momentum. Andaikan divisi ini sudah terisi minimal satu orang saja. Lain, mungkin ceritanya. Jadi, sesi negosiasi gaji otomatis gugur untukku. Kemudian aku balik tanya Paijo, gimana kamu Jo...
Bola matanya mulai naik turun, ini bertanda otak Paijo mulai menggabungkan puzzle yang menuntut mengingat masa itu alias sudah encer.Â
Gaya Paijo menirukan batuknya Big Bos. Eheem. Inti dari sesi itu sebetulnya kamu minta upah berapa.
Biar sedikit terlihat keren, aku jawab saja. Realis Pak. Loh, kok realis, itu artinya kamu nggak inovatif dong. Nggak kreatif dong. Perusahaan nggak butuh yang seperti ini Mas, kalau hanya cukup hadir saja. Mending angkat kaki deh sekarang.
Paijo kok digertak, wah salah sasaran anda. Gumam Paijo meremehkan. Itu artinya Bapak ngomongin idealis nih. Oke, saya minta naikin upah. Kemudian trend perusahaan turun, apakah saya harus idealis menghadapi kenyataan seperti ini, sedangkan saya menikmati.
Nggak lama itu, sepersekian detik si Big Bos bilang, "Selamat Bergabung Mas Paijo".
Gimana keren kan. Kami bertiga pun manggut-manggut. Masak seperti ini si Bos bilang receh, ngawur itu ngomongnya. Kan tadi aku sudah bilang. Biar sedikit keren, gitu kan. Ini baru sedikit, belum banyak.
Gumam Paijo, menirukan gaya orang yang sedang menang lotre.
Terus ni, aku dan Samalang sudah. Gimana dengan kalian berdua. Tanya Paijo balik, ke Tato dan Gosan. Kalian berdua tentu panas dingin. Big Bos tanya gitu.
Tato dan Gosan pun mulai bercerita. Alkisah, mereka berdua kebetulan untuk sesi ini langsung berdua. Masih sama kok pertanyaannya. Minta upah berapa, intinya gitu.
Ya sudah, kita rileks aja. Masak perusahaan gede nanyanya receh. Wuuuiik Jo, berani kali mereka berdua ini. Paijo pun mulai dengan wajah serius.
Yaa, aku dan Gosan saling menutup kekurangan saja, kata Tato. Kita jawab.
Sesuai keahlian kita saja, penerapan ilmu teknologi, ilmu manajemen organisasi.Â
Kemudian Gosan melengkapi, bila memang diperlukan, ya mau nggak mau perbaikan sumber daya divisi di mana di tempatkan. Bisa dimulai dari perbaikan SOP tiap langkah, tiap menit dan tiap detik detail pekerjaan.
Itu artinya efisiensi dan efektifitas SDM, gumam Paijo. Tul, Pak Paijo, titik itu yang kita tekankan. Dan untung saja Big Bos bisa terima.
Nih, gini ini Sam. Cocok di tempakan di divisi kita. Big Bos betul-betul tau selera kita, gumam Paijo.
Tapi semua itu, tergantung penempatan luh Pak Paijo. Andaikan kami di tempat divisi yang berbeda, mungkin lain cerita.
Betul kata Paijo. Sifatnya dinamis. Begitulah kesimpulan dari sahabatku ini.
Oke. Hari pertama kalian kali ini, mari kita keliling di beberapa area proyek. Agar kalian berdua segera cepat untuk beradaptasi.
Kami bertiga pun bersiap memulai kegiatan sesuai arahan Bapak Paijo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H