Kemudian kuambil di saku celana, sebuah tembakau bertulis angka 234, ku tawarkan kepada wanita itu, yang juga seorang perokok. Dia pun dengan dua tangan mengangkat seraya seperti orang dada-dada.
Masih terkaget dengan apa yang kulakukan, dan mungkin ini adalah pesan bahasaku kepadanya, bahwa hipotesamu SALAH.
Setelah berbincang singkat dan kuhabiskan satu batang tembakau miliknya, dengan rasa hormat aku berpamitan untuk undur diri. Wanita itu masih terlihat tegang kaget dengan apa yang sudah kulakukan dan kukatakan, seolah tak percaya.
Selama disini aku memang tak pernah melakukan ini, karena teman satu kos ku tak ada yang merokok, dan aku menghormati mereka. Aku tak berbangga diri, toh walaupun bisa saja aku melakukannya karena pemilik kos ini juga seorang perokok.
Setelah beberapa bulan berlalu.
Kulihat sekilas dari jauh wanita itu berjalan dengan membawa beberapa hasil belanja. Sudah tak ada rasa hatiku yang terusik dengan perkataanya semenjak kejadian itu. Dan teman-teman seangkatanku hanya berkata "Masih, masih aja aku kos di situ Hen, Kenapa?". Aku tak menjawabnya, dan itu sudah berlalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H