Mohon tunggu...
Heno Bharata
Heno Bharata Mohon Tunggu... -

Berusaha Hidup Sebaik Mungkin

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jokowi-JK Harus Tuntaskan Proyek "On Paper"

21 Oktober 2014   18:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:15 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_330279" align="aligncenter" width="824" caption="Berfoto Bersama"][/caption]

Ada begitu besar gap atau lubang dalam perkembangan dalam dunia konstruksi di Indonesia, terutama antara pulau Jawa dengan pulau Sumatera, termasuk kota Medan di dalamnya. Gap itu tak melulu terkait perkembangan keilmuan, melainkan juga dalam aplikasinya di proses pembangunan konstruksi.
"Kita tahu, kan selama ini kegiatan-kegiatan berskala internasional ini jarang diadakan di sini. Ada gap yang cukup besar antara di Jawa dengan Sumatera, termasuk di Kota Medan, baik itu dari sisi praktisi, akadermisi, maupun dari sisi masyarakat teknik sipil," kata DR Ir Ade Faisal, Ketua Panitia The 3rd International Conference of Geohazard International Zonation (GIZ 2014) and 5th Seminar and Short Couse of HASTAG yang diselenggarakan di Grang Angkasa Hotel Medan, Senin (20/10).
Ia mengatakan hal itu kepada para wartawan di sela-sela seminar itu. Didampingi sejumlah pengurus Himpunan Ahli Struktur Bangunan dan Gempa (HASTAG) Indonesia dan panitia seminar itu seperti Daniel Rumbi Teruna, Antony Tantono, Herri Suryadi Samosir, Limantoba, Martono SH MHum, dan lainnya, Ade Faisal menyebutkan salahsatu cara untuk mengatasi gap itu adalah dengan mengadakan berbagai kegiatan internasional seperti yang saat ini dilakukan HASTAG, bekerjasama dengan Universitas Muhamadiah Sumatera Utara (UMSU) serta Universiti Sains Malaysia (USM).
Dengan demikian, Ade Faisal yakin hal ini bisa membuat semua pihak terkait bisa memahami lebih dalam tentang dunia konstruksi sekaligus memahamai alam itu sendiri. "Itu makanya kegiatan ini bersemangatkan pembangunan yang berkelanjutan dan mengenal dekat dengan alam," tambah Ade Faisal.
Kegiatan itu sendiri diikuti oleh ratusan peserta, baik dari kota Medan, luar Medan, Malaysia, dan negara lainnya. Para pembicara yang tampil di hari pertama seminar itu yakni Profesor Mamoru Mimura dari Departemen Managemen Urban, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Kyoto Jepang, dengan makalah berjudul "Development of Geoinformatic Database and Its Utilization to Engineering Practise".
Lalu Michael H Scott, Associate Professor dari School of Civil and Construction Engineering, Oregon State University, Corvallis, Amerika Serikat, membawa makalah dengan makalah berjudul "The Evolution of OpenSees: Is The Open Source Model a Success?". Audiens tampak antusias, termasuk ketika Michael H Scott memaparkan tentang teknologi open source dalam dunia konstruksi.
Jangan Proyek "on Paper"
Di samping itu, Ade Faisal juga berharap agar perkembangan dunia konstruksi di Sumatera Utara dilihat dan disikapi oleh pemerintahan baru Joko Widodo - Jusuf Kalla. Kata Ade Faisal, selama 10 tahun terakhir pemerintah pusat hanya menyajikan proyek on paper atau proyek di atas kertas saja bagi Sumut ketimbang merealisasikannya.
"Selama ini kan proyek-proyek yang dijanjikan pemerintah pusat cenderung on paper, enggak pernah direalisasikan. Jadi, proyek-proyek seperti jalan tol Medan - Binjai, Medan - Kualanamu - Tebingtinggi, Trans Sumatera, proyek railway, serta proyek fisik lainnya yang sharusnya dikerjakan pemerintah pusat sepuluh tahun yang lalu di Sumut, harus dikerjakan pemerintahan Jokowi-JK dalam lima tahun ke depan," kata Ade Faisal berharap.
Kegiatan itu sendiri berlangsung hingga 22 Oktober dengan menghadirkan sejumlah pembicara lainnya seperti Profesor Shuyang Cao dari State Key Lab for Disaster Reduction in Civil Engineering, Tongji University, Sanghai, China, dengan paper berjudul "Advance Phisical and Numerical Modeling of Atmospheric Boundary Layer", Prof Michael N Fardis (Patras University, Greece), dan Dr Netra Prakash Bhandary (Ehime University, Japan).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun