Sedih ketika mendengar umpatan masyarakat di daerah perkotaan Sorong baik lisan maupun tertulis di media sosial dan Whats App, ketika terjadi padam yang tiba-tiba akibat gangguan mesin pembangkit swasta di PLTMG ataupun gangguan jaringan. Sedih ketika penjelasan telah diberikan tetapi cemooh yang diterima. Sedih ketika kami masih berseragam PLN, mampir di suatu tempat, harus berusaha sabar menghadapi pembicaraan yang memojokkan tugas kami. Sedih hati kami ketika listrik padam lebih dari 5 menit, Duuuh…..
Dibalik kesedihan kami akan sikap pelanggan listrik PLN di daerah kota, ternyata kejadian ini berbalik 360 derajad ketika Saya dan teman-teman melakukan survey di pulau-pulau dan daerah pelosok yang belum terlistriki oleh PLN. Survey ini sebagai bagian dari program Papua Terang yang langsung di realisasikan oleh PLN Area Sorong dengan membentuk Tim Survey ke daerah-daerah yang belum terlistriki oleh PLN.
Perjalanan melalui jalur darat, sungai dan lautan kami lakukan demi melistriki tanah Papua. Saudara kami di daerah pelosok, di era gadget ini justru belum merasakan listrik seperti saya, seperti masyarakat di perkotaan yang always terang sepanjang hari.
Pulau Yefman, pulau Soop dan pulau Buaya (pulau Raam)
Perjalanan menuju pulau Yefman, Kabupaten Raja Ampat, kami lakukan melalui lautan dengan menggunakan sebuah kapal kecil sekitar 1,5 jam perjalanan pada hari Selasa, 22 September 2016. Yefman, sebuah pulau yang dulunya dijadikan bandara, bagi pesawat penumpang dari luar Papua tujuan Sorong, kini tampak bekas bandara yang tidak terawat lagi. Bahkan 1 km memasuki pulau Yefman, tampak lautan dikotori oleh sampah-sampah bekas makanan. Sepertinya dibuang dan terbawa ke tengah laut.
Pulau Yefman terdiri dari 2 kampung, Yefman Timur dan Yefman Barat, masing-masing dihuni oleh 71 KK dan 200 KK. Di saat kami menyusuri pemukiman warga, “Tante..om….mau pasang listrik ka? Dorang dari PLN ka?” tanya beberapa warga saat kami melintas di depan rumahnya.
“Iya bu, mudah2an dalam waktu dekat PLN bisa melistriki kampung bapak dan ibu,” jawabku.
“Alhamdulillah kalau PLN bisa segera bikin pulau Yefman terang. Torang su capek juga pake listrik yang semuanya diurus oleh warga secara swadaya,” imbuh warga
Duduk di tembok berlin kota Sorong, sebutan untuk tembok pembatas pantai yang sudah membumi sejak 30-an tahun lalu, tampak view sebuah pulau yang menyerupai buaya. Selama ini, tidak terpikir olehku bahwa pulau yang letaknya tidak begitu jauh dari kota Sorong, bahkan pantainya seringkali dijadikan lokasi wisata lokal maupun domestic, belum memiliki listrik yang dioperasikan 24 jam. Namanya pulau buaya, bukan berarti ada buaya di pulau tersebut. Nama itu diberikan lantaran pulaunya yang berbentuk mirip buaya. Seiring dengan perkembangan dan pemekaran daerah, nama resmi pulau Buaya diganti menjadi pulau Raam.
Kampung Feef dan Kampung Kwoor (Kabupaten Tambrauw)
Tanggal 27 September 2016, salah satu tim Survey PLN Area Sorong, menyusuri daerah kabupaten Tambrauw. Tujuan survey kali ini adalah daerah pemekaran pada Distrik KWoor dan Distrik Feef. Perjalanan dari Sorong ditempuh melalui darat, sekitar 250 km selama 7 jam perjalanan, dengan kondisi jalan sangat jauh dari kenyamanan alias tanah berbatu dan juga mayoritas berlumpur. Menuju kampung Kwoor dan kampung Feef butuh perjuangan dan kesabaran. Bagaimana tidak, dari kampung Kwoor menuju kampung Feef, tepatnya di tanjakan “Spanyol” yang cukup tinggi dan berlumpur, mobil tim akhirnya tidak mau bergerak diantara lumpur. Masalah lumpur iya, masalah mesin mobil iya.
Masih di tanggal 27 September 2016, kelompok lain dari Tim Survey Papua Terang PLN Area Sorong ini, bergerak ke arah rute yang berbeda yaitu kampung-kampung dalam Distrik Seigun, Kabupaten Sorong. Perjalanan kali ini cukup panjang dan ini merupakan perjalanan yang cukup mendebarkan. Bagaimana tidak, seluruh perjalanan di daerah Distrik Seigun ditempuh melalui sungai besar dan sungai kecil, Meskipun sungai tampak tenang, jangan coba-coba berenang yaaa….Tim Survey tidak membawa pawang buaya…....
Kampung Wainlabat
Kampung pertama yang dituju adalah kampung Wainlabat. Untuk sampai ke distrik Seigun ini, Tim survey berangkat dari kota Sorong usai sholat subuh, menuju kampung Modan 3 dan perjalanan dilanjutkan ke Distrik Seigun via sungai dengan menggunakan kapal kayu berukuran kecil. Perjalanan melalui sungai ke kampung Wainlabat ditempuh selama 2 jam, dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih 1 km.
Kampung Wainlabat, adalah sebuah kampung dengan jumlah penduduk 45 KK, mayoritas adalah penduduk transmigrasi dari pulau Jawa. Mayoritas penduduk transmigrasi ini bercocok tanam sebagai satu-satunya sumber matapencaharian bagi non pegawai negeri sipil. Dengan tidak adanya pembangkit listrik, masyarakat memilih membeli genzet untuk digunakan masing-masing rumah sebatas penerangan saja. Bertemu dengan Tim survey dari PLN, pandangan penuh harap dari warga kampung Wainlabat, terasa menyentuh perasaan anggota Tim. Mereka berharap dapat menggunakan barang-barang elektronik seperti kehidupan di kota Sorong, dapat mengolah hasil kebun dan menyimpannya dalam lemari es. Sang anak pun berharap dapat menikmati belajar dengan menggunakan komputer. Semoga ya nak….
Kampung Seigun dan Kampung Malamas
Dari kampung Wainlabat, Tim Survey melanjutkan perjalanan masih melalui sungai ke kampung Seigun dan kampung Malamas yang saling bersebelahan sekitar 30 menit perjalanan. Tadinya daerah ini hanya 1 kampung saja yaitu kampung Seigun. Namun seiring dengan adanya pemekaran daerah maka kampung Seigun dibagi 2 menjadi kampung Seigun dengan 60 KK dan kampung Malamas dengan penduduk 50 KK dan mayoritas adalah penduduk asli.
Di kampung ini, terdapat pembangkit Diesel berkapasitas 20 kW merupakan pengadaan dari PNPM mandiri. Namun dalam pengoperasian sehari-hari adalah swadaya masyarakat kedua kampung.
Sore hari, perjalanan dilanjutkan ke kampung Majemau, masih menggunakan kapal kayu berukuran kecil yang masih setia menemani Tim Survey sejak awal perjalanan, menyusuri sepanjang sungai, berharap tidak ada buaya galak yang menghadang perjalanan anggota Tim Survey. Di kampung ini, sebagai alat penerangan bersumber dari mesin pembangkit diesel berukuran keci, yang merupakan bantuan dari PNPM Mandiri, dengan pengoperasian secara swadaya masyarakat kampung yang berjumlah 65 KK. Sayangnya saat ini, hanya sebagian penduduk saja masih setia membiayai pengoperasian mesin diesel ini. Akibatnya penduduk yang tidak turut serta membayar biaya operasional secara gotong-rotong, tidak berikan aliran listrik.
Karena waktu sudah menunjukan pukul 19.00 WIT, Tim survey akhirnya menginap dan mandi di rumah salah satu warga yang juga menjabat sebagai Sekretaris Desa Kampung Majemau.
Kampung Gesim dan Kampung Klajarin
Pagi hari setelah kondisi segar setelah menginap semalam di kampung Majemau, Tim Survey melanjutkan perjalanan menuju kampung Gesim dan Klajarin. Kalau sehari sebelumnya Tim menahan cuaca panas terik, kali ini Tim Survey dihadang dengan hujan deras sepanjang perjalanan melalui sungai yang lebarnya kurang lebih 500 meter. Terlihat seperti berada di tengah lautan saja, lantaran lebar sungai dan sepi menyelimuti sepanjang perjalanan 1,5 jam di atas kapal kayu ini.
Kampung Gesim dan kampung Klajarin ini letaknya bersebelahan yang merupakan kampung hasil pemekaran, dengan total penduduk kedua kampung sebanyak 108 KK. Disini, ada mesin pembangkit diesel kecil bantuan PNPM Mandiri. Untuk pengoperasiannnya, seperti kampung-kampung sebelumnya adalah swadaya masyarakat setempat.
Kampung Klasegun dan Klasin
Tim Survey masih menuju target survey terakhir adalah kampung Klasegun dan kampung Klasin. Perjalanan ke kedua kampung ini ditempuh cukup jauh selama 2 jam perjalanan menyusuri sungai dengan kondisi yang tidak jauh berbeda seperti perjalanan di kampung sebelum ini. Yah, kampung hasil pemekaran ini berpenduduk hanya 58 KK di kampung Klasegun dan 52 KK di kampung Klasin. Sebagai sumber penerangan, masyarakat menggunakan diesel kecil bantuan dari PNPM Mandiri dengan pola pengoperasian swadaya masyarakat kampung.
Usai 8 kampung dalam Distrik Seigun disusuri, waktunya kembali ke kota Sorong dengan masih melewati sungai ke kampung Modan 3 dari kampung Klasegun ini. Sepanjang perjalanan 2 jam di atas kapal kayu ini, tampak kelelahan di wajah-wajah anggota Tim Survey. Duduk berselonjor kaki, masing-masing tengah berpikir dan berandai-andai hidup di tengah alam Seigun dengan segala keterbatasan. Menatap air sungai yang tenang berwarna gelap, entah apa yang ada dibalik air tenang ini.
Sebagai pegawai PLN, secara pribadi Saya pun tidak bisa membayangkan bagaimana Saya tanpa listrik dan jauh dari gemerlap kota, jauh dari signal handphone, jauh dari mall apalagi kulkas dengan minuman dan makanan dingin yang selalu siap disantap.
Saudaraku di pelosok Papua, kami datang untukmu, PLN hadir dan siap menerangi malammu, mencerahkan siangmu. Tekad kami, tekad PLN, melistriki hingga Papua Terang. Ada 200 kampung dalam target PLN Sorong yang akan dilistriki di tahun 2017. Semoga hari-hari Saudaraku di kampung-kampung di tanah Papua dan Papua Barat tidak lagi gelap dan muram.
Kami bertekad, kami berjanji untukmu Saudaraku, untuk kampungmu, untukmu Papuaku. Keringat kami, lelah kami hilang seiring dengan binaran kebahagian di mata anak-anak kampung, warga kampung di pelosok negeri ini.
Semoga tulisan kami dapat menjadi motivasi bagi rekan-rekan PLN di seluruh Indonesia, bahwa rakyat Indonesia nun jauh di pelosok, sangat merindukan PLN dan membutuhkan “Kerja Nyata Terangi Negeri”.
“Salam Papua Terang”
(Henny Widiyanti)
PLN Area Sorong
Alamat email : henny.widiyanti@pln.co.id
Facebook : http://www.facebook.com/henny.widiyanti.33
Twitter : @hennywidiyanti4
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H