Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senja di Frankfurt Sued

19 Januari 2025   02:42 Diperbarui: 19 Januari 2025   03:44 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayangnya, momen menggetarkan itu cepat berlalu. Pria itu hilang ditelan kerumunan penumpang dan dengung laju kereta di atas rel. Dia menghilang dan meninggalkan gemuruh di dada Alma, seperti ada yang tercuri dari hatinya.

Hari ini, kembali Alma mencari-cari pria bermata teduh itu, pada jam yang sama sepulang kerja. “Mungkinkah pria itu bukan penumpang reguler kereta seperti dirinya?“ tanya Alma dalam hati. Ada banyak pertanyaan yang berseliweran di kepalanya.

“Jatuh cinta itu ternyata rumit ya,” goda Nadine, teman satu WG,* waktu Alma menceritakan pengalamannya. Alma melempar bantal di tangannya ke arah Nadine. Mereka terbahak, mentertawakan kekonyolan kisah Alma.

Alma telah cukup lama berdiri di peron dan membiarkan kereta yang mestinya dinaiki berlalu begitu saja. Badannya menggigil. Udara senja musim dingin dirasakannya makin menusuk tulang.

“Bodoh sekali! Untuk apa aku berdiri berlama-lama di sini,” umpat Alma dalam hati.

“Tapi …, siapa yang bisa mengatur rindu yang datang dan terus menemaninya setiap hari.“ Alam mencoba menghibur diri.

Alma membalikkan badan, menuruni tangga menuju West Shop di lobi stasiun. Secangkir kopi panas pasti akan membantu menghalau rasa dingin, pikirnya. West Shop sering dikunjungi Alma, sekadar membeli secangkir kopi, camilan, atau majalah desain yang sering menjadi ide baginya.

Tangan Alma mendorong pintu kiosk, hawa hangat yang memenuhi ruangan menerpa wajahnya. Kepala Alma mendongak, dan … pandangannya terpaku pada wajah yang begitu lekat dalam hatinya. Wajah yang dirindukan Alma.

“Hai..!” Pria itu tersenyum dan menyapa. Matanya membesar, berbinar.

Alma tercekat, seperti ada yang mencuri napasnya. Terasa jantung  berdegub kencang di rusuknya, seperti burung yang terperangkap.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun