Pandemi corona yang berlangsung hampir 3 tahun telah berakhir di seluruh dunia. Akan tetapi, sama seperti virus influenza, virus corona menetap di bumi. Virus corona juga bermutasi terus menerus dan muncul varian baru.
Menurut Robert Koch Institut (RKI) beberapa varian baru turunan dari Omicron yang saat ini dominan adalah;
Eris (EG.5)
Virus Eris terdeteksi pertama kali di Indonesia pada Februari 2023 dan telah menyebar ke seluruh dunia. Eris menyebar lebih cepat dari varian lainnya. Sampai pertengahan November tercatat sekitar 40 persen dari kasus yang terdeteksi. Akan tetapi, hingga kini tidak ada bukti bahwa virus ini menyebabkan penyakit yang lebih parah.
Pirola (BA.2.86)
Virus Pirola diketahui muncul pertama kali di Denmark pada Juli 2023. Virus ini sangat cepat bermutasi. Keragaman genetik virus ini, para ahli mengkhawatirkan varian baru virus ini. Tercatat sekitar 32 persen dari kasus yang diuji.Â
Orang yang terinfeksi virus Pirola memiliki gejala umum seperti batuk, pilek, sakit tenggorokan, suara serak, demam, dan gangguan indera penciuman.Â
Namun, ada juga yang mengalami gejala yang tidak biasa seperti sesak nafas, ruam kulit, mata gatal dan memerah, jari tangan dan kaki merah dan sakit, pembengkakan di mulut seperti sariawan di mulut dan lidah, serta mual.
Vaksinasi dan maskerÂ
Meskipun menurut para ahli telah terbentuk kekebalan dasar, bukan berarti seseorang tidak akan tertular virus.
Menteri Kesehatan Federal Jerman Karl Lauterbach mengimbau bagi warga yang memiliki faktor risiko agar melakukan vaksinasi booster.Â
Menurut RKI, bagi orang sehat, disarankan untuk memberi interval minimal 6 bulan, idealnya 12 bulan, sejak terinfeksi virus corona atau vaksinasi terakhir.
Seperti yang berlaku di hampir semua negara, saat ini wajib masker hampir tidak ada. Masker merupakan salah satu bentuk perlindungan bagi diri sendiri, juga bagi orang-orang sekitar yang berisiko.Â