"Pulang setiap tahun ya." Petugas imigrasi bandara Soekarno-Hatta berkata sembari membolak-balik paspor saya. Lalu membubuhkan stempel dan menyerahkan kembali paspor tanpa lupa melayangkan senyum.
Perkataan bapak yang ramah itu memang lebih pada pernyataan, bukan pertanyaan. Di paspor saya terdapat stempel kedatangan dan keberangkatan di bandara yang sama pada tahun sebelumnya.Â
Bagi sebagian orang, termasuk untuk bagi saya, stempel di paspor itu merupakan salah satu kenang-kenangan yang istimewa. Pelancong tidak harus membeli barang untuk dikoleksi, selain foto yang diabadikan, stempel di paspor merupakan cendera mata yang berkesan.
Saat mengambil paspor baru, saya selalu mengatakan kepada petugas berwenang bahwa paspor lama akan saya bawa pulang. Paspor lama akan dicap "tidak berlaku," atau digunting bagian ujung yang memuat data pribadi.Â
Paspor lama selalu saya simpan. Bukan ingin mengoleksi berapa paspor yang telah saya miliki, tetapi cap dari imigrasi negara lain itu merupakan oleh-oleh yang indah untuk dikenang.
Stempel di paspor
Di bandara kedatangan, seseorang akan menerima stempel pada paspornya saat melewati pintu imigrasi. Stempel di paspor sebagai tanda masuk dan keluar dari tiap negara memiliki bentuk yang beragam, ada yang bulat, elips, segitiga, segi empat, hexagon, dan bentuk lainnya.Â
Pada stempel biasanya tertera tanggal masuk, nama bandara dan negara, berapa lama izin tinggal.Â
Ketika meninggalkan negara yang dikunjungi, cap pada paspor juga akan diberikan. Namun, tidak semua imigrasi negara memberikan stempel ini. Beberapa negara hanya mencatat pada komputer mereka. Seingat saya, saat meninggalkan Kanada dan Amerika Serikat tidak ada cap pada paspor.
Di negara-negara Uni Eropa (EU) dan negara Schengen, pemberian stempel pada paspor ini juga tidak diberlakukan lagi. Negara-negara ini membuka perbatasan negaranya dan tidak melakukan kontrol di perbatasan seperti sebelumnya.Â
Di Swiss misalnya, yang bukan negara EU, tetapi menjadi bagian negara Schengen, kontrol perbatasan masih ada. Hanya saja, dilakukan secara random dan tidak ada pembubuhan stempel masuk dan keluar negara pada paspor.
Stempel untuk penduduk Jerman
Stempel pada paspor juga tidak diberikan pada penduduk yang menetap di Jerman. Ini berlaku pada saat meninggalkan dan kembali ke Jerman. Mungkin peraturan ini juga diterapkan di beberapa negara Eropa dan negara di benua lainnya.
Pernah, sekali waktu, stempel paspor diberikan petugas imigrasi di Jerman. Namun, itu hanya untuk putri saya, saat dia masih kecil. Ketika giliran kami menuju meja imigrasi, pria yang bertugas memanggil putri saya untuk mendekat dan berdiri di sampingnya.Â
Pria itu mengatakan anak saya boleh membubuhkan sendiri stempel di paspornya. Pengalaman menarik, yang membuat wajah anak saya berseri-seri.
Digitalisasi menghapus stempel paspor
Suka tidak suka, kehidupan kita dan sistem yang berlaku akan mengikuti perkembangan teknologi. Stempel di paspor juga mengalami perubahan. Di era digital seperti sekarang, stempel manual di paspor perlahan mulai menghilang. Perubahan ini dilakukan untuk penyederhanaan sistem pencatatan pendatang keluar dan masuk satu negara.Â
Negara seperti Amerika Serikat perubahan ini sudah diterapkan. Tanda masuk ke Amerika Serikat didapatkan oleh wisatawan secara digital, melalui situs resmi online yang diberlakukan. Jepang mengubahnya dengan menerbitkan kode QR sebagai dokumen untuk masuk dan keluar negara.Â
Negara Uni Eropa juga akan mengganti stempel manual ini dengan EES (Entry/Exit System) dimulai November 2023. Kedatangan dan keberangkatan wisatawan dari negara non-Uni Eropa akan dicatat secara digital.Â
Namun, setiap pergantian sistem selalu membutuhkan waktu. Penggunaan stempel manual di paspor masih tetap berlaku hingga penerapan EES di lapangan merata di semua bandara internasional negara Uni Eropa.Â
Akhir kata
Suatu saat, semua negara akan menerapkan sistem digital ini. Kelak, tidak ada lagi koleksi stempel di paspor yang meninggalkan kenangan romantik.
Apa betul, stempel paspor itu terkesan begitu romantik? Iya, paling tidak bagi saya pribadi. Ada banyak kisah dari setiap perjalanan yang saya lakukan.
Bagaimana menurut teman-teman di Kompasiana?
Hennie Triana Oberst
Germany, 29.11.2023
Rujukan: Welt, Euronews: 1, 2Â