Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Slow Travel, Perjalanan Santai Sekaligus Mengakrabi Budaya Lokal

4 November 2023   05:54 Diperbarui: 5 November 2023   00:45 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Satu lapak sayuran di pasar mingguan Stuttgart | foto: HennieOberst 

  • "Slow down the pace so you catch all the beautiful details" -(unknown)

Seorang sahabat mengatakan akan mampir ke tempat saya. Senang banget. Jarang-jarang ada kunjungan teman dari tanah air.

Perkenalan kami dimulai belasan tahun lalu, saat kami sama-sama merantau di satu negeri, mengikuti tugas suami. Pertemuan yang langsung "klop" dan menjadikan kami dekat.

Liburan dia kali ini ke Eropa dilakukan seorang diri, mengisi masa cuti tahunan, untuk mengunjungi beberapa teman. 

Dalam hal traveling, kami juga "satu frekuensi." Kami sama-sama suka menjalani dan menikmati perjalanan yang tidak diburu-buru jadwal yang padat. Perjalanan yang dikenal juga dengan istilah "slow travel."

Satu lapak sayuran di pasar mingguan Stuttgart | foto: HennieOberst 
Satu lapak sayuran di pasar mingguan Stuttgart | foto: HennieOberst 

Slow travel

Kemajuan teknologi mempercepat penyebaran beragam informasi. Satu tempat wisata bisa terviralkan melalui sosial media, film, drama, atau media lainnya. 

Lantas, tempat itu menjadi sangat populer dan menjelma sebagai tempat tujuan "wajib" bagi wisatawan. Orang berbondong-bondong menyerbu lokasi wisata itu dan rela antre lama hanya untuk mengabadikan diri di sana. 

Salahkah melakukan perjalanan seperti itu? Tentu saja tidak. Ini hanya gaya traveling yang berbeda, sesuai kesukaan dan selera masing-masing pelaku perjalanan. Sebagian orang ada yang suka dengan perjalanan santai, ada juga yang suka perjalanan tergesa-gesa.

Seorang kenalan saya pernah bercerita bahwa dia pernah ikut wisata kelompok dan mengunjungi 7 negara Eropa dalam sepuluh hari. 

Apakah mungkin itu dilakukan? Sangat mungkin. Hanya saja, waktu yang singkat harus dibagi sedemikian ketat untuk mengunjungi tempat-tempat wisata populer.

Satu sisi pasar mingguan Wochenmarkt Stuttgart | foto: HennieOberst 
Satu sisi pasar mingguan Wochenmarkt Stuttgart | foto: HennieOberst 

Saking terburu-burunya cara berwisata seperti itu, ada konten video parodi yang menggambarkan wisatawan yang datang ke banyak tempat dalam waktu singkat hanya sekadar untuk berfoto.

Slow travel lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas. 

Slow travel pada prinsipnya adalah kebalikan dari perjalanan yang terjadwal sangat ketat dari tempat tujuan wisata yang satu ke tempat lainnya. 

Mengakrabi Budaya Lokal

Orang yang melakukan perjalanan liburan umumnya bermaksud melihat tempat yang menarik dan disukai. Mereka ingin menikmati waktu tenang, sejenak keluar dari kesibukan sehari-hari.

Memilih untuk melakukan slow travel, orang tidak mengejar satu hot spot destinasi wisata ke tempat sedang hits berikutnya. Pelaku perjalanan lebih menikmati perjalanan dengan cara lebih santai, sambil mengamati, berinteraksi, dan menyatu dengan masyarakat lokal dan aktivitas mereka. 

Sebagian bunga di pasar bunga Stuttgart | foto: Fafasha/ koleksi HennieOberst
Sebagian bunga di pasar bunga Stuttgart | foto: Fafasha/ koleksi HennieOberst

Gaya perjalanan santai ini juga yang dilakukan oleh sahabat saya. Dia ingin mengunjungi kembali Jerman dan beberapa tempat yang pernah dikunjunginya. 

Sahabat saya tidak memiliki daftar tempat wisata yang harus dikejar untuk dikunjungi. Tujuan utamanya hanya ingin menghabiskan waktu bersama teman-teman dekatnya. 

Sejenak relaksasi dan menyegarkan pikiran. Dia ingin mengisi masa cutinya dengan menghabiskan waktu bersama sahabat-sahabat yang jauh dan lama tidak berjumpa. 

Karena memang tidak ada tempat "wajib kunjung," saya mengajak sahabat melihat kota Tbingen. Pemandangan musim gugur menambah indah kota universitas ini. Di sisi sungai Neckar terlihat anak-anak berkejaran di atas daun-daun gugur yang menyelimuti permukaan tanah. Beberapa gondola masih berseliweran di sungai yang mengalir di tengah kota.

Pada kesempatan lain kami mampir ke Stuttgart yang sedang sibuk mempersiapkan Pasar Natal yang akan dibuka akhir bulan ini. Di alun-alun kota sedang ada Wochenmarkt (pasar mingguan). 

Lapak sayuran, buah-buahan segar, dan kuliner lokal memenuhi area tengah kota. Kami juga mengantre di depan lapak roti yang menjual roti khas Jerman. Terdapat juga pasar kembang yang menjual bunga warna-warni dan dekorasi Natal.

Mengunjungi tempat seperti Wochenmarkt ini dapat kita rasakan hiruk-pikuknya pasar mingguan dengan apa adanya. Kita juga dapat mengenal kebiasaan dan budaya autentik masyarakat lokal yang dikunjungi. Saya menyukai gaya liburan slow travel ini.

Bagaimana dengan Kompasianer? Lebih suka melakukan perjalanan santai atau suka mengunjungi banyak tempat dalam waktu yang singkat?

Hennie Triana Oberst
Germany, 03.11.2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun