Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Volksfest Wasen di Stuttgart, Dampak Letusan Gunung Tambora

27 September 2023   02:56 Diperbarui: 27 September 2023   20:28 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pakaian tradisional Jerman, Dirndl untuk wanita dan Lederhose untuk pria | foto: stuttgarter-zeitung.de/ Andreas Rosar Fotoagentur Stuttg

Seperti kita ketahui, pada 10 April 1815, Gunung Tambora (Tomboro) yang terletak di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat meletus. Ledakan gunung berapi ini begitu dahsyat dan menyebabkan bagian atas gunung setinggi 1.500 meter terlempar hingga puncaknya menyusut dari 4.300 meter menjadi 2.800 meter. Ratusan ribu orang meninggal dunia akibat bencana alam ini.

Suara ledakan Tambora terdengar hingga 2.000 kilometer. Kekuatan letusan Gunung Tambora tercatat 50 kali lebih kuat daripada letusan Gunung Vesuvius tahun 1979, yang menghancurkan Pompeii. Begitu luar biasanya letusan Gunung Tambora hingga dampaknya dirasakan sampai Eropa tengah. Terjadi perubahan iklim. Sepanjang tahun hanya ada musim dingin. Ini adalah "tahun tanpa summer" yang menyebabkan gagal panen dalam waktu yang lama dan kelaparan yang mengerikan.

Lahirnya Cannstatter Wasen

Banyak kesulitan yang dialami masyarakat saat itu. Warga wilayah Württemberg sudah sangat menderita akibat Perang Napoleon, disusul dampak bencana alam yang menyebabkan kelaparan. Dalam keputusasaan, orang-orang memakan rumput, biji-bijian, kucing, dan anjing demi mengganjal perut. Kesengsaraan ini dirasakan oleh semua golongan. Hanya saja,  masyarakat yang lebih mampu dapat meninggalkan negeri dan beremigrasi ke Amerika dan Rusia. 

Volksfest Cannstatter Wasen | foto: bw24.de/ Arnulf Hettrich/ Imago
Volksfest Cannstatter Wasen | foto: bw24.de/ Arnulf Hettrich/ Imago
Di tengah kekacauan politik dan lemahnya ekonomi saat itu, Raja Wilhelm I. von Württemberg naik tahta, menggantikan ayahnya. Raja Wilhelm I. Memerintah dengan cara yang berbeda, tidak seperti ayahnya, Raja Friedrich dijuluki "Si Zalim" oleh rakyatnya. Raja Wilhelm dan Ratu Katharina mengawali dengan mendirikan dapur umum untuk memenuhi kebutuhan makan rakyat yang miskin. Tahun berikutnya, pada 1817, Raja Wilhelm I dan istrinya mendirikan Kantor Pusat Asosiasi Pertanian. 

Raja ingin mengadakan Festival Pertanian dengan pacuan kuda, serta memberi penghargaan untuk petani yang berprestasi. Festival rakyat ini bertujuan memulihkan perekonomian Württemberg yang porak-poranda akibat Perang Napoleon. Tahun 1818, untuk pertama kalinya Festival Pertanian di Cannstatt diselenggarakan. Petani/peternak yang menghasilkan produk ternak terbaik akan mendapat hadiah dari raja. Untuk menarik penonton, Raja Wilhelm I. menggelar hiburan rakyat. 

Sehari setelah ulang tahun Raja Wilhelm I ke-36 pada 28 September, pesta rakyat Cannstatt diadakan, bertempat di padang rumput di tepi Sungai Neckar. Pesta rakyat ini sebagai pengingat untuk mencegah agar kelaparan tidak terulang. Raja mendirikan tiang buah setinggi 15 meter dan diletakkan di tengah lokasi pesta rakyat. Tiang ini adalah simbol kesuburan dan selalu dipasang saat pesta rakyat Cannstatter Wasensampai sekarang.

Pesta rakyat pertama ini disambut baik hingga menarik sekitar 30.000 pengunjung. Penyelenggaraan Volksfest Cannstatt diteruskan setiap tahun hingga sekarang meskipun beberapa kali harus ditiadakan karena berbagai alasan, seperti Perang Dunia Pertama dan Kedua, juga dua tahun selama pandemi Corona.

(Dampak letusan Gunung Tambora mengilhami Karl Drais dari Kota Karlsruhe, Jerman untuk menciptakan Draisine, sepeda keseimbangan tanpa pedal.)

Artikel terkait: Manfaat Belajar Naik Sepeda Laufrad bagi Anak

Pakaian tradisional Jerman, Dirndl untuk wanita dan Lederhose untuk pria | foto: stuttgarter-zeitung.de/ Andreas Rosar Fotoagentur Stuttg
Pakaian tradisional Jerman, Dirndl untuk wanita dan Lederhose untuk pria | foto: stuttgarter-zeitung.de/ Andreas Rosar Fotoagentur Stuttg
Pakaian Tradisional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun