Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

5 Hal Penting untuk Bersama Membesarkan Anak Setelah Bercerai

13 Mei 2023   03:39 Diperbarui: 13 Mei 2023   11:02 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
5 hal penting untuk bersama-sama membesarkan anak setelah bercerai | foto: Pexels.com—

Ikatan cinta sepasang insan tidak selalu berjalan sesuai harapan. Mahligai rumah tangga yang awalnya terlihat indah bisa menjadi hambar, bahkan mungkin menakutkan.

Ketika pasangan tidak bisa lagi mempertahankan hubungan mereka, meskipun telah meminta bantuan ahli, pilihan terbaik adalah berpisah. Perpisahan suami istri tidak akan gampang dilakukan, apalagi jika ada memiliki anak.

Anak-anak adalah pihak yang paling menderita akibat perpisahan orang tua mereka. Namun begitu, tidak bijaksana juga membiarkan anak berada dalam situasi yang tidak harmonis akibat hubungan yang sudah rusak.

"Setelah Orangtua Bercerai"

Itu adalah tema topik pilihan yang kali ini diangkat Kompasiana. 

Dari pengalaman orang-orang terdekat, perceraian orangtua bisa menjadi luka yang dalam pada diri anak. Orangtua, sebagai pihak dewasa seharusnya lebih bijaksana mencari jalan keluar yang tidak memperburuk keadaan, khususnya bagi batin anak-anak. 

Sebagai contoh, suami saya adalah anak yang menghadapi perceraian orangtuanya. Saat itu dia masih anak-anak, usianya di bawah 10 tahun.

Menurut cerita yang saya dengar dari suami, bapak mertua, dan ibu mertua, keadaan saat itu tidak mudah. Ibu mertua saya menjadi ibu tunggal dan tidak menikah lagi. Sedangkan ayah mertua menikah lagi beberapa tahun kemudian.

Seperti umumnya yang terjadi setelah perceraian orangtua, anak di bawah umur tinggal dengan ibunya, kecuali ada pertimbangan lainnya. Suami saya waktu itu tinggal dengan mamanya yang juga merupakan wanita bekerja. 

Kerinduan akan papanya tentu sangat besar, apalagi mereka tinggal di kota yang berbeda. Meskipun jaraknya tidak terlalu jauh, dia tidak lagi bisa bertemu dengan ayahnya setiap hari. Ditambah lagi papanya sering tugas ke luar kota.

Dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia, serta kemandirian, suami saya bisa pergi sendiri mengunjungi papanya dan menginap pada akhir minggu. 

Begitu juga hubungan suami dengan ibu sambungnya, sangat harmonis. Saya beruntung bisa mengenal ibu mertua lainnya ini. Seorang ibu yang penuh kasih dan menyayangi anak tiri layaknya anak yang lahir dari rahimnya.

Tetap bersama-sama membesarkan anak

Suami saya sampai saat ini tidak pernah membicarakan mengapa orangtuanya bercerai. Baginya, itu adalah urusan kedua orangtuanya. Memang seharusnya pasangan suami istri menyelesaikan masalah mereka sendiri tanpa melibatkan anak.

Hal paling penting, mama dan papanya tetap menjadi orangtuanya dan tidak berubah kasih sayangnya. 

Tidak ada yang bisa memutuskan ikatan anak dan orangtua. Kita mengenal mantan suami atau istri, tetapi tidak ada mantan anak.

Bagaimana agar hubungan mantan suami istri dan anak-anak tetap berjalan dengan baik?

Berikut ini beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan dan dilakukan. 

1. Komunikasi secara terbuka

Perceraian orangtua akan berpengaruh banyak pada anak, terutama situasi batin mereka. Kedua orangtua harus berbicara jujur dan terbuka kepada anak bahwa mereka harus bercerai. Hal ini penting untuk membantu anak menerima keadaan, mengelola perasaan, hingga tercipta rasa aman. 

Perubahan pasti ada karena orangtua harus tinggal terpisah. Akan tetapi, mereka tetap menjadi orangtua yang tetap mengasihi dan mendukung anak-anak. Begitu juga dengan acara sekolah atau kegiatan lain yang mengharuskan orangtua untuk hadir. Anak-anak memiliki hak atas kehadiran kedua orangtuanya dalam momen penting dalam hidup mereka. 

2. Lakukan pertemuan secara teratur

Setelah orangtua bercerai, anak-anak akan tinggal dengan salah satu pihak orangtua. Di Jerman, umumnya anak di bawah umur (sebelum 18 tahun) tinggal dengan ibu. 

Meskipun tinggal di salah satu pihak orangtua, hak asuh anak biasanya tetap dimiliki bersama. Secara hukum, kedua orangtua tetap memiliki tanggung jawab bersama atas anak mereka. Perbedaannya hanya orangtua tinggal terpisah.

Karena anak tidak bisa bertemu setiap hari dengan ayah, bicarakan dengan baik kapan pertemuan dilakukan secara teratur. Ini juga terkait kapan salah satu pihak orangtua mengajak anak-anak pergi liburan. 

Tepati janji bertemu dan acara liburan dengan anak. Kekecewaan anak-anak dapat menimbulkan prasangka bahwa orangtua tidak lagi menyayangi dan memperhatikan mereka.

3. Penuhi kewajiban pembayaran tunjangan

Setelah bercerai, kewajiban orangtua atas kebutuhan anak tidak berubah. Ayah adalah pemberi nafkah keluarga. Setelah bercerai dan hidup terpisah dengan anak-anak, seorang ayah tetap memiliki kewajiban memberi tunjangan kepada anak-anaknya.

Di Jerman, pembayaran tunjangan ini wajib dan diatur secara hukum. Pada prinsipnya, seorang ayah tetap memberi uang tunjangan kepada anaknya hingga akhir masa pendidikan tinggi anak-anaknya. Umumnya pada usia 25 tahun. Akan tetapi, jika studi diselesaikan sampai umur 27 tahun, kewajiban tunjangan tetap harus dipenuhi oleh ayah anak.

Jumlah tunjangan ini berbeda sesuai usia anak. Semakin tinggi penghasilan, semakin besar uang tunjangan untuk anak. Berdasarkan aturan tahun 2023 (Finanztip.de), jumlah tunjangan per anak perbulan berdasarkan penghasil bersih perbulan seperti tabel berikut;

Aturan di Jerman, uang tunjangan untuk anak setelah bercerai | foto: HennieOberst
Aturan di Jerman, uang tunjangan untuk anak setelah bercerai | foto: HennieOberst
4. Jangan libatkan anak dalam perselisihan

Masalah suami istri terkadang sangat rumit. Bahkan beberapa pasangan memerlukan bantuan profesional untuk mencari jalan keluar kesulitan yang mereka hadapi.

Luka yang ditinggalkan dari perpisahan tidak akan gampang lenyap. Mungkin rasa kesal akan sering muncul saat melihat mantan pasangan. Namun, hindari pertengkaran di depan anak, atau menceritakan keburukan pasangan kepada anak. Bagaimanapun, keduanya adalah ibu dan ayah anak-anak.  

5. Menerima pasangan baru

Pada suatu masa, mungkin salah satu orangtua atau keduanya memiliki pasangan baru. Situasi yang sangat dimengerti jika timbul perasaan iri dan cemburu. Masing-masing pihak harus besar hati menerima hal baru. Kesampingkan ego dan lebih fokus akan kebaikan anak-anak dan hubungan bersama. 

Semoga bermanfaat

Hennie Triana Oberst
Germany, 12.05.2023
"Dampak Perceraian"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun