Sekeranjang oleh-oleh
Waktu dan kondisi saya tidak bersahabat. Menyiapkan makanan juga tidak sempat. Saya hanya membeli kue sebagai pelengkap minum kopi. Belakangan saya tahu kalau Iin dan Bung Ino tidak minum kopi, melainkan teh.Â
"Hallo mbak Hennie, dalam 20 menit kira2 kami sampai rumah."
Pesan masuk, ditulis oleh Bung Ino.Â
Tidak berapa lama, saya menuju ke jalan depan rumah karena melihat mobil putih berputar di "Wendeplatte," atau jalan tempat berputar. Bung Ino keluar dari mobil dan menyalami saya.
Iin menyusul setelah memarkirkan mobilnya. Kedua tangannya penuh dengan bawaan. Ampun, itu semua oleh-oleh yang disiapkan untuk saya. Vielen lieben Dank.
Sebetulnya, saya terpana dan agak "sprachlos" (tidak bisa berkata-kata) melihat dua Kompasianer ini betul-betul hadir di depan mata. Jauh-jauh datang mengunjungi saya di rumah, sekaligus membawa buah tangan hasil racikan sendiri.Â
Cuaca hari itu ikut mendukung, terasa hangat dan cerah. Agaknya cuaca merestui dan ikut merayakan pertemuan pertama ini. Kami bisa duduk di teras rumah. Suami saya juga ikut menemani. Sayangnya, suami Iin tidak bisa hadir karena ada kesibukan lain.
Sembari mengobrol, kami menikmati kelezatan pastel vegetarian bikinan Iin. Oh, bukan hanya itu, ada pelengkap sambal vegan yang juga dia buat sendiri. Sambal vegan ini enak sekali, suami saya juga bilang begitu, dan pedasnya cukup mild.Â
Akrab dan lucu
Pertemuan pertama ini terasa sangat akrab. Seolah-olah sudah sering bertemu dan ngobrol banyak hal. Bung Ino juga sangat santai dan tidak jaim, meskipun profesinya sebagai Pastor dan bertugas di salah satu gereja Katolik di Jerman.Â
Banyak hal yang kami perbincangkan, soal pekerjaan dan keluarga. Tidak ketinggalan soal tulis-menulis juga kami bahas, tentang artikel kami di Kompasiana, komentar, dan segala hal lucu yang berkaitan di sana. Kalau ditulis, bisa jadi artikel sendiri.