Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Ada Cita Rasa Makassar di Munich

7 April 2023   03:39 Diperbarui: 7 April 2023   12:51 1359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selalu ada kejutan kecil dan hal-hal menarik yang dijumpai ketika berjalan-jalan di satu tempat. Itu juga yang saya temukan saat menyusuri kota Munich beberapa waktu lalu. 

Munich atau München adalah ibukota negara bagian Bayern, atau kita kenal juga dengan sebutan Bavaria. Letak Bavaria di bagian selatan negara Jerman, lebih tepatnya setengah bagian selatan dan tenggara.

Bayern memiliki luas sekitar 70.550 kilometer kuadrat dan merupakan Bundesland (negara bagian) yang paling luas di Jerman.

Munich dengan penduduk sekitar 1,5 juta (data statista 2022) berada di tempat ketiga kota terpadat dan urutan pertama kota termahal di Jerman. 

Sore hari sengaja kami berjalan-jalan di sekitar tepian Isar Fluss (Sungai Isar) yang mengalir di kota München.

Sungai Isar mengalir sepanjang 295 km dari Karwendel -- bagian pegunungan Alpen -- di Tirol, Austria -- dan bermuara di sungai Donau (Danube) yang merupakan sungai terpanjang kedua di Eropa.

Pada musim panas, warga dapat berenang di beberapa area sungai Isar yang tidak berbahaya dengan memperhatikan rambu yang dipasang di sekitar sungai. Selain itu banyak juga yang menikmati matahari dengan piknik dan bersantai di pinggiran sungai.

Pemandangan malam hari di sekitar sungai Isar Munich | foto: Pixabay/ Stefan089
Pemandangan malam hari di sekitar sungai Isar Munich | foto: Pixabay/ Stefan089

Kami tidak terlalu lama menyusuri pinggiran sungai karena udara pada malam hari relatif masih sangat dingin.

Mata saya tertuju pada dinding bata satu bangunan yang berada di persimpangan jalan. Tulisan "Makassar" menyerupai bentuk dua lembar spanduk terpasang di dinding itu. Tulisan yang cukup besar itu betul-betul menarik perhatian.

"Wah, Makassar. Apa ini restoran Indonesia?" Ujar saya pada suami, sekaligus bertanya pada diri sendiri.

"Sepertinya tutup." Suami saya menjawab sambil menunjuk ruang berpintu kaca yang gelap.

Saya buka ponsel dan mencari restoran ini. Benar, ternyata restoran tutup pada hari Minggu dan Senin. Sekilas saya baca daftar menu yang tertera di situs web restoran. Menu yang secara umum tidak akrab dengan kuliner Nusantara yang saya kenal.

Ah, nanti dulu. Saya belum pernah ke Makassar dan mencicipi kuliner di sana. Satu-satunya yang pernah saya coba hanya Coto Makassar yang paling terkenal itu. Sayangnya dua hari kemudian saya tidak mungkin kembali ke restoran Makassar karena sudah ada janji makan di tempat lain. Saya jadikan pe-er saja dan mencari tahu tentang restoran Makassar ini.

Suasana summer di tepi sungai Isar| foto: sueddeutsche.de/ Florian Feljak
Suasana summer di tepi sungai Isar| foto: sueddeutsche.de/ Florian Feljak

Makassar

Rasa penasaran membawa saya mengetik kata "Makassar" di mesin pencarian. Semua mengarah kepada kota Makassar di Indonesia, yang dulu pernah bernama Ujung Pandang dan merupakan ibukota provinsi Sulawesi Selatan.

Makassar tercantum dalam syair ke--14 kitab Nagarakertagama karya Mpu Prapanca (1365), sebagai daerah taklukan. 

Menurut etimologi, Makassar berasal dari kata "Mangkasarak" yang berarti mulia dan jujur.

Makassar sudah ada sejak masa Kerajaan Gowa. Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi Kallonna, Raja Gowa ke-9, dianggap sebagai tokoh pertama yang menggembangkan kota Makassar. 

Selama beberapa waktu Gowa merupakan kerajaan paling kuat di bagian timur wilayah negeri yang sekarang adalah Indonesia. Masa keemasan Kerajaan Gowa dicapai pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (Raja Gowa ke-16), yang berupaya menyatukan kerajaan-kerajaan tetangga untuk melawan kekuasaan kolonial Belanda. 

Restoran Makassar di Munich | foto: HennieOberst 
Restoran Makassar di Munich | foto: HennieOberst 

Rasa Makassar di Munich

Membaca beberapa tulisan, ternyata tidak ada nama Makassar yang menyebut satu tempat, kecuali nama kota di Indonesia dan nama restoran di Munich. 

Membaca ulasan di media tentang restoran Makassar, disebutkan bahwa ini adalah restoran Prancis dengan cita rasa kuliner negara-negara koloninya. 

Seperti kita ketahui, Prancis merupakan salah satu negara yang memiliki daerah jajahan yang luas. Sampai saat ini, Prancis adalah satu-satunya negara Eropa yang masih mempertahankan sisa wilayah jajahannya. Wilayah ini sekarang dikenal dengan sebutan "overseas departments, territorial communities, atau overseas territories".

Indonesia (dulu Hindia Belanda) juga pernah berada di bawah kekuasaan Prancis selama 5 tahun (1806-1811) kala VOC Belanda mengalami krisis. Kekuasaan kemudian beralih di tangan Inggris selama 4 tahun, setelah itu dikembalikan kepada Belanda. 

Kata Indonesia tidak terdapat di dalam daftar menu. Akan tetapi ada makanan dengan nama "Sate Makassar". Ini adalah sate ayam dengan bumbu kacang, disajikan bersama dengan salad dan kentang goreng. 

Komentar dan ulasan tentang restoran ini menyajikan hidangan lezat dengan makanan yang dimasak dengan rempah-rempah, khas kuliner negara-negara koloni. Restoran ini juga masuk dalam daftar salah satu restoran yang direkomendasikan.

Lain kali saat berada di Munich akan saya coba makanan di restoran ini. Siapa tahu nanti saya punya kesempatan juga mengunjungi Makassar yang sebenarnya di tanah air dan dapat membandingkan rasa makanan yang saya cicipi.

Salam hangat dari Jerman

Hennie Triana Oberst
Germany, 06.04.2023
Rujukan: Makassar/makassarkota.go.id
Imperialismus Frankreich
Restaurant Makassar/ sueddeutsche.de

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun