***
Beberapa hari kemudian saya kembali ke rumah sakit. Operasi penyatuan tulang bahu yang patah berjalan baik, begitu menurut dokter yang menangani. Ini pertama kali dalam hidup saya menjalani operasi dan mendapat bius total (semoga tidak pernah lagi). Saya harus rawat inap dua hingga tiga hari, begitu kata dokter.Â
Seharian itu saya hampir selalu didampingi perawat untuk melakukan aktivitas. Tidak nyaman rasanya karena tergantung terus sama orang lain. Suka tidak suka, saya harus menerima dengan hati lapang.Â
Kesabaran saya memang harus terus dilatihÂ
Saya menanti dengan harap-harap cemas kapan diperbolehkan untuk meninggalkan rumah sakit. Dokter mengatakan jika baik-baik saja, Â hari Sabtu saya boleh pulang.
Ini sangat saya harapkan karena esok harinya kami  harus mengantarkan anak ke Munich dan tinggal seminggu di sana untuk tugas sekolahnya.
Sebetulnya suami saya bisa menemani anak kami di sana. Akan tetapi, suami saya harus terbang ke negara Eropa lain pada Senin malam terkait pekerjaannya.
Jika tidak ada jalan lain, terpaksa suami saya harus membatalkan tugasnya.
Ternyata, keberuntungan masih di pihak kami. Sabtu siang dokter mengatakan saya boleh pulang. Selebihnya rawat jalan untuk waktu yang telah ditentukan sesuai keterangan yang tertulis dalam dokumen yang diserahkan saat saya meninggalkan rumah sakit.
Minggu pagi, 12 Februari kami bertiga berangkat ke Munich dengan mengendarai mobil. Meskipun hanya menempuh 3 jam lebih, bagi saya perjalanan kali ini cukup melelahkan. Namun begitu, situasi apa pun yang terjadi saat ini harus saya terima tanpa keluhan, kecuali diam-diam menahan nyeri luka operasi.
Ada hikmah di balik musibah