Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Perjanjian Pranikah Beda Bangsa Penting untuk Anak

15 Agustus 2022   22:52 Diperbarui: 17 Agustus 2022   04:35 1042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perjanjian pranikah beda bangsa penting untuk anak | foto: Pixabay/ andreas160568—

Betapa tidak romantisnya membicarakan perjanjian pranikah. Memang, tidak ada pasangan yang menikah dan memikirkan perceraian.

Namun begitu, tidak ada yang pasti di masa depan. Begitu juga dengan janji untuk tetap bersama sampai maut memisahkan.

Perjanjian pranikah dibuat untuk memastikan penyelesaian yang adil bagi pasangan saat terjadi perceraian, dan harus ditandatangani oleh notaris agar sah secara hukum.

Ada beberapa alasan mengapa sepasang suami istri sepakat membuat perjanjian pranikah. Misalnya, salah seorang atau keduanya adalah pengusaha sangat bijaksana membuat perjanjian pranikah. Hal ini berguna agar tidak membahayakan keberadaan usaha setelah perceraian. 

Bagi pasangan yang membawa anak dari pernikahan sebelumnya juga baik untuk membuat perjanjian pranikah, terkait pembagian harta. 

Pada prinsipnya, perjanjian pranikah dibuat untuk menghindari terjadinya perselisihan akibat perceraian, terkait pembagian harta gono-gini, pembayaran tunjangan, hak waris dan tanggung jawab pengasuhan anak.

Diharapkan kedua belah pihak dapat melalui dan menjalani kehidupan selanjutnya setelah perpisahan dengan damai.

Perceraian pasangan beda bangsa

Cinta tidak mengenal perbedaan suku bangsa. Perkawinan dari dua suku dan bangsa yang berbeda tidak bisa dihindari. 

Hukum pernikahan di setiap negara tentu berbeda-beda. Tidak ada masalah jika hanya hukum di satu negara yang digunakan, tetapi umumnya pasangan mendaftarkan pernikahan mereka di negara asalnya. Harta yang mereka miliki bisa juga berada di negara asal keduanya.

Perpisahan suami istri tidak hanya menyakitkan bagi pasangan itu sendiri, tetapi juga untuk anak-anak, bahkan mungkin mereka lebih menderita.

Oleh sebab itu penting bagi pasangan untuk menciptakan suasana yang lebih nyaman untuk anak mereka dari perceraian yang terjadi.

Perjanjian pranikah ini berguna untuk membuat perceraian pasangan beda bangsa berjalan lebih mudah. 

Jika pasangan bercerai dan memiliki anak di bawah umur (18 tahun adalah usia dewasa di Jerman), meskipun hak asuh sesuai keputusan pengadilan jatuh pada salah satu orangtua, tetapi tanggung jawab pengasuhan tetap berada pada kedua orangtua. (Di Jerman, ada kewajiban ayah untuk membayar tunjangan anak hingga anak berusia 25 tahun. Sementara hak asuh anak berdasarkan kesepakatan orangtua anak dan sah menurut hukum, sesuai keputusan pengadilan. Jadi, tidak termasuk dalam perjanjian pranikah.)

Tidak semua pasangan dapat akur setelah perceraian terjadi dan melakukan tanggung jawab pengasuhan anak bersama hingga dewasa. Belum lagi jika salah satu atau keduanya mendapatkan pasangan baru.

Contoh 1:

Nina dan Sebastian memutuskan membuat perjanjian pranikah. Salah satu poin yang ada di dalam perjanjian pranikah mereka adalah jika mereka memiliki anak dan terjadi perceraian saat anak belum dewasa, kedua pasangan ini harus tinggal dengan jarak rumah tidak lebih dari radius 30 kilometer.

Poin ini dibuat untuk memudahkan keduanya berjumpa dengan anak mereka. Anak-anak juga dapat dengan mudah berjumpa ayah mereka. Hak asuh berada di tangan keduanya, tetapi anak-anak tinggal dengan ibunya. 

Saya mengenal Nina dan Sebastian yang merupakan pasangan dua bangsa. Setelah bercerai hubungan mantan suami istri ini tetap berjalan sangat baik. Dengan jarak rumah yang relatif dekat, anak-anak mereka tidak perlu menempuh perjalanan yang jauh untuk berjumpa. 

Mereka ingin agak anak mereka tidak kehilangan salah satu sosok orangtua meskipun perceraian terjadi. Kapan saja mereka bisa saling menitipkan anak jika diperlukan. Kebetulan keduanya sesekali harus ke luar kota terkait pekerjaannya. 

Anak-anak mereka juga dapat pergi ke sekolah tanpa harus susah payah memikirkan jarak rumah kedua orangtuanya ke sekolah.

Tidak gampang melakukan hal ini, apalagi jika salah satu dari mereka menemukan pasangan baru yang belum tentu akan menerima situasi yang terjadi karena perjanjian pranikah ini.

Nina mengatakan, dia memang sulit mendapatkan pasangan baru karena poin perjanjian pranikah ini. Namun, yang lebih penting baginya adalah kebahagiaan anak-anaknya. Toh, situasi ini tidak berlangsung selamanya, hanya menunggu anak-anak mereka berusia 18 tahun.

Contoh 2:

Christine dan Bern. Setelah bercerai hak asuh anak berada di tangan ibu. Hubungan mereka juga berjalan sangat baik. Lalu, Bern menikah lagi dan pindah kembali ke negara asalnya yang jaraknya ribuan kilometer dari rumah mantan istri dan anaknya.

Anak mereka tidak bisa sering berjumpa ayahnya karena jauhnya jarak yang terbentang antara rumah kedua orangtuanya. Mungkin hanya dua atau tiga kali dalam setahun anak mereka mengunjungi ayahnya saat liburan sekolah, atau ayahnya datang menjenguk anaknya.

Tidak ada yang salah dengan Christine dan Bern karena tidak membuat perjanjian pranikah seperti Nina dan Sebastian.

Setiap pasangan memiliki alasan sendiri untuk membuat perjanjian pranikah atau tidak, karena tidak ada pasangan yang mengharapkan terjadi perpecahan dalam pernikahan. 

Salam hangat 

***

Hennie Triana Oberst
Germany, 15.08.2022
"Perjanjian Pranikah"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun