Bagaimana rasanya saat melihat anggota keluarga, teman, atau orang yang kita kenal dalam gambar atau video kecelakaan yang beredar di sosial media?
Sedih, menyakitkan, marah, dan segala perasaan yang tidak enak campur aduk. Itulah yang saya rasakan saat melihat video kecelakaan anggota keluarga di Indonesia yang beredar di jejaring sosial beberapa tahun lalu.Â
Dalam video itu terlihat adik ipar saya terluka dan tidak sadarkan diri. Dia baru mengalami kecelakaan sepeda motor dan mengalami cedera yang cukup parah.
Mual dan seperti teriris-iris perasaan saya waktu itu. Bagaimana orang bisa seenaknya menikmati kemalangan yang dihadapi orang lain?Â
Entah siapa yang mengunggah video itu. Belakangan, video itu berhasil dihapus, setelah salah satu anggota keluarga mencari siapa yang mempublikasikan rekaman itu.
Itu juga yang menjadi salah satu alasan mengapa saya tidak ingin melihat bagaimana kondisi mobil yang dinaiki adik saya pada kecelakaan yang dialaminya bulan Mei lalu.
Kami mengetahui kondisi mobil itu dari orang lain, yang katanya mendapatkan foto yang telah beredar di medsos itu dari orang lain juga.Â
Ya sudahlah, kami menerima dengan ikhlas karena itu hanya foto mobil bukan para korban. Entah siapa orang-orang yang menikmati dan mengabadikan kecelakaan, lalu menyebarkan tanpa perasaan.
Gaffer, si penikmat bencana
Sebagian dari kita mungkin pernah melihat video yang pernah viral tahun 2019 saat terjadi kecelakaan di Autobahn A6 (jalan tol A6) di negara bagian Bavaria, Jerman.
Dalam video itu terlihat Stefan Pfeiffer, seorang polisi Jerman memberhentikan truk dan mengajak untuk turun dari kendaraannya. Dengan menggunakan ponselnya terlihat pengemudi itu terlihat sedang merekam kecelakaan yang menyebabkan korban meninggal dunia.
"Do you wanna see the dead people? ... If you want you can say hello to him." ... "Shame on you!"Â
Itu beberapa potongan kalimat yang diucapkan pak Pfeiffer kepada pengemudi truk yang berasal dari salah satu negara Eropa Timur.Â
Stefan Pfeiffer melakukan hal itu karena marah dan hilang kesabaran melihat ulah para pengemudi yang tidak memiliki empati. Langkah yang diambil polisi ini mendapat dukungan dari rekan kerjanya, bahkan dari menteri dalam negeri Bavaria, serta mendapat pujian dari banyak kalangan.
Pengendara dan orang yang melintasi lokasi kecelakaan dengan sengaja memperlambat laju kendaraan, sampai-sampai ada yang berhenti untuk merekam dan memotret situasi beserta korban kecelakaan. Lalu, dengan bangga mereka akan membagikannya di jejaring sosial.Â
Tingkah laku orang-orang seperti pengemudi truk itu bukan saja sangat tidak pantas, tetapi juga melanggar hukum. Mereka mengunggah foto dan video di media sosial, saling berlomba untuk menjadi orang pertama yang mengabarkan berita pada publik.Â
Orang-orang seperti ini dalam istilah bahasa Jerman disebut sebagai Gaffer.
Gaffer, jika diartikan adalah orang merekam atau memotret korban dan hanya menjadi penonton saat terjadi kecelakaan, kekerasan, dan bencana.
Istilah Gaffer (pelaku) ini berasal kata "gaffen" (kata kerja) yang merupakan bahasa gaul yang sudah dikenal sejak abad ke-15, artinya adalah melongo; terheran-heran, tercengang dengan mulut terbuka.
Sanksi berat untuk Gaffer
Apabila terjadi kecelakaan, setiap warga di Jerman memiliki kewajiban untuk memberi pertolongan jika petugas medis atau polisi belum tiba di lokasi. Alih-alih memberi bantuan, mereka sibuk menonton dan mengabadikan situasi kecelakaan dan para korban.Â
Di Jerman, ulah orang-orang seperti ini adalah pelanggaran hukum dan diancam mendapat sanksi berat. Mengapa para Gaffer pantas mendapatkan sanksi berat?
Menghalangi petugas
Jika terjadi kecelakaan, pengendara di jalan wajib membuat Rettungsgasse (jalur penyelamatan) agar polisi dan petugas medis dapat dengan mudah menjangkau lokasi dan memberikan pertolongan.Â
Apabila kecelakaan sedang ditangani petugas, pengendara yang melintasi lokasi tidak perlu memperlambat kendaraannya dengan maksud menonton, merekam, ataupun memotret. Tindakan ini dapat membahayakan pengguna jalan raya lainnya, malah mungkin menimbulkan kecelakaan baru.Â
Melanggar hak privasi korban
Rasa penasaran membuat seseorang mengambil foto atau merekam korban kecelakaan. Di Jerman, perilaku seperti ini merupakan tindak pidana dan akan mendapat denda tinggi. Pelaku dapat dihukum penjara sampai 2 tahun.Â
Undang-undang di Jerman melindungi hak pribadi warga. Perlindungan hak pribadi ini tidak terbatas wajah saja, melainkan seluruh bagian tubuh. Jika diketahui siapa pelakunya, maka korban dapat mengajukan tuntutan ganti rugi melalui jalur hukum.Â
Para Gaffer yang memiliki tingkat empati yang sangat minim ini memang layak untuk dikenakan sanksi yang berat.Â
Tergantung sejauh mana tindakan para Gaffer, sesuai hukum di Jerman, pelaku akan dikenakan denda hingga 5.000 Euro dan hukuman kurungan sampai 2 tahun lamanya. Selain itu, bila diperlukan pihak berwajib dapat melakukan penyitaan ponsel pelaku.Â
Yuk, berkendara dengan baik dan saling menghormati hak pengendara lainnya!
Salam hangat
Hennie Triana Oberst
Germany, 17.07.2022
Referensi: Buskatalog
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H