Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penangkap Mimpi yang Hilang

8 April 2022   22:21 Diperbarui: 8 April 2022   22:54 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sudah seperti kapal pecah. Kapan kamu rapikan kamarmu, Elenya?" Mama berkata sambil melongok dari pintu yang terbuka hanya beberapa sentimeter.

"Nanti, Ma," aku menyahut singkat ucapan mama.

Kudengar langkah mama menuruni anak tangga menuju ruang tamu. Mama memang jarang mengomel. Sesekali dia marah melihat tingkahku, tetapi biasanya cuma sebentar. Atau mungkin mama capek berdebat denganku yang selalu punya kalimat panjang untuk diucapkan.

Aku sedang kesal karena penangkap mimpi, hadiah dari Mika entah raib ke mana. Sudah seminggu aku mencari ke seluruh ruangan.

Isi laci dan lemari di kamarku jadi korban dan teronggok di lantai sampai hari ini. Tetap saja benda yang begitu berharga bagiku itu tak sudi hadir di depanku. Padahal penangkap mimpi itu bukan barang kecil yang gampang terselip.

Penangkap mimpi itu adalah hadiah ulang tahunku yang ke 16 tahun. Mika sengaja datang di hari ulang tahunku saat liburan musim panas. Penangkap mimpi ini adalah penghubung hati kami yang terpaksa berjauhan. Mika mesti ikut dengan keluarganya pindah ke Kanada karena papanya harus pindah tugas ke sana.   

"Suka? Ini asli dari pekerjaan tangan suku Indian." Mika mengatakan saat kubuka bungkus kado waktu itu. 

Katanya, dia membeli langsung dari pembuatnya, saat mereka berjalan-jalan ke salah satu perkampungan suku asli Amerika. Penangkap mimpi ini begitu menarik perhatiannya. 

Mika benar, aku juga suka sekali hadiah ini. Sudah hampir setahun penangkap mimpi itu tergantung di jendela kamarku.

Awalnya, penangkap mimpi dibuat oleh suku Ojibwe. Mereka percaya penangkap mimpi bisa menangkap mimpi-mimpi buruk di jaring-jaringnya. Jadi, hanya mimpi yang baik akan masuk. Mimpi buruk yang tersangkut akan hilang karena sinar matahari.

Beberapa malam terakhir ini aku sering gelisah. Mungkin memikirkan penangkap mimpiku yang hilang, takut mimpi buruk datang, mungkin juga aku rindu dengan Mika. Semua jadi serba salah. Aku jadi makin judes sama mama, padahal mama nggak punya salah apa-apa.

* * *

Ting tong!

Seseorang memencet bel rumahku. Ah, paling-paling kurir yang mengantar paket sore. Tidak ada siapa-siapa di rumah, mama belum pulang. 

"Paket untuk Elenya Caspari." Pria berbaju abu-abu dengan logo perusahaan kurir berkata saat pintu kubuka.

"Terima kasih," ucapku sambil membubuhkan tanda tangan.

Stiker kecil bertuliskan Chaska tertempel di bagian atas kiri paket. Aku tidak kenal nama itu, tapi sepertinya pernah aku baca. Nama orang atau apa?

Tak sabar kubuka paket dengan cutter di atas meja belajarku. Jantungku serasa hampir copot. Penangkap mimpi yang kucari-cari tergolek tenang dalam kotak tipis pembungkus paket.

Kuamati, memang ini penangkap mimpi yang kucari-cari beberapa hari ini. Aku ingat, di bagian lingkarannya kutulis inisial namaku dan Mika.

Siapa yang mengirim paket ini? Chaska, siapa dia? Ah, semakin dipikir semakin aku bingung.

Kugantungkan penangkap mimpi di tempatnya semula. Mulai malam ini aku bisa memandang bintang-bintang dari sela-sela jaringnya dan bisa tidur nyenyak.

Kusimpan cutter ke dalam laci. Mataku tertuju pada pena warna biru bertuliskan Chaska. Pena ini hadiah dari toko suvenir tempat Mika membeli penangkap mimpi. Chaska adalah pemilik toko sekaligus nama toko itu.

Bagaimana mungkin paket yang kuterima tadi dari Chaska?

Kutoleh jendela. Penangkap mimpi bergoyang-goyang pelan ditiup angin yang menerobos dari sela jendela. 

"Elenya, mama pulang!" Terdengar mama memanggil namaku.

Catatan: Penangkap mimpi (dreamcatcher/ Traumfänger)

Hennie Triana Oberst - DE, 08.04.2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun