Alkisah, di seberang hutan yang lebat tinggal seorang penebang kayu yang miskin bersama istri, dan kedua anaknya. Ketika wilayah negeri dilanda kelaparan, suami istri ini tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Si penebang kayu akhirnya menerima bujukan istrinya untuk membuang anak mereka dengan meninggalkan keduanya di hutan.
Kakak beradik ini mendengar rencana ibu tiri mereka. Kali pertama, kedua anak ini berhasil pulang. Mereka meletakkan batu kecil di sepanjang jalan menuju hutan sebagai penunjuk jalan.
Sayangnya, untuk yang kedua kali, anak laki-laki dan perempuan ini hanya membawa sepotong roti. Potongan-potongan roti yang diletakkan di sepanjang jalan habis dimakan burung. Kakak beradik ini tidak berhasil menemukan jalan pulang.
Hari berikutnya mereka menemukan satu pondok yang terbuat dari roti, kue, dan gula-gula. Lantaran lapar, kedua anak ini memakan beberapa bagian dari pondok itu. Ternyata itu adalah kediaman seorang penyihir. Kedua anak ini ditangkap penyihir.
Penyihir memaksa si adik, seorang gadis kecil, melakukan tugas-tugas di rumahnya. Sedangkan kakaknya dikurung untuk nantinya menjadi santapan penyihir ini.
Berkat kecerdikan kedua anak ini, mereka berhasil meloloskan diri dari niat jahat penyihir. Kakak beradik ini menemukan barang berharga yang dimiliki penyihir. Mereka akhirnya menjumpai jalan pulang ke rumah mereka.
Si penebang kayu terlihat sangat bahagia mengetahui anaknya kembali. Dia menyesal telah mengikuti bujukan istrinya. Ibu tiri anak-anak ini telah meninggal dunia. Kakak beradik ini hidup bahagia bersama ayah mereka.
Sosok jahat dalam dongeng
Kita semua pasti kenal cerita dongeng tadi, kisah "Hänsel dan Gretel" (Hansel dan Gretel) karya Grimm Bersaudara (Brüder Grimm) yang ditulis tahun 1812.
Kisah menyedihkan dan kejam seperti ini banyak dijumpai dalam dongeng. Tentang anak-anak yang ditelantarkan, orang tua yang semena-mena terhadap anak, pembunuhan, dan penyihir jahat yang berniat menyantap anak-anak.
Mengapa hampir semua dongeng memiliki sosok jahat, padahal dongeng umumnya dibacakan atau diceritakan untuk anak-anak, misalnya, dongeng Hänsel dan Gretel ini. Ada sosok  penyihir jahat yang berniat memasak dan menyantap mereka. Namun, niat jahatnya ini tidak terlaksana, sebaliknya penyihir yang mati terbakar dalam oven yang telah disiapkannya.Â
"Kengerian yang muncul dalam dongeng, seperti perang, kemiskinan, kelaparan, juga hadir di dunia. Ketakutan adalah bagian dari kehidupan mental anak." Begitu menurut Prof. Kristin Wardetzki. (BR Wissen)
Cerita dongeng dipaparkan dengan jujur, menggambarkan realitas kehidupan, tentang dunia yang tidak sempurna. Sosok yang digambarkan dalam dongeng adalah sifat dan kekuatan yang ada di dalam diri manusia, bukan mengenai satu orang yang baik sementara yang lainnya jahat.
Pengumpamaan seperti ini untuk memudahkan anak-anak membedakan karakter yang disampaikan. Anak-anak perlu mendengar cerita dongeng yang berakhir dengan baik; bahwa kejahatan dapat dikalahkan dan harus dibasmi, dan kebaikan selalu menang. Ini mengajak mereka untuk hidup dengan optimis.
Akhir cerita yang bahagia juga mengungkapkan secara simbolis bahwa anak-anak telah mandiri dan berhasil melawan ketakutan dan menaklukkan kejahatan. Hal ini akan mendorong mereka untuk terus berusaha dan tidak cepat menyerah. Selalu ada jalan menuju keberhasilan.Â
Pada akhirnya, pilihan cerita dongeng mana yang tepat untuk dibacakan pada anak-anak berada di tangan orang tua masing-masing. Nantinya, anak-anak yang akan menentukan cerita mana yang mereka sukai dan mana yang tidak.Â
Salam hangat.
Hennie Triana Oberst - DE, 25.02.2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H