Yang pernah menjadi remaja pasti ingat tren bahasa yang digunakan di masanya. Saya ingat, dulu kedua orangtua kami suka bertanya apa arti kata-kata yang kami ucapkan. Sementara kami, anak-anaknya cekikikan senang menanggapinya.
"Bahasa rahasia" ini bisa kami gunakan jika ada omongan yang tidak boleh dimengerti orangtua.
"Jangan pakai lagi kata-kata itu." Kemarin itu anak saya menanggapi satu istilah yang saya gunakan.Â
Sejarah ternyata terulang lagi. Sekarang saya yang bingung dengan bahasa yang digunakan anak remaja saya. Lha, bahasa Indonesia saja saya ketinggalan jauh, apalagi bahasa remaja anak Jerman.
Suami saya pun tertawa menanggapi ucapan anak saya. Dia juga sama bingungnya dengan saya. Sepertinya celah yang terjadi antara orangtua dan anak (terutama remaja) selalu ada.
Bahasa dibentuk oleh orang dewasa, sementara anak muda sedang mengembangkan identitas mereka. Mereka juga sedang belajar untuk mandiri dengan perlahan-lahan memisahkan dirinya dari dunia orang dewasa. Semua ini adalah proses normal dan alami, untuk menumbuhkan kepercayaan diri mereka.
Anak muda memiliki dunianya sendiri. Mereka berkomunikasi dengan bahasa sendiri, dengan menciptakan istilah-istilah baru khas anak muda.
"Bahasa gaul" mungkin istilahnya, atau penyebutan ini sudah ketinggalan zaman?
Bahasa juga sangat dinamis. Saya betul-betul menyadarinya setelah lama meninggalkan tanah air dan saat berinteraksi dengan saudara dan teman-teman di Indonesia.
Sesekali saya dan 6 saudara kandung melakukan video call. "Kata-kata itu sudah nggak dipakai lagi," abang kami (kakak laki-laki) berkata sambil tertawa, disambut saudara lain yang tinggal di Indonesia. Putri abang saya yang ikut hadir bertanya, apa arti kata yang saya ucapkan itu.Â