Punggungmu yang berbalut blus kuning pupus terlihat semakin jauh, menghilang di balik kelokan. Biasanya kau suka bersembunyi di sana, mengejutkanku dengan hadirmu yang tiba-tiba.
"Tunggu aku!" Begitu ucapmu sebelum pamit dan berbalik. Â Meninggalkanku terpaku di sini.
Jalan setapak bekas jejak sepatumu meninggalkan beribu senyuman, terbungkus serpihan rindu. Berserakan di atas rerumputan kering kecokelatan.
Aku menunggumu di sini, hingga senja satu musim.
Hujan pasti akan datang, meneteskan butiran-butiran bening. Meluruhkan gumpalan rindu yang mengambang di bawah lengkung langit.
-------
Hennie Triana Oberst - De,08.09.2021