Api berlomba-lomba menjilati sisi tumpukan kayu, hangatnya merayapi sudut ruang, membelai sweater hijau tosca yang membalut tubuhmu.
"Bukankah ini masih Agustus?"
Pertanyaanmu seperti keluhan, meskipun bibirmu menyungging senyum.
Engkau benar. Mestinya saat ini kita masih bisa  duduk di rerumputan, bermandikan cahaya matahari.
Tetapi, sepertinya kita mesti kecewa. Mentari hanya sesekali mengintip dengan malu-malu, menyembul di sela gumpalan awan dan langit biru muda kelabu.
Di luar sana, angin menderu, menerjang reranting dan menerbangkan daun-daun yang mulai gugur satu persatu.Â
Langkah Agustus perlahan menjauh, meninggalkan jejak basah di pelataran terakota. Tak tersisa debu di sana, semua luruh menyatu di tanah.
Sekalipun terlalu dini dan takbiasa, kita nikmati saja. Berdiang di perapian sambil meneguk secangkir kopi susu, melebur gigil tubuh kita.
Selamat tinggal Agustus yang dingin!
-------
Hennie Triana Oberst
De, 31.08.2021
Musim panas yang basah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H