"Merantaulah. Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman.
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah. Kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang"
(Cuplikan syair Imam Syafii)
Seperti cuplikan syair ini, saya akhirnya merantau menuju ibukota, mengejar impian. Tidak pernah terbayangkan bagaimana rasanya tinggal di tempat kos, tinggal sendirian, tanpa orangtua dan saudara kandung.Â
Masa kuliah  di kota kelahiran, saya hanya mengenal tempat kos dari teman-teman yang merantau ke kota Medan. Kadang kala saya menumpang istirahat di tempat kos teman kuliah (yang juga kerabat jauh), jika harus mengikuti kuliah sore hari.
Ternyata hidup ngekos banyak lika-likunya. Seru, lucu, dan kadang pilu. Selama tinggal di Jakarta, beberapa kali saya berpindah tempat kos. Setiap tempat meninggalkan cerita dan kenangan yang unik. Seperti tempat kos terakhir saya menjelang pindah ke Jerman.
Tempat kos khusus wanita yang hanya memiliki  tiga kamar ini sangat nyaman, tidak bising walaupun berada di tengah kota. Berada di bagian belakang rumah induk.Â
Pemilik rumah, sepasang suami istri yang tinggal bersama asisten rumah tangga mereka. Anak-anak mereka sudah dewasa dan tinggal terpisah dengan keluarga masing-masing.