Handuk baru saja terlilit di badanku. Lagu Titanium mengalun dari gawai di atas meja tulis. Tertera nama Tasha di layarnya.
"Hai Sha. Jam segini kok nelpon, nggak sibuk kamu?" Aku tau, saat seperti ini biasanya dia sibuk menyiapkan makan malam di rumahnya.
Tasha kukenal saat menghadiri acara yang diselenggarakan perusahaan tempatnya bekerja. Setelah perkenalan itu kami dekat dan menjadi teman baik. Wanita cantik berdarah Aceh dan Melayu, dengan rambut ikal kecoklatan, dan bersuara manja. Aku suka berkelakar, pasti bos dia di kantor taksanggup marah padanya.Â
"Aku sedang nginep di Sudirman. Sini yuk, Nin, nanti kita pergi keluar sekalian makan malam." Tasha menjawab pertanyaanku dan menyebutkan nama hotelnya.
"Oke, tunggu ya. Aku dandan bentar, biar banyak yang naksir."
Kudengar Tasha terbahak-bahak di seberang telepon.
***
"Aku minggat, Nin." Tasha menyambutku di kamarnya.
"Ha, serius?"
"Iya. Sebel aku sama dia." Kesal dengan suaminya, gitu menurut Tasha. Ciri khas Tasha jika kesal, wajah cantiknya ditekuk, tapi tetap terlihat cantik.