Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pünktlich, Terlambat Sedikit pun Ditinggal

27 Januari 2021   22:05 Diperbarui: 31 Januari 2021   11:04 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jam antik di Verona Italia - foto: HennieTriana

"Waktu adalah uang"

Untungnya, kedua orangtua kami selalu membiasakan kami untuk tepat waktu. Istilah jam karet tidak ada di rumah. Jika sebagian suami mengatakan butuh waktu menunggu istrinya berdandan, ibu kami tidak begitu. Beliau yang lebih dahulu siap dan sabar menunggu kami semua, dengan pakaian rapi dan dandanan yang cantik.  

Kebiasaan yang sudah tertanam sejak kecil ini membuat saya tidak pernah kewalahan dengan ketepatan waktu di Jerman.

Pünktlich (tepat waktu), orang Jerman memang sangat dikenal dengan budaya tepat waktu. Ketepatan waktu sangat berkaitan dengan prinsip menghargai di negeri ini. Kebiasaan baik yang bisa dibanggakan. 

Cerita mengenai budaya tepat waktu ini mengingatkan saat saya mengikuti kelas bahasa Jerman di Universitas Tübingen, dengan peserta yang berasal dari berbagai negara. 

Francesco, seorang peserta dari Italia, dia menceritakan kekesalannya karena sering ketinggalan bus. "Kenapa ya orang Jerman terlalu serius dengan waktu?" Ucapan Francesco pagi itu membuat kami tertawa. Dia memang suka sekali berseloroh.

"Apa sulitnya? Jadwal bus setiap hari sama, kamu tinggal mengingatnya saja dan pergi ke halte sebelum jadwal bus berangkat." Michaela, guru kelas kami menimpali ucapan Francesco sambil tertawa.

"Kalau kami di Italia, orang nggak marah, dan akan maklum kalau kita terlambat," Francesco berkata sambil senyum-senyum menggoda guru kami hanya geleng-geleng kepala melihat tingkahnya.

"Iya, sama seperti kami juga. Orang tidak terlalu peduli kalau ada yang terlambat." Ozan, peserta dari Turki ikut menyahut. "Tapi aku suka dengan budaya tepat waktu orang Jerman. Aku bisa mengatur jadwal dengan baik." Ucapan pria berambut ikal dengan jambang tipis itu membuat Michaela tersenyum simpul.

Bagi yang tidak terbiasa dengan budaya tepat waktu, memang agak kewalahan mengikuti rutinitas di negeri ini. Seorang sahabat saya di Jakarta pernah bercerita, saat dia bekerja sama dengan tim dari Jerman. "Terlambat 5 menit aja, ditinggal lho. Nggak ada ampun." Tergelak-gelak ia bercerita pengalamannya itu.

Saya katakan, biasanya kalau ada janji, orang Jerman akan datang beberapa menit sebelum waktu yang ditentukan. Kecuali saat bertamu, biasanya mereka datang tepat waktu. Jarang sekali mereka datang sebelum waktu yang ditetapkan, karena bisa jadi tuan rumah belum siap menerima tamu.

Ketika adik saya dan keluarganya datang mengunjungi kami di Jerman, kami pergi jalan-jalan menggunakan kendaraan umum. Saat kami berada di stasiun bus yang bersebelahan dengan stasiun kereta, adik saya berkata sambil tergelak. "Di sini orang-orang berlarian terlihat biasa aja ya. Kalau di Indonesia, pasti orang mikir, apa yang terjadi, kok orang lari-lari."

Kalau tidak berlari kemungkinan ditinggal bus, atau kereta yang akan dinaiki. Adik saya beserta suami dan anak-anaknya sudah mengalami bagaimana kami terengah-engah berlari mengejar jadwal kereta sambungan yang hanya 2 menit lamanya.

Tidak ada masalah kalau letak peron bersebelahan, tetapi kami harus menuju peron lain dengan menaiki dan menuruni tangga. Memang bisa terkejar jika kita berlari. Lumayan meningkatkan adrenalin, tetapi itulah jadwal tercepat yang bisa ditempuh. 

Kita bisa juga melaluinya dengan santai, jika rela menunggu kereta berikutnya yang datang 30 menit kemudian. Menurut saya, sayang sekali waktu terbuang sia-sia untuk menunggu.

Suatu hari, saya janjian menjemput seorang kenalan, orang Indonesia yang belum lama tinggal di Jerman. Kami akan pergi ke satu tempat, bertemu dengan beberapa orang lainnya. Saya katakan padanya, jam sekian saya akan datang dan menunggu di luar rumahnya. 

Ketika saya tiba, dia tidak ada di tempat, saya telepon tidak ada jawaban. Terpaksa saya harus memarkir mobil dan turun menuju rumahnya. Beberapa menit setelah bel berbunyi, dia membuka pintu sambil berlari. Badannya masih terbungkus mantel mandi. Dia meminta maaf karena belum siap. Saya memberi dia waktu 5 menit, kemudian menunggu di mobil. Setelah itu saya tidak mau lagi menjemputnya. Biar saja dia belajar untuk mendisiplinkan dirinya.

Budaya tepat waktu membuat rutinitas bisa berjalan dengan lancar, karena kita terbiasa mengatur rencana dan janji dengan baik. Kita juga terbiasa menghargai waktu, dan orang lain.

Tidak ada lagi kesal karena waktu yang terbuang sia-sia akibat menunggu seseorang.

-------

Hennie Triana Oberst

Deutschland 27.01.2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun